Tentu masih ada di dalam benak akan tragedi Mei 1998 yang merenggut banyak korban mahasiswa atas aksi demontrasi reformasi dan harapan akan kejatuhan rezim Orde Baru (Orba). Banyak korban lain dari kerusuhan Mei 1998 yang masih terkait dengan aksi mahasiswa tersebut.Â
Sudah 11 tahun kita melewatinya, tetapi rasa perih dan luka mendalam masih membekas di hati para anak bangsa.Â
Semua itu dilakukan demi perubahan dan reformasi setelah selama berpuluh-puluh tahun bangsa ini terbelenggu di bawah pimpinan Soeharto (Alm). Dengan melakukan aksi unjuk rasa, demontrasi dan upaya "mengkudeta" rezim Orba memang merupakan jurus ampuh bagi yang mendambakan reformasi dan perubahan.Â
Ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah Indonesia dimana terjalinnya kerja sama antara masyarakat dan mahasiswa dalam upaya melahirkan sebuah rezim pembaharuan dan rezim yang penuh akan kebebasan.
Pada saat itu Indonesia dipenuhi oleh aksi demontrasi mahasiswa yang menuntut reformasi secara keseluruhan sistem pemerintahan bangsa ini.Â
Gedung MPR/DPR dan Kampus Trisakti Grogol serta Jembatan Semanggi menjadi tempat dimana aksi ini berpusat yang berujung pada kekerasan yang dilakukan oleh aparatur negara yang secara paksa membubarkan para mahasiswa.Â
Sebelum Indonesia, sudah ada hal serupa yang mirip dengan gerakan dan aksi mahasiswa maupun masyarakat yang melakukan aksi untuk kebebasan. Tepatnya di negara dengan penduduk terbesar yaitu China.Â
Pada tahun 1989, tanggal 14 April dan mencapai puncaknya pada 4 Juni, merupakan tahun dari tragedi yang terjadi atas aksi demontrasi untuk pembaharuan, tepatnya di lapangan Tiananmen, Beijing.Â
Pada mulanya tragedi ini disebabkan Pemerintah China yang saat itu dipimpin oleh Deng Xiaoping kurang responsif akan nasib rakyatnya dan diakibatkan juga oleh kematian Hu Yaobang, sekretaris jenderal partai yang mengundurkan diri.Â
Hu dipandang sebagai seorang yang berpikiran liberal dan dipaksa mengundurkan diri dari posisinya oleh Deng. Meskipun pada saat itu Deng didukung oleh banyak pihak termasuk mahasiswa yang pada saat itu Deng mengusulkan dan mengaplikasikan "ekonomi pasar sosialis".Â
Namun, sistem ekonomi itu nyatanya hanya memperlebar jurang antara orang kaya dan orang miskin di China, maka timbulah gejolak ekonomi dan juga politik yang memicu aksi demontrasi secara besar-besaran oleh mahasiswa.Â
Mirip dengan tragedi Mei 1998 di Indonesia yang memakan korban mahasiswa, Tragedi Tiananmen ini pun bahkan lebih banyak memakan banyak korban meninggal dan sebab kematiannya pun sangat sadis yaitu dilindas oleh Tank-Tank militer yang berupaya mengusir agar membubarkan diri tetapi semua itu tidak digubris dan sampailah kepada pembantaian massal.Â
Tragedi Mei 1998 di Indonesia dengan Tragedi Tiananmen memang serupa tapi tak sama. Hal serupa yang dimaksud yaitu sama-sama pergerakan mahasiswa yang menginginkan pembaharuan dan perbaikan iklim ekonomi maupun politik ke arah yang lebih baik. Dan yang dimaksud tak sama yaitu pasca terjadinya tragedi atau pergerakan itu memiliki hasil yang berbeda.
Saat ini China sebagai negara komunis terbesar telah meliberalisasikan ekonominya demi kemakmuran rakyatnya, ini menarik karena China merupakan satu-satunya negara yang mamadukan sitem politik komunis dengan sistem ekonomi yang liberal, ini buah dari kecerdasan masyarakat China dan semangat mereka untuk maju serta dirangkai dengan hukum yang ideal.Â
Sebaliknya, pasca-tragedi Mei 1998 di Indonesia, hanya ditandai dengan runtuhnya rezim Orba dan adanya kebebasan masyarakat serta sistem politik yang lebih demokratis dibanding zaman Orba.Â
Setelah itu bangsa ini mengalami krisis moral yang akut, korupsi menjamur, hukum lemah, kemiskinan yang menjadi-jadi, hutang menumpuk dan lainnya seperti yang kita rasakan sekarang.Â
Di dalam tulisan ini, saya tidak bermaksud mendiskreditkan atau memandang jelek negara kita, tetapi setidaknya bangsa ini bisa menjadi lebih baik dengan belajar dari pengalaman negara lain dan juga pengalaman dari para pejuang kita yang telah merebut kemerdekaan bangsa ini dari tangan penjajah.Â
Jangan sia-siakan perjuangan mereka.Â
Nurulloh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H