Hari sudah cukup larut waktu itu. Setelah berputar-putar  selama hampir tiga jam, baru kita mendapatkan tugas yang dicari.  Ternyata semua mahasiswa diberi tugas yang sama, jadi barang yang dicari menjadi barang langka. Butuh waktu lama, berpindah dari toko satu ke toko lainnya, hingga hampir jam sepuluh malam kita baru jalan pulang.Â
"Jangan ngebut, Tara, aku takut.! " , kataku sambil berpegang pada jok motor yang kosong di antara kamu dan aku.Â
Kamu tergelak.Â
"Don't worry, Elisa, kita akan baik-baik aja! ", Â ucapmu meyakinkan.Â
****
"Elisa......bersiaplah, sayang!", suara ibuku membuyarkan lamunan.Â
"Iya, Bu ! ", jawabku.Â
Aku seka air bening yang tiba-tiba jatuh tanpa ijin di pipi. Masih kuingat jelas sampai sekarang kata-kata yang sering kamu ucapkan saat kita bersama kala itu, "Kita akan baik-baik aja", tapi buktinya aku tidak baik-baik saja Tara Dipta. Aku sakit sekarang. Hatiku sakit.Â
Beberapa menit yang lalu aku lihat di akun medsosmu, kamu posting acara pertunangan. Aku harap itu bukan kamu. Tapi aku salah. Photo yang terpampang itu adalah kamu, tengah menyematkan sebuah cincin di jari manis seorang perempuan.Â
Apa aku baik-baik saja, seperti katamu ? Tentu saja tidak. Aku lihat kamu tersenyum bahagia di sana. Aku ikut berbahagia juga buat kamu. Berusaha mengikhlaskan. Karena kita bukan apa-apa. Bukan siapa-siapa. Dan tidak ada hubungan apa-apa.Â
Memang salahku, salahkan kepicikanku, ketidakberanianku untuk mengungkapkan perasaan. Aku hanya seorang perempuan. Yang bisa menunggu, menantikan kepastian. Dan sungkan untuk memulakan.Â