Belajar mencintai, mungkin itu yang terbaik. Yang jadi pilihan aku sekarang. Pepatah Jawa mengatakan "tresno jalaran saka kulino" atau (cinta karena  terbiasa).  Mungkin ada benarnya. Atau justru malah benar, terutama bagi yang sudah mengalaminya.Â
Berawal dari keadaan yang sama, broken heart. Kamu dan aku mulai saling mengenal.Â
Menjadi rekan di tempat kerja yang sama menjadi alasan dan sebab utama hubungan kita semakin dekat.
Posisi duduk kita yang cuma berjarak lima langkah di ruang kerja, semakin memperkuat alasan. Arrrrghhh....jadi teringat lagu  itu ya, pacarku lima langkah kalau gak salah, kenapa kebetulan begini.Â
Maybe jodoh. Â Huft...tapi aku tidak mau menjudge lebih dulu. Mendahului kehendak Tuhan. Biar saja semua berjalan seperti air mengalir. Daripada sakit hati. Lagi. Seperti cerita masa laluku.Â
Yang jelas, jarak lima langkah itu yang semakin menyuburkan rasa. Setiap saat bisa menatap,memandang, yah kalau tidak ketahuan. Sering kali aku cuma mencuri-curi pandang.Â
Sedang kamu, sepertinya lebih maju selangkah ketimbang aku. Kamu lebih ekspresif menunjukkan perasaan. Tidak malu-malu seperti aku. Mungkin karena itu juga, aku jadi diam-diam suka diperhatikan. Olehmu.Â
"El, ntar makan bareng, yuk! " , ajakmu.Â
"Boleh... ", balas ku.Â
Tidak ada alasan juga aku menolak. Ternyata hubungan tanpa ada rasa apapun membuat kita nyaman. Tidak kikuk atau salting. Setidaknya begitu yang aku rasakan. Berbeda sekali dengan hubungan di masa laluku.
Ahhhh....masa lalu lagi. Sebenarnya aku tidak mau mengingatnya lagi. Apa benar masa lalu dan pengalaman adalah guru yang terbaik? Aku jadi ragu. Karena setiap langkahku selalu aku bandingkan dengan masa laluku. Seolah dia menjadi bayanganku. Aku susah move on.Â
Tapi seiring berjalannya waktu, mungkin karena perhatianmu, aku merasa ada sesuatu yang sudah mengisi hatiku. Menghiasi hari-hariku. Saat aku melihatmu, bertemu denganmu, rasanya seperti ada kupu-kupu berterbangan.Â
Hingga pada hari itu, masih segar di ingatanku, malam minggu, hari pertama di bulan pertama tahun 2023, kamu dengan gentleman mengungkapkan perasaanmu.Â
"Elisa Maharani, would you be my girlfriend?", katamu.Â
Aku bingung harus menjawab apa. Tersanjung, tentu saja. Baru kali ini ada cowok dengan berani mengungkapkan isi hatinya padaku. Harapanku, yang mengatakan itu adalah orang yang aku sukai.Â
Apa aku tidak menyukai Rangga Pratama?Arrgghh...aku tidak tahu. Pertanyaan itu yang sedang berkecamuk  di pikiranku sekarang. Dan aku sulit mencari jawabannya.Â
"Elisa, apa kamu nerima aku?", Rangga mengulangi pertanyaannya.Â
Aku masih diam. Bingung. Menjawab iya atau tidak. Kalau tidak, aku rasa aku membohongi diriku.Â
Aku merasa nyaman berteman dengannya selama ini. Lalu apa aku harus menjawab iya ?Â
"Elisa, kasih jawaban, please ! Yes or no ? aku tunggu jawabanmu ", ulang Rangga lagi.Â
Tipe tegas seperti ini yang sebenarnya aku sukai. Semua butuh kepastian, sama seperti aku, Rangga juga tentunya. Akhirnya aku tetapkan hati dan memutuskan mengucapkan,Â
"Beri alasan kenapa aku harus nolak kamu, Rangga?", ucapku.Â
"Aku memang belum yakin sama perasaanku, tapi aku rasa aku gak akan bilang tidak", lanjutku.Â
Rangga tersenyum. Menunjukkan lesung pipinya yang manis. Dan apa yang dia katakan selanjutnya, menjadi alasan yang tepat bagi aku untuk berkata iya di kemudian hari.Â
"Terima kasih, El. Berarti aku gak di tolak kan?", yakinnya. Aku mengiyakan.Â
"Okay....kita  belajar saling mengenal lebih dulu, biarkan hubungan kita mengalir  apa adanya. Aku akan menunggu saat itu, El. Saat kamu sudah yakin pada perasaanmu", ucapmu.Â
Hari-hari berlalu. Â Dan benar, sepertinya aku semakin yakin pada perasaanku. Tingkah lakunya yang dewasa dan selalu memberi perhatian, mengikis rasa gamangku. Ketidakyakinanku.Â
"Ehh... El, Rangga gak masuk hari ini", ucap temanku. Entah kenapa tubuhku seketika lemas. Aku jadi gak semangat kerja. Cuma mendengar kalau dia tidak masuk kerja. Itu berarti aku tidak bisa bertemu dengannya.Â
"Kena aku kerjain.... itu pangeranmu datang !", ucap temanku lagi.Â
Dasar rese ! Batinku.Â
Ya Allah........kenapa hatiku merasa berbunga sekali ? Tiba-tiba langsung bersemangat. Serasa ribuan kupu cantik berterbangan di depan mataku.Â
Kulihat dia masuk ke ruangan dan tatapan pertamanya tertuju padaku, pandangan kita bertemu.Â
Deggg.....hatiku berdebar keras. Tidak bisa aku pungkiri hatiku bersorak saat melihat sosoknya. Yuhuuuu.... dia datang ! Girangku dalam hati.Â
Seperti biasa, tanpa kuminta dia selalu memberi perhatian lebih. Dia tipiskan jarak lima langkah itu dan menyapaku.Â
"Maaf ya aku telat tadi, Â ngantar ibu berobat dulu", ucapmu.Â
Aku harus bilang apa ? Dia gak salah, kenapa harus minta maaf ? Selalu begitu. Dia selalu memberi tahu apapun yang menjadi kebimbanganku sebelum aku bertanya. Sebelum aku salah paham. Dia bisa menenangkanku. Sepengertian itu kamu Rangga Pratama.Â
Ini juga yang mungkin jadi salah satu pertimbanganku. Paling tidak memperkuat hatiku untuk belajar..... mungkin mencintainya.Â
Dan perasaan itu makin lama makin tumbuh dan berkembang. Tingkah laku, pengertian dan kesabaranmu membuat aku lama-lama  jatuh hati. Iya.... aku katakan, aku telah berhasil belajar mencintaimu.Â
Dan aku yakinkan hati saat kamu bertanya padaku,Â
"Will you marry me, Elisa Maharani? "
Dengan yakin dan tegas aku menjawab,Â
"Yess.....Rangga Pratama, I will ".
Kediri, 18 Oktober 2023
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H