"SAYA WNI ASLI,
KENAPA LAUT KAMI DISITA"
Pada pertengahan November 2017 sekelompok nelayan di Baran, Pulau Karimun merasa resah. Pasalnya wilayah laut tempat mereka puluhan tahun mencari nafkah, akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun. Sekitar 50 nelayan harus meninggalkan laut dan bibir pantai Kuda Laut, Â Baran tersebut. Masyarakat nelayan mempertanyakan, bagaimana mungkin wilayah laut yang merupakan milik negara dan tempat mereka selama lebih kurang 40 tahun berusaha, bisa diberikan begitu saja kepada seorang pengusaha untuk menjadi milik pribadi. Kejadian inipun tanpa melibatkan pihak RT, Lurah dan tokoh masyarakat setempat.
Di negara kapitalisme, hal yang serupa bukan tidak mungkin bisa berulang lagi pada waktu dan tempat yang berbeda.Dalam sistem kapitalisme, negara hanya berlaku sebagai fasilitator. Seseorang boleh - boleh saja membeli dan menguasai gunung, laut atau pulau sekalipun, asalkan mampu membayar. Tentu saja hal ini sangat merugikan masyarakat kebanyakan. Berlakulah sistem yang mengabaikan kesejahteraan masyarakat luas.
Dalam sistem Islam, laut tidak dapat menjadi milik pribadi. Melainkan termasuk milik umum yang kewenangan pengaturannya dilakukan oleh negara sebagai peri'ayah/pengurus masyarakat.
Sungguh masyarakat rindu akan keadilan yang haq dari Sang Pencipta, Sang Pengatur dan Pemilik Alam yang hakiki, yang hanya bisa diperoleh dengan diterapkannya syari'at Islam secara kaffah di seluruh negeri. Wallahu a'lam..
Vivi - IRT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H