Mohon tunggu...
Nurul Mahmudah
Nurul Mahmudah Mohon Tunggu... Guru - Generasi Sandwich Anak Kandung Patriarki

Si sanguinis yang sering dibilang absurd. Aku tukang rebahan yang berharap bisa memberikan perubahan untuk Negara.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Melihat Wajah Bullying di Kalangan Pelajar Jombang: Analisis Jombang Student Research

22 November 2024   14:38 Diperbarui: 22 November 2024   14:47 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : http://yd.blog.um.ac.id/peran-sekolah-dalam-mencegah-bullying-pada-anak/

Kasus bullying di kalangan pelajar semakin menjadi perhatian serius, hampir setiap hari kita disuguhkan dengan informasi-informasi baru berkaitan dengan bullying baik informasi dari media sosial maupun kabar dunia nyata. Menanggapi hal ini, Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama (IPPNU) Jombang dibawah kepemimpinan rekanita Herlina, S. H., melakukan survey "Jombang Student Research", untuk menelisik lebih jauh bagaimana kondisi kasus bullying dikota santri, Jombang, Jawa Timur.


Berdasarkan survei tersebut, data mengungkap wajah kelam dunia pelajar sekaligus menyoroti pentingnya tindakan nyata dari semua pihak. Survei ini melibatkan berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SMP hingga perguruan tinggi, dengan mayoritas responden berusia antara 17 hingga 20 tahun. Hasil survei ini tidak hanya memotret fakta-fakta mengejutkan tentang bullying, tetapi juga membuka peluang untuk menghadirkan solusi yang konkret dan relevan.

Dalam artikel ini, penulis akan mencoba melakukan analisis singkat dan sederhana berdasarkan hasil survey Jombang student Research.

Fakta Utama Hasil Survei
1. Prevalensi Bullying yang Tinggi
Sebanyak 68% responden mengaku pernah menjadi korban bullying, baik dalam bentuk verbal, fisik, maupun digital. Kekerasan verbal menjadi bentuk yang paling dominan, dilaporkan oleh 45% korban, disusul kekerasan fisik (20%) dan kekerasan berbasis gender online (KBGO) sebanyak 12%.


2. Lingkungan Sekolah Jadi Zona Merah
75% kasus bullying terjadi di sekolah, sementara tempat umum menjadi lokasi kedua yang paling sering disebutkan (15%). Bahkan, KBGO yang dilakukan melalui media sosial semakin memperluas jangkauan pelaku terhadap korbannya.

3. Ketakutan Melaporkan
Data menunjukkan bahwa 70% korban tidak tahu harus melapor kepada siapa atau merasa takut dengan konsekuensi yang mungkin timbul. Sementara itu, hanya 30% responden yang berani melapor, dan sebagian besar dari mereka merasa tindak lanjut yang diterima kurang memuaskan.

4. Dampak Psikologis yang Serius
Dampak bullying tidak bisa dianggap enteng. Sebanyak 55% korban melaporkan mengalami stres dan depresi, sementara lainnya menghadapi kesulitan tidur (30%) atau gangguan emosional lainnya (15%).

Mengapa Kasus Bullying Sulit Diberantas?
1. Minimnya Intervensi Organisasi Pelajar
Hanya 15% responden yang merasakan organisasi pelajar berkontribusi dalam menangani kasus bullying. Padahal, organisasi ini memiliki potensi besar untuk menjadi garda terdepan dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman di sekolah.

2. Kurangnya Tindakan dari Pihak Sekolah
Meskipun sebagian sekolah memiliki kebijakan anti-bullying, pelaksanaannya sering kali tidak tegas. Hanya 20% responden yang merasa pihak sekolah benar-benar peduli dan mengambil langkah nyata.

3. Budaya Diam
65% korban mengaku memilih diam karena takut akan intimidasi lebih lanjut atau merasa tidak ada perlindungan yang memadai.

Rekomendasi Strategis
1. Meningkatkan Peran Organisasi Pelajar
Organisasi pelajar harus didorong untuk lebih aktif dalam menyuarakan kampanye anti-bullying. Mereka adalah pihak yang paling dekat dengan isu ini, dan bisa mulai mengambil peran dengan menciptakan ruang aman bagi korban untuk berbicara dan melapor tanpa rasa takut.

2. Memperkuat Kebijakan Sekolah
Kebijakan anti-bullying yang tegas, termasuk sanksi yang jelas bagi pelaku, perlu diterapkan secara konsisten. Sekolah juga harus menyediakan jalur pelaporan yang mudah diakses oleh korban, dan pihak lain yang menjadi saksi terjadinya bullying, dengan tetap memperhatikan keamanan data bagi korban atau pelapor.

3. Peningkatan Edukasi dan Kesadaran

Pogram edukasi tentang bullying harus melibatkan siswa, guru, dan orang tua. Lalu ditambah dengan kampanye yang melibatkan media sosial, sehingga dapat menjadi alat yang efektif untuk memperluas diseminasi edukasi terkait bullying.

4. Dukungan Psikologis untuk Korban
Dampak psikologis bagi korban tidak pernah sepele. Trauma pasti ada dan jika dibiarkan bisa memberi dampak psikologis yang lebih serius, bahkan bisa mendorong pada kasus 'menghilangkan nyawa'. Setidak-tidaknya sekolah perlu menyediakan layanan konseling yang dapat diakses oleh korban bullying.

Kesimpulan: Saatnya Bersatu Melawan Bullying
Hasil survei ini menunjukkan bahwa bullying bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah sistemik yang membutuhkan perhatian dan aksi kolektif. Organisasi pelajar, sekolah, pemerintah, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari bullying.

Saat survei ini diluncurkan, harapannya adalah meningkatkan kesadaran publik akan urgensi masalah ini sekaligus mendorong tindakan nyata dari semua pihak. Mari kita wujudkan lingkungan pendidikan yang lebih aman dan inklusif bagi generasi muda Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun