Akhirnyaa kami hanya membeli sebungkus nasi untuk disantap bersama. Para jamaah shalat yang melewati teras mesjid pun terheran-heran melirik nafsu dan selera makan malam kami walau hanya dengan satu nasi bungkus.Â
Setelah berkomunikasi dan memberikan sedikit pengertian kepada pengurus mesjid, akhirnyaa kami pun diizinkan untuk menginap. Dengan ketentuan, kami hanya dapat tidur di bagian luar masjid karena pintu mesjid tetap akan ditutup.Â
Bukan jadi persoalan bagiku. Karena sejatinya para petualang adalah mempertaruhkan mental, ego, dan nafsunya hingga tanpa batas tertentu.Â
Darisinilah, tiitk awal petualang telah dimulai. Hingga waktu subuh pun menyapa, kami pun bergegas untuk mandi dan melaksnakan shalat subuh berjamaah. Misi berbagi pada hari itu adalah menawarkan para pedagang yang berjualan di sekitar untuk mencuci piring kotor dan mengutip sampah di sekitar alun-alun. Â
Hati tak bisa dibohongi ujarku pada teman. Walau sebenarnya kami berharap besar  agar dengan mencuci piring kotor, pedagang menawarkan sarapan gratis untuk kami.Â
Mungkin inilah sisi yang mungkin harus kami intropeksi bahwa setiap uluran tangan tidak baik untuk mengharap imbalan. Seakan pedagang tersebut mengetahui isi hati, setelah berberes dan mencuci piring kotor tersebut, akhirnyaa kami ditawari sarapan yang karena kondisi lapar saat itu nikmatnya terhitung tiada tara.Â
Misi membersihkan alun-alun dari sampah pun terlaksana dengan lancar. Sembari mengutip sampah di sekitar alun-alun pun, kami mengakali dengan turut berjualan baju.Â
Di sinilah saya mengutip sebuah hikmah, bahwa kebanyakan orang yang akhirnyaa membeli dagangan kami adalah orang yang dari segi financial bisa dikatakan biasa-biasa saja atau malah berkecukupan.Â
Padahal, rata-rata mereka yang tertarik membeli dagangan kami pun, saya pikir tidak terlalu butuh dan tertarik dengan baju sederhana yang kami jual dan harga selangit yang kami tawar. Justru dari mereka yang kami pandang berlebih dari segi financialnya, malah melakukan penolakan secara mentah-mentah. Bukan menjadi persoalan yang serius bagiku dan temanku saat itu, hanya mengedepankan prasangka baik bahwa mungkin ada setumpukan kerjaan yang harus dia kejar hingga harus terburu-buru dan tak ingin berkomunikasi panjang.
Tak ingin berlama-lama mengukir kisah di Kota Purworejo, misi menuju Banjar pun harus segera dilaksanakan. Loby ala mahasiswa walau tata kalimat berlepotan pun selalu kami coba saat memulai perjalanan baru.Â
Kali ini, karena memang kondisi penumpang tujuan kota Banjar tidak terlalu padat akhirnyaa membawa berkah. Dengan penjelasan misi dilaksanakan perjalanan ziarah berbagi, supir pun tampak tak keberatan untuk mengurangi biaya transport. Hingga tiba di Banjar di malam hari pun seakan tak sadarkan diri.Â