Mohon tunggu...
Nurul Mukhlishah
Nurul Mukhlishah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Psikologi 17 Agustus Surabaya

Mahasiswa Magister Psikologi 17 Agustus Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemecatan Shin Tae Yong: ketegangan antara Opini Publik dan Keputusan Strategis dalam Analisis Teori Edward Ross Psikologi Sosial

10 Januari 2025   11:12 Diperbarui: 10 Januari 2025   11:12 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banyak orang, terutama pecinta sepak bola Tanah Air, telah memperdebatkan pemecatan Shin Tae Yong sebagai pelatih Timnas Indonesia oleh PSSI. Reaksi beragam terhadap keputusan ini, mulai dari dukungan untuk PSSI hingga kritik yang tajam. Banyak orang mempertanyakan apakah ini merupakan tindakan strategis atau hanya tanggapan terhadap opini yang berkembang dan tekanan publik.

Pendapat publik sering kali didasarkan pada perasaan daripada informasi. Publik kecewa dengan hasil pertandingan Timnas Indonesia, dan mereka mengecam Shin Tae Yong dengan keras di berbagai platform seperti Twitter dan Instagram. Dalam keadaan seperti ini, emosi masyarakat secara keseluruhan yang menentukan, dan organisasi sering kali dipaksa untuk bertindak cepat untuk meredakan ketidakpuasan.

Shin Tae Yong telah bergabung dengan Timnas Indonesia dengan harapan besar untuk meningkatkan prestasi sepak bola nasional. Namun demikian, perjalanan ini menghadapi beberapa masalah. Ini termasuk hasil pertandingan yang tidak konsisten dan dorongan publik yang kuat untuk prestasi cepat. Situasi ini menimbulkan dinamika sosial yang rumit. PSSI harus memilih antara memenuhi harapan masyarakat atau mempertahankan pelatih untuk masa depan.

Pengaruh teknis serta pengaruh sosial dan psikologis seringkali berperan dalam pengambilan keputusan sosial seperti ini. Menurut teori psikologi sosial, opini publik, tekanan media sosial, dan bahkan berita palsu sangat memengaruhi persepsi dan keputusan lembaga seperti PSSI. Berita tentang dugaan konflik internal atau prestasi buruk Shin Tae Yong yang dilebih lebihkan membuat opini publik semakin tertekan. Informasi yang salah dapat menyebabkan persepsi masyarakat menjadi lebih negatif dan mendorong mereka untuk membuat keputusan berdasarkan tekanan sosial daripada pertimbangan strategis yang logis.

Dari sudut pandang psikologi sosial, teori Edward Ross menyoroti bagaimana konflik sosial dan opini publik memengaruhi reaksi kelompok. Teori ini menjelaskan kekecewaan masyarakat media sosial terhadap keputusan Erick Thohir untuk memecat Shin Tae Yong. Salh satunya adalah espektasi tinggi terhadap Shin Tae Yong, Sebagai pelatih, dia dianggap telah mengubah mentalitas dan kinerja pemain secara signifikan. Publik frustrasi dengan keputusan Erick Thohir untuk memberhentikan Shin Tae Yong karena tidak memenuhi ekspektasi. Ketika harapan emosional menguasai opini publik, keputusan yang tidak sesuai dengan harapan cenderung menghasilkan reaksi yang lebih negatif, menurut Edward Ross.

Ketika opini publik tidak setuju dengan keputusan yang dibuat oleh pemimpin, kepercayaan publik pada institusi tersebut meningkat. Banyak masyarakat mulai meragukan kemampuan Erick Thohir sebagai Ketua Umum PSSI untuk membuat keputusan strategis dalam hal ini. Teori Ross menyatakan bahwa upaya untuk mengembalikan kepercayaan publik akan gagal untuk menghapus persepsi negatif ini.

Dari sudut pandang masyarakat, pemecatan Shin Tae Yong dapat dianggap sebagai gangguan terhadap kontinuitas program sepak bola nasional. Hal ini menimbulkan ketidakpastian tentang bagaimana olahraga Indonesia akan berkembang. Hal ini dapat berdampak negatif secara sosial pada minat dan kepercayaan masyarakat terhadap reformasi sepak bola yang sedang berlangsung.

Keputusan yang menuai kritik ini juga dapat memengaruhi persepsi publik terhadap orang-orang atau program lain di bawah Erick Thohir. Jika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap keputusan ini, mereka mungkin menjadi skeptis terhadap kebijakan dan inisiatif lainnya, yang pada gilirannya akan menyebabkan kritik yang lebih luas terhadap PSSI.

kekecewaan masyarakat terhadap keputusan Erick Thohir mencerminkan ketegangan antara opini publik yang emosional dan kebutuhan organisasi untuk mengambil langkah strategis. Media sosial mempercepat dan memperkuat emosi kolektif, menciptakan tekanan besar pada PSSI. Dampaknya, polarisasi masyarakat, penurunan kepercayaan, dan ketidakstabilan program sepak bola menjadi risiko utama yang harus dihadapi.

Teori opini publik dan konflik sosial yang dikemukakan oleh Edward Ross memberikan dasar yang berguna untuk mempelajari fenomena ini. Selain itu, dinamika sosial yang memengaruhi keputusan institusional semakin diperkuat oleh kemajuan teknologi komunikasi seperti media sosial. Tulisan ini akan memeriksa kasus pemecatan Shin Tae Yong dari dua sudut pandang, teori Edward Ross dan bagaimana media sosial membentuk opini publik.

Teori Edward Ross menunjukkan bahwa opini publik dapat berfungsi sebagai kekuatan sosial yang signifikan untuk memengaruhi keputusan kolektif. Opini publik yang terbentuk dari kekecewaan terhadap penampilan Timnas Indonesia tampaknya memainkan peran penting dalam pemecatan Shin Tae Yong. PSSI menghadapi tantangan untuk mengabaikan kritik yang muncul dari berbagai platform media sosial. Ross menyatakan bahwa emosi publik sering kali lebih memengaruhi keputusan kolektif daripada fakta dan pertimbangan rasional.

Ross juga menyatakan bahwa konflik sosial antara kelompok dengan kepentingan berbeda dapat memengaruhi pengambilan keputusan. Dalam hal ini, masalah utama tampaknya terletak pada perbedaan antara keinginan publik untuk prestasi cepat dan kebutuhan PSSI untuk membangun dasar sepak bola nasional yang bertahan lama. Meskipun pemecatan Shin Tae Yong dapat dianggap sebagai upaya untuk mengurangi ketidaksepakatan ini, itu berpotensi mengancam kesinambungan program pelatihan.

Namun, tidak dapat diabaikan betapa pentingnya media sosial dalam membentuk opini publik. Instagram, Twitter, dan Facebook sering kali menjadi tempat orang berkumpul untuk menyampaikan pendapat mereka. Dalam kasus Shin Tae Yong, PSSI berada di bawah tekanan yang signifikan karena kritik pelatih yang muncul di media sosial. Dibandingkan dengan fakta, kritik ini sering dipengaruhi oleh emosi dan cerita yang tersebar luas di media sosial.

Selain itu, berita palsu memperburuk keadaan. Persepsi negatif terhadap Shin Tae Yong diperkuat oleh berita palsu di media sosial tentang dugaan konflik internal atau performa buruk yang dilebih-lebihkan. Ini sejalan dengan pendapat Ross bahwa opini publik dapat dipengaruhi oleh informasi yang salah, menyebabkan mereka membuat keputusan yang tidak bijak.

Selain itu, media sosial mempercepat penyebaran informasi, baik yang benar maupun salah. Opini publik dapat berubah drastis dalam hitungan jam, menciptakan tekanan yang instan tetapi seringkali tidak mendalam. Dengan reputasinya yang dikenal publik, PSSI mungkin menanggapi dengan mengambil tindakan tegas seperti memecat Shin Tae Yong untuk mempertahankan reputasinya dan mengurangi konflik.

Dari sudut pandang psikologi sosial, fenomena ini menunjukkan bagaimana dinamika sosial kontemporer telah mengubah proses pengambilan keputusan organisasi. Media sosial tidak hanya berfungsi sebagai media komunikasi tetapi juga sebagai alat untuk membentuk opini publik. Kekuatan sosial telah bergeser dari arena fisik ke arena digital, seperti yang ditunjukkan oleh ketergantungan pada opini massa di media sosial.

Dari analisis di atas, jelas bahwa keputusan PSSI untuk memecat Shin Tae Yong dipengaruhi oleh konflik sosial dan opini publik. Menurut teori Edward Ross, opini publik yang berkembang di media sosial mendorong PSSI untuk mengambil tindakan segera, meskipun keputusan tersebut mungkin tidak sepenuhnya berdasarkan pertimbangan strategis.

Selain itu, peran media sosial dalam membentuk opini publik menunjukkan bagaimana dinamika sosial kontemporer memengaruhi proses pengambilan keputusan institusional. Media sosial tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk menyuarakan pendapat, tetapi juga berfungsi sebagai alat untuk mempercepat penyebaran informasi, baik yang akurat maupun salah. Berita palsu tentang performa atau konflik internal Shin Tae Yong memperburuk keadaan dalam konteks ini.

Kasus ini menunjukkan bagaimana tekanan psikologis dan sosial dapat memengaruhi keputusan penting. Sebagai lembaga yang mengawasi sepak bola nasional, PSSI harus mengevaluasi apakah keputusan ini benar-benar tindakan strategis atau hanya reaksi terhadap tekanan publik. Jika hanya didasarkan pada opini publik yang emosional, risiko pengambilan keputusan yang tidak efektif meningkat.

Ke depan, evaluasi yang rasional dan berbasis data harus menjadi prioritas utama bagi PSSI, serta pengendalian yang lebih bijaksana atas tekanan publik. Dengan cara ini, pembangunan sepak bola nasional dapat berjalan lancar tanpa terpengaruh oleh perubahan sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun