Dalam kondisi serba sulit namun penuh optimisme, Mia berjuang melawan penyakitnya, dan berjuang meggapai impiannya. Sementara orang orang disekelilingnya sangat mencemaskan kondisinya. Ada yang mendukung nya teater, dan ada yang pula yang lebih mengutamakan kesehatannya agar dijadikan prioritas.
Hampir sepanjang film ini, separuhnya adalah adegan di pentas teater, sebagian lagi di rumah sakit, dan sisanya adegan di rumah keluarga Raja Abdinegara. Semakin mendekati akhir cerita, alur dalam cerita film semakin meremas remas perasaaan penonton, ditambah adegan konflik keluarga antara Mia dengan ayahnya, Mia dengan Maia, dan Mia dengan kekasihnya, David. Â Beberapa penonton perempuan saya lihat menumpahkan emosinya dengan menangis, dan sebagian lagi menonton dengan mata berkaca kaca.
Film ini penuh dengan surprise, syarat dengan perjuangan, ambisi, dan citacita, dengan dibumbui kisah asmara yang memberi nuansa aura tersendiri.
Bagaimana ending ceritanya? Apakah impian Mia untuk mementaskan teater bakal terwujud?, apakah Mia bisa melewati masa kritis dengan selamat, atau justru mengalami cacat permanen karena seringnya melakukan kemotherapi? atau malah meninggal sesuai prediksi medis mengenai sisa usia Mia?.
Silakan saksikan ending ceritanya di film garapan sutradara Adilla Dimitri dan diproduseri oleh Wulan Guritno, I’am Hope.
[caption caption="Enakan nonton rame rame, beli tiket sekalian"]
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H