Mohon tunggu...
Nurul Hidayah
Nurul Hidayah Mohon Tunggu... Relawan - Jejak Pena

Menulislah, karena menulis itu abadi. Tinggalkan jejak kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah Cahaya

9 Januari 2024   14:30 Diperbarui: 9 Januari 2024   14:41 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dunia perkuliahan menyuguhkan banyak tantangan sekaligus peluang bagi mahasiswa. Selain kegiatan belajar di dalam kelas, juga banyak unit kegiatan mahasiswa dan kegiatan organisasi yang hadir di lingkungan kampus. Semester tiga adalah masa-masanya mahasiswa mencari pengalaman dengan bergabung dalam organisasi kampus. Ida adalah salah satu mahasiswa yang aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan, Himpunan Mahasiswa Prodi, dan juga Kerohanian Islam Jurusan. 

Kegiatan organisasi yang diikuti oleh Ida cukup padat. Ada agenda besar tahunan yang yang menyita banyak waktu. Para anggota Hima sedang sibuk mempersiapkan Makrab Jurusan. Kepanitiaan Makrab telah dibentuk dan semua panitia sibuk menjalankan tanggung jawab masing-masing. Menjelang hari H panitia masih sibuk menyelesaikan dekorasi untuk acara bahkan beberapa di antara mereka menginap di kampus. Selain mempersiapkan kegiatan jurusan, para mahasiswa juga tengah mempersiapkan kegiatan ulang tahun prodi.

Begitulah keseharian Ida. Belajar di kelas, mengerjakan tugas, serta menggunakan sisa waktunya untuk bergelut di organisasi. Hingga suatu ketika takdir mempertemukannya dengan seorang sahabat yang perlahan mengubah jalan hidupnya. Saat adzan dzuhur dikumandangkan, Ida bergegas pergi ke musholla dekanat kampus ungu. Seperti biasa Ida duduk di sofa coklat, ia melepas satu per satu sepatu dan kaus kakinya sambil menunggu antrian untuk berwudhu.

Beberapa saat kemudian datang rombongan mahasiswa asing yang ikut mengantri. Baru kali ini Ida berjumpa dengan mahasiswa asing. Karena tidak ingin kehilangan momen spesial ini akhirnya Ida berkenalan dengan salah satu mahasiswa tersebut. Pasti mereka bisa diajak berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris meskipun wajah mereka lebih mirip orang Arab, begitu gumam Ida dalam hati. Namun siapa yang menyangka ternyata mahasiswa asing tersebut membalas pertanyaan Ida menggunakan bahasa Indonesia dengan aksen yang khas. Begitulah perjumpaan pertama Ida dengan Hawa abla, mahasiswi jurusan bahasa Inggris yang berkebangsaan Turki.

Seiring berjalannya waktu, persahabatan mereka semakin akrab. Mereka sering sholat bersama dan juga ke kantin bersama. Hawa abla adalah sahabat yang sangat baik dan berhati lembut. Pada suatu kesempatan, Hawa abla mengajak Ida untuk berkunjung ke asrama tempat tinggal para mahasiswa Turki. Di sana Ida berbincang bersama teman-teman Turki dan makan bersama mereka. Malam harinya Ida menginap di asrama dan dia juga mengerjakan tugas bersama Hawa abla. Kemudian pagi harinya Ida berangkat ke kampus bersama ablalar yang lain, karena kebetulan Hawa abla tidak ada jadwal kuliah pada hari itu. 

Suatu hari Ida dan Hawa abla duduk di bangku panjang ruang tunggu dekanat. Mereka saling bertukar cerita dan Ida pun sangat antusias menyimak cerita dari Hawa abla. Hawa abla menceritakan tentang rumah belajar untuk mahasiswa yang baru saja dibuka dan letaknya tidak jauh dari kampus. Saat itu Ida sudah tinggal di kost selama dua tahun lebih dan dia cukup tertarik dengan rumah belajar yang diceritakan oleh sahabatnya. Akhirnya mereka berdua sepakat untuk berkunjung ke rumah belajar minggu depan.

Setelah selesai kuliah Ida segera bergegas ke samping dekanat. Di sana sudah ada Havvanur abla yang ditemani oleh seseorang, mungkin orang tersebut mahasiswa juga pikir Ida. Ternyata seseorang yang menemani Hawa abla adalah mahasiswa fakultas MIPA yang bernama Warda abla. Mereka berdua yang akan menemani Ida untuk berkunjung ke rumah belajar. Setelah berbincang sebentar, akhirnya mereka bertiga segera berangkat menuju rumah belajar. Di sana mereka akan berjumpa dengan Andar abla dan beberapa teman lainnya.

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bisa sampai di rumah belajar. Kini ketiga mahasiswa ini telah berada di sebuah rumah yang cukup nyaman. Andar abla mempersilahkan mereka masuk dan segera menyiapkan teh hangat. Sementara Hawa abla memotong kue yang sudah dibawanya sejak di kampus tadi. Mereka pun berbincang santai sambil menikmati teh hangat dan muhallebi, nama kue yang dibuat Hawa abla.

Andar abla menceritakan tentang kegiatan di rumah belajar dan menginfokan bahwa di rumah tersebut sudah ada dua orang yang tinggal. Setelah merasa nyaman dan tertarik dengan program rumah belajar akhirnya Ida menerima tawaran untuk tinggal bersama Andar abla dan teman-teman. Program rumah belajar tidak jauh berbeda dengan program yang pernah Ida dapatkan saat tinggal di pondok pesantren. Semuanya teratur dan terjadwal, ada kegiatan mengaji al-Qur'an dan mengkaji buku-buku keagamaan. Ida sangat merindukan suasana pondok pesantren dan rumah belajar tersebut menjadi mini pondok pesantren bagi Ida.

Hari-hari yang ditunggu pun tiba, Ida datang ke tempat kost bersama Andar abla untuk berpamitan dan mengemasi barang-barang. Banyak sekali kenangan di tempat kost tersebut dan juga banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang Ida dapatkan. Setelah berpamitan Ida dan Andar abla pun kembali ke rumah belajar. Rumah tersebut ditempati oleh empat orang dan kemudian hari bertambah satu orang lagi, teman Hawa abla.

Ida sangat senang bisa tinggal di rumah belajar. Kegiatannya sangat teratur dan terjadwal dengan rapi. Para penghuni rumah belajar diharuskan pulang sebelum maghrib. Pagi sampai sore mereka belajar di kampus, kemudian malam harinya mereka melaksanakan program rumah belajar, sholat berjamaah, mengaji al-Qur'an, membaca buku, diskusi bersama, dan belajar bahasa Turki.

Setelah tinggal di rumah belajar, Ida dan teman-temannya masih mengikuti kegiatan organisasi. Mereka perlahan dilatih untuk bisa mengatur waktu dan menentukan prioritas, apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang sebaiknya ditinggalkan. Sehingga waktu yang mereka miliki bisa lebih bermanfaat dan tidak berlalu dengan sia-sia. Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya Ida memutuskan untuk menuntaskan kegiatan organisasi selama satu periode saja. Selanjutkan Ida mencoba untuk fokus belajar di kampus dan mengembangkan diri di rumah belajar.

Rumah belajar telah berpindah tempat tiga kali dan penghuninya juga semakin bertambah. Selain bergaul di kampus dan di rumah belajar, Ida dan teman-temannya juga aktif berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Salah satunya ikut mengajar mengaji di mushola dan membuka bimbingan belajar untuk adik-adik di sekitar rumah belajar. Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat untuk orang lain. Di rumah belajar ini, Ida dan teman-temannya mencoba untuk mempraktikkan hal tersebut.

Salah satu kegiatan yang selalu dinantikan di rumah belajar adalah kegiatan Reading Camp. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan saat liburan semester. Setelah menghabiskan waktu selama satu semester untuk belajar di kampus, liburan semester menjadi momen untuk mengisi ulang semangat dan memberi nutrisi untuk rohani. Kegiatan ini dimulai dengan sholat tahajjud dan kegiatan lain sampai malam hari sebelum tidur. Kegiatan ini meliputi sholat berjamaah, membaca al-Qur'an, membaca buku, diskusi buku, dan juga games. Selama beberapa hari penghuni rumah belajar akan mengikuti kegiatan Reading Camp bersama teman-teman dari beberapa kota.

Rumah belajar menjadi tempat tinggal sekaligus tempat belajar. Teman-teman di rumah belajar juga menjadi keluarga yang senantiasa mengingatkan pada kebaikan. Mereka memasak bersama, bersih-bersih bersama, dan melakukan banyak kegiatan secara bersama-sama. Jika ada teman yang sakit, teman yang lain akan menjaga dan merawatnya dengan tulus. Kebersamaan dan kekeluargaan tersebut terjalin sangat erat.

Rumah belajar adalah rumah cahaya, ia ibarat lentera yang menerangi kehidupan para penghuninya. Menjadi penunjuk jalan yang mengantarkan para musafir menuju kampung keabadian. Siapa pun yang masuk ke dalamya akan disuguhi mata air hikmah pereda dahaga. Cahaya tersebut perlahan menyusup ke dalam relung-relung hati jiwa yang suci. Mereka bersama-sama menerangi diri dan memancarkan cahaya penerang bagi siapa pun yang berada di dekatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun