" Engga mas, aku orang Jawa,"
Meski sama-sama Jawa aku kurang percaya diri ketika bicara dengan bahasaku, bukan karena aku tak menyukainya. Tapi aku pun merasa canggung jika bicara dengan bahasaku dengan orang yang bukan dari daerahku. Karena orang lain akan lebih berfokus pada aksennya bukan topik yang aku bicarakan. Dan rasanya semua orang akan lebih berbaur dengan bahasa nasional ketika membahas tentang pekerjaan yang mereka lakukan serta untuk sedikit mengurangi rasa minder dan canggungku di sini. Rasanya membuat diriku nyaman adalah prioritasku disini.
---
Afi sudah melepasku untuk mengenal apa yang harus aku kerjakan seorang diri, dia pun punya pekerjaan lain, karena orang yang sebelumnya memegang pekerjaanku berhenti tanpa bisa mengajari aku apa yang harus aku lakukan. Dan tentu bukan hal yang mudah bagiku. Meski aku pun beberapa kali bertanya pada Afi apa yang harus aku lakukan, tapi itu pun tidak terlalu bisa membantu.
Aku harus berhubungan dengan departemen lain karena tugasku untuk men-follow up setiap proses demi proses.
" Mas, buat blanketnya apakah sudah dicek ya?"
" Mba, mbok ya sebentar, kerjaanku ngga cuma ngurusin itu tok, yang lain juga diminta,"Â
" Iya, mas, saya tau. Apa ngga bisa diselani sebentar mas, hari ini harus input soalnya. Terlebih itu sudah semalem datengnya, siang ini pasti diminta,"
Bukan barangsekali aku diabaikan. Anak baru. Aku tidak begitu keberatan, meski terkadang rasanya ingin marah, karena nantinya pasti aku yang kena imbasnya. Disalahkan. Seperti hari itu. Aku mencoba bertanya pada orang yang lebih tau bagaimana harus menghadapinya.
" Mba Li, gimana ya mba ini. Pasti nanti ini diminta, sedangkan dicek pun belum,"
" Coba lagi, An. Nek engga coba minta langsung ke mba Fitri,"Â