Mohon tunggu...
Nurul Qomaria
Nurul Qomaria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Melihat Kembali Kondisi Sosial-Budaya Suku Madura di Kalimantan Tengah Pasca Konflik Sampit

30 September 2022   22:05 Diperbarui: 20 November 2022   09:59 5058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: 1001Indonesia.net

Sengketa antar suku Dayak dan Madura yang pecah pada tahun 2001 lalu telah menorehkan sejarah kelam bagi Indonesia. Terutama bagi masyarakat Dayak yang mengalami trauma terhadap masyarakat pendatang. Perlu bertahun-tahun membangun kembali hubungan baik bagi keduanya.

Jika ditelusuri akar masalah dalam konflik ini bermula dari ketidak puasan masyarakat Dayak terhadap masyarakat pendatang yaitu Madura. Yang merasa lahannya diambil oleh suku pendatang itu, Adapun populasi Suku Madura yang menempati Sampit saat itu hampir 21% (Adryamarthanino, 2021). 

Akibatnya suku Dayak merasa disaingi dengan Madura. Tidak berhenti disitu, permasalahan ekonomi juga mewarnai akar adanya sengketa ini. Beberapa literatur menyebutkan bahwa masyarakat Madura juga menguasai Sebagian perusahaan yang ada di Sampit, Kalimantan Tengah waktu itu (seperti ekploitasi sumber daya alam dan lahan).

Masyarakat Madura memiliki budaya dan sosial berbeda dengan Suku Dayak. Pola hidup masyarakat Madura yang cenderung berkelompok dan terpisah dengan etnis-etnis lain membuat kecurigaan tersendiri bagi Suku asli disana, berbeda dengan suku Dayak yang cenderung hidup berdampingan dengan berbagai suku lain. 

Suku Dayak juga menyematkan stereotipe negatif bagi Masyarakat Madura yang katanya cenderung hidup dengan keras. Maksudnya adalah Masyarakat madura memiliki orientasi kebudayan keluar, karena darerah asal mereka merupakan daerah yang kering dan gersang maka kebudayaan suku Madura mengajarkan ketekunan serta keberanian untuk bertahan hidup. (Alexandra, 2018)

Akibat dari hal diatas Warga Dayak sebanyak kurang lebih 300 orang memprotes secara terbuka dengan membakar rumah, mobil dan hewan ternak milik suku Madura. Pengusiran secara paksa yang dilakukan suku Dayak terhadap suku Madura dan pembunuhan tragis dengan 100 orang warga Madura yang dipenggal kepalanya. (Alexandra, 2018). Hal itu bukti bahwa suku Dayak merasa terpinggirkan di tempat mereka sendiri.

Berbagai upaya dilakukan untuk meredam konflik ini termasuk andil pemerintah dan aparat keamanan yang turun ke jalan pun tidak bisa membuatnya lebih baik. Gagalnya intervensi pemerintah dalam hal ini yang membuat konflik ini menjadi konflik terbuka.

Sesuai dengan teori George Simmel tentang teori konflik merupakan salah satu teori dalam paradigma fakta sosial. Teori ini menyatakan bahwa konflik merupakan pendekatan umum terhadap keseluruhan lahan sosiologi. Kontribusi pokok dalam teori ini berpendapat bahwa kekuasaan, otoritas atau pengaruh merupakan sifat dari kepribadian individu yang bisa menyebabkan terjadinya konflik.

Pandagangan Simmel juga menetapkan Batasan anatar kelompok dalam sistem sosial dengan memperkuat kesadaran kelompok dan kesadaran aan terpisah, sehingga membentu identitas kelompok di dalam sistem. 

Menurutnya konflik ini berfungsi untuk membangun dan mempertahankan garis identitas serta batas masyarakat dan kelompok. Sementara konflik berkontribusi pada pembentukan dan penegasan kembali identitas kelompok tersebut dengan mempertahankan batasan-batasan terhadap dunia sosial yang suram (Coser,1964)

Adapun kondisi masyarakat pasca konflik sampit yang terjadi di Kalimantan Tengah membuat orang Madura seakan kehilangan identitas. Beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa pola hidup masyarakat yang berkelompok dan terpisah dengan etnis lain menimbulkan kerucigaan dan berbagai stereotipe negatif bagi masyarakat Dayak.

Dalam beberapa literatur juga ditemukan bahwa kondisi sosial budaya suku Madura pasca konflik sampit masih terasa, meskipun konflik sudah puluhan tahun berlalu. 

Masyarakat masih sensitif terhadap suku pendatang yang akan tinggal sementara atau menetap di Kalimantan. Beberapa masyarakat dari suku Dayak perlu waktu untuk menerima suku baru yang masuk dalam wilayahnya. Tidak hanya itu setereotip terhadap suku-suku tertentu sangat melekat bagi masyarakat Dayak. 

Penyebabnya adalah ketakutan akan kembalinya warga suku Madura pada kebiasaan-kebiasaan lama yang dulu dapat memicu dan memunculkan konflik etnis yang berkepanjangan.

Akan tetapi sekembalinya beberapa orang Madura dari pengungsian untuk menetap di Kawasan Kalimantan Tengah mencerminkan bahwa adanya trauma bagi masyarakat keduanya baik Madura dan Dayak. Sebaliknya masyarakat yang kembali menerima suku Madura di Sampit sadar bahwa mereka (Masyarakat Madura yang mengungsi) hanya terkena imbas dari konflik ini.

rekonsiliasi dan rehabilitasi untuk mencegah terjadinya konflik antar suku seperti diatas terjadi lagi. Rekonsiliasi merupakan sebuah solusi dan usaha perbaikan untuk mempererat hubungan serta mempertemukan kedua belah pihak yang berkonflik dengan keinginan mencari jalan penyelesaiannya secara kekeluargaan sebagai langkah maju menata Kembali komunikasi dari pihak yang terlibat konflik.

Rehabilitasi diharapkan mampu mengupayakan perbaikan terhadap psikologis masyarakat keduanya baik Madura maupun Dayak yang terlibat konflik secara langsung, dan bagi masyarakat Madura yang kembali dari pengungsian diharapkan mampu menjalani kehidupan mereka sebagaimana orang normal pada umumnya.

Yang perlu dibenahi dalam permasalahan etnik seperti ini adalah pola interaksi atau hubungan antar etnik yang harus diperbaiki, serta perlu adanya perkuat hubungan yang selalu dijaga mengingat pasca konflik beberapa tahun lalu telah terjadi banyak sekali perubahan sosial dalam masyarakat multietnik di Sampit

References

Adryamarthanino, V. (2021). Konflik Sampit: Latar Belakang, Konflik dan Penyelesaian. Kompas.com.

Alexandra, F. (2018). Analisis Akar Koflik Sampit Melalui Teori Deprivasi. Global & Policy Vol,6 No.2, 1-14.

Melly Rahmadan Ningsih, D. L. (n.d.). Politik Etnik Pasca Konflik Madura-Dayak Di Kabupakten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah. 1-13.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun