Perpu Ormas : Pemerintah Melanggengkan Kerusakan
Oleh : Rieni Trinanda
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No.2 Tahun 2017 tentang Ormas akhirnya disahkan oleh DPR sebagai undang-undang melalui Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 24 Oktober 2017.
Rapat Paripurna ini sendiri dihadiri 445 anggota saat diputuskan akan diambil kesepakatan berdasarkan voting. Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang memimpin rapat mengatakan ada 314 anggota yang setuju dari 445 anggota tersebut. Sehingga, Fadli Zon pun mengetuk palu bahwa Perppu Ormas disepakati akan menjadi undang-undang. Â "Dengan mempertimbangkan berbagai catatan maka paripurna menyetujui Perppu nomor 2 nomor 2017 tentang Ormas menjadi undang-undang," ujar Fadli seraya mengetok palu.
Kehadiran Perppu Ormas, yang kini menjadi undang-undang itu sendiri memicu polemik di kalangan rakyat. Sejumlah kelompok menilai aturan tersebut menjadi alat kesewenang-wenangan pemerintah untuk membubarkan ormas, terutama berbasis agama.
Dengan disahkannya perpu ormas no 2 tahun 2017, sepertinya pemerintah menghiraukan balas budi terhadap ormas-ormas, khususnya Ormas Islam. Dimana adanya ormas-ormas Islamlah yang mampu membina rakyat dalam menjaga moralitas. Baik lembaga-lembaga pendidikan, kajian Islam baik online maupun offline, ataupun Lembaga Dakwah Kampus yang memang beberapa diasuh oleh ormas islam,
Salah satu contoh, dari data yang diperoleh dari Republika daan Wikepedia.
Jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah mencapai lebih dari 10 ribu, tepatnya 10.381. Terdiri dari TK, SD, SMP, SMA, pondok pesantren, dan perguruan tinggi. Â Untuk TK atau PTQ berjumlah 4623; SD/MI 2.604; SMP/MTS 1772; SMA/sMK/MA 1143; Ponpes 67; dan perguruan tinggi 172. Keseluruhan amal usaha yang dimiliki Muhammadiyah dalam bidang pendidikan ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia dari Aceh hingga papua.
Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) merupakan wadah silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus (LDK) se-Indonesia. Saat ini lebih populer dengan sebutan Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus Indonesia (FSLDKI). Sifat keanggotaan FSLDK terbuka, artinya setiap LDK berhak bergabung dengan FSLDK. Jaringan FSLDK sudah tersebar luas di seluruh nusantara. Mulai dari ujung Sumatra hingga Papua. Hingga kini keanggotaan FSLDK mencapai 860 LDK.
Sungguh disayangkan kebijakan pemerintah yang mengesahkan Perpu Ormas no 02 taahun 2017. Karena dinamika pendidikan di indonesia ini digawangi oleh Ormas Islam yang tumbuh di Indonesia dengan bertujuan menjaga moralitas suatu bangsa yang dijunjung oleh bangsa Ini. Meengingat, lunturnya budi pekerti massyarakat dewasa ini dikarena dinamisasi budaya asing yang memang sudah lama masuk di Indoenesia.
Bukan hanya itu saja, yang berbahayanya ada maksud-maksud tertentu disahkannya perpu ormas no 2 tahun 2017. Sebaagaimana pernyataan yang terucao dari Mendagri pun mendapat soroton, dimana ada makna yang tersembunyi dibalik adanya perpu ormas ini.
Dalam pidato tersebut, Tjahjo menyampaikan dua poin terkait pengesahan Perppu Ormas menjadi Undang-undang. Berikut penggalan pidato Tjahjo di hadapan anggota DPR dalam rapat paripurna, Selasa (24/10):
"Pimpinan dan bapak ibu anggota dewan yang kami hormati, mohon izin kami tidak membacakan secara keseluruhan pandangan daripada pemerintah. Ada dua poin: Yang pertama, mencermati gelagat dan perkembangan dinamika yang ada, yang telah kami paparkan dan kami tayangkan dalam rapat kerja di komisi. Dua, banyak dan ada ormas yang dalam aktivitasnya yang ternyata mengembangkan faham atau mengembangkan ideologi dan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, dan hal ini tidak termasuk dalam faham Atheisme, Komunisme, Leninisme, Marxisme yang berkembang cepat di Indonesia".
"Kalimat-kalimat yang diucapkan Mendagri di atas mengandung makna ganda," kata Yusril dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (26/10).
Yusril menambahkan, masing-masing makna tersebut mempunyai implikasi yang berbeda. Makna pertama, konsekuensinya Pemerintah harus menunjukkan organsisasi mana saja yang dikatakan "banyak dan ada" yang mengembangkan ajaran dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. "Selain Hizbut Tahrir Indonesia yang telah dicabut status badan hukumnya dan dibubarkan oleh Pemerintah," lanjut dia.
Sedangkan makna kedua, bahwa paham atheisme, komunisme, leninisme dan marxisme, berkembang cepat di Indonesia. Ini berarti Pemerintah membenarkan sinyalemen beberapa tokoh seperti Kivlan Zen dan Taufiq Ismail yang mengatakan bahwa paham komunis kini hidup kembali di tanah air.
"Sementara paham itu dilarang oleh hukum positif Indonesia. Lantas mengapa Pemerintah membiarkannya?," tutur Menteri Hukum dan Perundang-undangan di era Kepresidenan Megawati Soekarnoputri ini.
Tentu, makna ganda ini sangat meresahkan beberapa masyarakat yang sadar akan bahayanya Ideologi komunisme yang dibiarkaan berkembang biak di Indonesia. Ingatlah, peran ulama yang tergabung dari ormas islam pula lah yang menyelamatkan masyarakat dari ideologi komunisme. Jika pemerintah membiarkannya? Berarti ini sama saja pemerintah menyetujui berkembangnya komunis di negeri ini. Ormas Islam pun sudah tidak bisa lagi menyuarakan kebenaran untuk kesejahyeteraam dan keamanan masyarakat, jika pemerintah benar-benar melindungi paham ideologi komunis ini. Sehingga, kerusakan-kerusakan tidak terelakan lagi. Kediktatoran gaya komunis pun akan berkuasa dan membentuk pemerintahan yang ekslusive, enggan dikoreksi oleh rakyat. Sehingga rakyat lah yang kembali menjadi korban dari kebijakan-kebijakan yang hanya bertalian kepentingan-kepentingan penguasa, asing dan aseng.
Berbeda sekali dengan kehidupan Islam. Islam justru melestarikan ormas-ormas yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan bersama dengan adanya aktifitas mengoreksi penguasa. Keharusan adanya Ormas yang mengontrol dan mengoreksi penguasa(muhasabah al-hakim), ini terdapat sejumlah dalil yang mengharuskan adanya muhasabah al-hakim ditengah-tengah masyarkat. Muhasabah al-hakim ini diambil dari perlakuan khusus Rasulullah saw. Terhadap orang-orang tertentu di antara para sahabat Beliau untuk meminta masukan dari mereka. Hal ini pun enar-benar terealisasi pada masa Khulafaur Rasyidin. Sebagaimana perlakuan khusus Abu Bakar terhadap beberapa orang dari dari kaum Muhajirin dan Anshar untuk menjadi rujukannya dalam meminta pendapat. Sehingga kebijakan yang terlahirpun kebijakan yang mementingkan kemaslahatan bersama, bukan kemaslahatan segilintir orang yang duduk di singgasana kekuasaan.
Wallahu 'alam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H