Apalagi  saat kamu bertanya.Â
"Do, Â kalau aku bener jadian sama Ilham kamu setuju nggak? "
Enggak. Fix itu jawaban aku. Â Tapi jelas saja aku tidak seberani itu untuk bicara to the point padanya. Kita cuma sahabat, aku tidak berhak melarangnya berhubungan dengan siapapun, Â termasuk dengan Ilham.
"Kamu cinta sama dia? ", tanyaku balik. Â
Gadis cantik yang sudah jadi karibku selama hampir dua tahun itu nampak bingung. Aku pun menunggu dengan perasaan harap-harap cemas jawaban yang keluar dari bibirnya. Â
Kalau dia bilang cinta Ilham, pupus sudah harapanku. Â Lalu perlahan dia menggeleng.
"Aku nggak tahu."
Sedikit lega perasaanku, hanya sedikit. Karena aku masih menahan sesuatu yang seharusnya aku ucapkan, Â tapi belum juga bisa tersampaikan. Â Lidahku serasa kelu.
Hubungan sahabat yang tiba-tiba di bumbui perasaan lain memang rumit. Â Aku jadi serba salah. Â Mau ngomong susah, enggak ngomong makan hati. Â Dilema.Â
Akhirnya aku tetapkan hati. Aku akan tebalkan telinga dan wajahku. Aku akan terus terang pada Rani. Â Iya... malam minggu ini aku akan mengatakan isi hatiku. Â
Malam minggu yang cerah. Â Tapi tidak secerah perasaanku. Â Karena terus terang jantungku berdebar kencang. Dan debaran itu semakin menggila saat langkah kakiku sampai di depan kos Rani.Â