Ahmad menengadahkan tangannya, memohon pada yang Maha Kuasa. Air bening itu  jatuh berlinang membasahi pipinya. Â
Dia bukan lelaki cengeng yang dengan mudah mengalirkan air mata, Â tapi melihat ibunya terbaring di rumah sakit dia tidak bisa menahan luruhnya air bening itu.Â
Di atas sajadah yang sudah sedikit usang pemuda itu memohon.Â
"Ya Allah, Â Hamba percaya bahwa kehendak-Mu adalah yang terbaik. Â Tapi kalau manusia hina dan penuh dosa ini boleh meminta, tolong berikan kesembuhan untuk ibu. Berikanlah kesempatan kepada hamba untuk berbakti kepadanya."Â
Pemuda itu bersujud, Â menangis pilu di hadapan sang Pencipta. Â
Hingga sebuah suara lembut membuatnya bangkit dari sujudnya.Â
"Ahmad, apakah  itu kamu, Nak? ", sapaan lembut itu begitu merdu di telinga pemuda itu.  Bagaikan oase di tengah gersangnya padang pasir. Â
Ibunya yang sudah dua hari tidak sadarkan diri sekarang sudah bangun dan Ahmad bisa mendengar lagi suara yang sangat dirindukannya itu. Â Â
Ahmad merasa sangat berdosa karena selama ini meninggalkan ibunya untuk bekerja di kota. Â Apalagi saat mendengar ibunya jatuh pingsan, Â seketika perasaan takut meliputinya.Â
Akankah dia masih  punya kesempatan kedua? Â
Akankah dia bisa melihat senyum ibunya lagi? Â