Ross juga menyatakan bahwa konflik sosial antara kelompok dengan kepentingan berbeda dapat memengaruhi pengambilan keputusan. Dalam hal ini, masalah utama tampaknya terletak pada perbedaan antara keinginan publik untuk prestasi cepat dan kebutuhan PSSI untuk membangun dasar sepak bola nasional yang bertahan lama. Meskipun pemecatan Shin Tae Yong dapat dianggap sebagai upaya untuk mengurangi ketidaksepakatan ini, itu berpotensi mengancam kesinambungan program pelatihan.
Namun, tidak dapat diabaikan betapa pentingnya media sosial dalam membentuk opini publik. Instagram, Twitter, dan Facebook sering kali menjadi tempat orang berkumpul untuk menyampaikan pendapat mereka. Dalam kasus Shin Tae Yong, PSSI berada di bawah tekanan yang signifikan karena kritik pelatih yang muncul di media sosial. Dibandingkan dengan fakta, kritik ini sering dipengaruhi oleh emosi dan cerita yang tersebar luas di media sosial.
Selain itu, berita palsu memperburuk keadaan. Persepsi negatif terhadap Shin Tae Yong diperkuat oleh berita palsu di media sosial tentang dugaan konflik internal atau performa buruk yang dilebih-lebihkan. Ini sejalan dengan pendapat Ross bahwa opini publik dapat dipengaruhi oleh informasi yang salah, menyebabkan mereka membuat keputusan yang tidak bijak.
Selain itu, media sosial mempercepat penyebaran informasi, baik yang benar maupun salah. Opini publik dapat berubah drastis dalam hitungan jam, menciptakan tekanan yang instan tetapi seringkali tidak mendalam. Dengan reputasinya yang dikenal publik, PSSI mungkin menanggapi dengan mengambil tindakan tegas seperti memecat Shin Tae Yong untuk mempertahankan reputasinya dan mengurangi konflik.
Dari sudut pandang psikologi sosial, fenomena ini menunjukkan bagaimana dinamika sosial kontemporer telah mengubah proses pengambilan keputusan organisasi. Media sosial tidak hanya berfungsi sebagai media komunikasi tetapi juga sebagai alat untuk membentuk opini publik. Kekuatan sosial telah bergeser dari arena fisik ke arena digital, seperti yang ditunjukkan oleh ketergantungan pada opini massa di media sosial.
Dari analisis di atas, jelas bahwa keputusan PSSI untuk memecat Shin Tae Yong dipengaruhi oleh konflik sosial dan opini publik. Menurut teori Edward Ross, opini publik yang berkembang di media sosial mendorong PSSI untuk mengambil tindakan segera, meskipun keputusan tersebut mungkin tidak sepenuhnya berdasarkan pertimbangan strategis.
Selain itu, peran media sosial dalam membentuk opini publik menunjukkan bagaimana dinamika sosial kontemporer memengaruhi proses pengambilan keputusan institusional. Media sosial tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk menyuarakan pendapat, tetapi juga berfungsi sebagai alat untuk mempercepat penyebaran informasi, baik yang akurat maupun salah. Berita palsu tentang performa atau konflik internal Shin Tae Yong memperburuk keadaan dalam konteks ini.
Kasus ini menunjukkan bagaimana tekanan psikologis dan sosial dapat memengaruhi keputusan penting. Sebagai lembaga yang mengawasi sepak bola nasional, PSSI harus mengevaluasi apakah keputusan ini benar-benar tindakan strategis atau hanya reaksi terhadap tekanan publik. Jika hanya didasarkan pada opini publik yang emosional, risiko pengambilan keputusan yang tidak efektif meningkat.
Ke depan, evaluasi yang rasional dan berbasis data harus menjadi prioritas utama bagi PSSI, serta pengendalian yang lebih bijaksana atas tekanan publik. Dengan cara ini, pembangunan sepak bola nasional dapat berjalan lancar tanpa terpengaruh oleh perubahan sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H