Mohon tunggu...
Nurul Hidayat
Nurul Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - It's a wonderful life

Betapa sedikitnya pengetahuan kita tentang hidup, diri kita, dan dunia di sekitar kita.

Selanjutnya

Tutup

Metaverse Artikel Utama

Metaverse dan Model Perkuliahan Masa Depan

29 April 2022   20:20 Diperbarui: 30 April 2022   06:27 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dunia Nyata dan Virtual Menjadi Satu dengan Metaverse. Foto: Shutterstock.

Pandemi Covid-19 telah mengubah cara belajar dan mengajar di seluruh dunia. Di era sebelum virus ini memporakporandakan tata kehidupan manusia, pembelajaran daring seolah susah sekali diterapkan. Semua mata kuliah notabene dijalankan secara tatap muka di dalam kelas.

Saya masih ingat, banyak program atau pelatihan yang diselenggarakan oleh universitas untuk mendorong para dosen menerapkan perkuliahan daring berbasis Moodle. Baik itu menggunakan platfrom e-learning yang disediakan oleh kampus atau yang tersedia untuk umum seperti Edmodo. 

Saat itu, blended learning, sebuah teknik pembelajaran yang menggabungkan aktivitas tatap muka dan pembelajaran daring, digadang-gadang sebagai salah satu terobosan yang menjanjikan untuk pelaksanaan pendidikan tinggi masa depan.

Tetapi, ketika virus Corona dinyatakan sebagai pandemi. Banyak negara menerapkan aturan lock down. Semua aktivitas yang bersifat berkumpul tidak diizinkan. Termasuk di dalamnya sekolah dan kuliah. 

Semua peserta didik beserta dengan guru dan dosen tidak boleh bertatap muka. Karena pendidikan harus terus berjalan, maka pembelajaran daring adalah konsekuensi logis di tengah pandemi Covid-19.

Saat ini, dosen dan mahasiswa sudah terbiasa dengan pembelajaran yang total dalam jaringan. Melampaui paradigma blended learning. Pandemi Covid-19, di sisi lain, telah mempercepat civitas akademika kampus untuk memaksimalkan teknologi digital di dasawarsa ke-3 abad-21 ini. Luar biasa!

Evolusi Pembelajaran Daring di Perguruan Tinggi Pasca Covid-19

Perguruan tinggi memikul tugas besar sebagai kiblat jenjang pendidikan di bawahnya. Oleh sebab itu, dosen mengemban Tri Dharma Perguruan Tinggi sebagai tugas utamanya. Selain mengajar, dosen wajib melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. 

Untuk dosen-dosen dengan bidang keahlian pendidikan, salah satu tugas yang sifatnya fardhu 'ain bagi mereka adalah melakukan penelitian tentang tren pendidikan abad-21. Kemudian hasil penelitian itu diimplementasikan dalam perkuliahan dan modelnya disebarluaskan ke sekolah-sekolah.

Selama dua tahun terakhir, pembelajaran daring telah menjadi norma baru dalam dunia pendidikan tinggi. Penggunaan Zoom, Google Meet, Webex, Google Classroom, Edmodo, dan beragam jenis aplikasi yang mendukung pembelajaran daring lainnya telah mencuat keterpakaiannya. 

Kapasistas jumlah mahasiswa sekarang menjadi lebih banyak untuk mengikuti mata kuliah. Bahkan, mata kuliah itu dapat dijangkau oleh siapapun di seluruh penjuru dunia ini, asal terhubung dengan internet.

Pengalaman mahasiswa selama dua tahun terakhir ini dalam konteks mengikuti kuliah di kampus-kampus lain menjadi sangat banyak. Karena di samping tuntutan kebijakan Merdeka Belajar yang mengharuskan mahasiswa untuk mengikuti kuliah di luar prodi dan kampus mereka, fasilitas pembelajaran daring selama pandemi mendukung mereka untuk mengambil mata kuliah luar prodi di mana saja. Bahkan sampai ke kampus-kampus luar negeri.

Namun demikian, interaktivitas sosial menjadi satu celah besar dalam pembelajaran daring. Celah ini kita perlu pertimbangkan. Di dalam kelas konvensional, mahasiswa duduk dalam satu kelas yang sama. Dosen bisa dengan leluasa memfasilitasi mahasiswa untuk berinteraksi antara satu mahasiswa dengan mahasiswa yang lain. 

Interaktivitas sosial di dalam kelas itu bisa dipantau oleh dosen secara langsung. Proses perkuliahan secara konstruktivisme sosial dapat dengan mudah diimplementasikan di dalam kelas konvensional.

Ketika moda perkuliahan bergeser dari kelas tatap muka ke kelas virtual muncul satu isu krusial, bagaimana para mahasiswa dapat berinteraksi satu sama lain layaknya mereka berinteraksi di dalam kelas nyata?

Metaverse sebagai Platform Perkuliahan Baru di Perguruan Tinggi

Jawaban logis yang dapat diusulkan atas pertanyaan di atas adalah kebutuhan terhadap platform yang dapat memfasilitasi perkuliahan di dunia virtual semirip mungkin dengan di dunia nyata, atau bahkan melebihi itu. Metaverse nampaknya adalah terobosan baru yang bisa menjawab persoalan ini.

Beberapa tahun sebelum pandemi Covid-19 melanda, perkuliahan di kampus sudah mulai mendalami penerapan teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR). 

Banyak dosen yang telah mengembangakan AR untuk memfasilitasi mahasiswa melihat simulasi dan bagian-bagian paling rinci sebuah objek, dari yang ukuran mikroskopis seperti bakteri hingga makroskopis seperti bumi. 

VR pun juga telah dikenalkan di ruang-ruang kelas untuk mahasiswa bisa bereksperimen secara virtual dengan bantuan headset yang terpasang di kepala mereka.

Nah, metaverse akan menggabungkan dua teknologi itu sebagai manifestasi evolusi teknologi digital. Dengan metaverse, pengguna bisa membuat konten digital dan memiliki properti di dunia virtual. 

Masing-masing pengguna direpresentasikan oleh avatar. Setiap pengguna akan memiliki avatar yang unik. Avatar yang identik dengan fisik pengguna di dunia nyata.

Lingkungan di metaverse juga dapat dibuat serupa dengan lingkungan di dunia nyata. Menariknya lagi, setiap avatar bisa berinteraksi dengan avatar yang lain layaknya setiap orang berinteraksi satu sama lain di dunia nyata.

Inilah keunggulan metaverse, terciptanya interkonetivitas sosial dalam dunia virtual. Terobosan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Interkonektivitas sosial dalam metaverse ini akan menjawab pertanyaan tentang bagaimana mahasiswa dapat berinteraksi satu sama lain layaknya mereka berinteraksi di dalam kelas nyata. Dengan metaverse, kuliah daring akan terasa sehidup kuliah tatap muka di ruang kelas.

Semua Pihak Harus Berjalan Beriringan

Mumpung teknologi metaverse ini masih dikembangkan, maka semua pihak perlu bersinergi demi efisiensi capaian tujuan dari teknologi baru ini. Khusus dalam bidang pendidikan, penelitian-penelitian terkait adalah sangat urgen sifatnya. Kemenristekdikti perlu memberikan ruang khusus untuk para dosen meneliti semua aspek yang relevan dengan perkuliahan metaverse di Indonesia.

Semua data yang menjawab problem terkait kesiapan kampus, dosen, mahasiswa, dan semua pemangku kepentingan perlu dikuak. Kajian teoritis tentang bagaimana model pemkuliahan yang paling efektif untuk menyongsong metaverse perlu dieksplor.

Bagaimana menyiapkan sisi psikologis dan sosial dosen dan mahasiswa dalam perkuliahan metaverse juga tidak boleh ditinggalkan. Bagaimana aspek sosiokultural dan kearifan lokal mendukung implementasi perkuliahan metaverse menjadi urgen untuk dijawab.

Bagaimana strategi menanamkan ideologi Pancasila kepada mahasiswa metaverse perlu dikaji. Semua checklist perlu dipertimbangkan. Dan yang tidak kalah penting, pihak pengembang (developer) aplikasi digital berbasis metaverse harus berbesar hati menerima masukan yang berbasis pada hasil penelitian untuk menyempurnakan platform metaverse yang dikembangkan. 

Dengan demikian, perkuliahan metaverse akan menjadi paradigma perkuliahan baru yang dapat menghasilkan manusia Indonesia unggul dengan karakter Pancasila yang tetap kokoh. Bukan sekadar euforia terhadap kecanggihan teknologi metaverse.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Metaverse Selengkapnya
Lihat Metaverse Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun