Dia masih di depanmu. Saat kau bahagia. Saat kau sedih. Saat kau kecewa. Bahkan saat kau sangat marah dan tau akan melampiaskannya padanya. Dia tidak berpaling bahkan selangkah pun meninggalkanmu. Bukan karena tak bisa. Dia memilih untuk menetap untukmu. Dia masih disana. Di sampingmu. Selalu.
"Maaf,"
"Masih bisakah kau memaafkanku?" katamu.
"Tentu," wajahnya kembali teduh dan tersenyum padamu.
---0---
Kita seringkali tak sadar bahwa sosok yang seringkali kita lupakan, kita sakiti dan kita abaikan adalah diri kita sendiri. Bahkan terkadang kitalah yang terlalu keras membandingkan diri kita dengan orang lain. Membandingkan akan betapa lemahnya kita dibanding orang lain. Sebegitu menyedihkannya kita. Lalu kita bahkan menyakitinya. Menipu diri bahwa kita bahagia dan tanpa sadar menyakitinya.
Kita seringkali lupa untuk menghargai seberapa hebatnya diri kita. Mengaguminya karena mampu bertahan sampai detik ini. Dan juga menghargai bahwa kita juga punya kelemahan di samping kelebihan yang selalu kita tunjukan pada dunia. Kita perlu menerima kurangnya kita, karena tentu karena kitalah yang paling memahaminya. Menerimanya dengan lapang dada dan bergandengan bersamanya. Tentu supaya mampu bertahan dari entah badai mana yang akan datang terlebih dahulu menghampirimu. Semesta terkadang bercanda pada kita. Semesta hanya ingin kita tak terlalu lelap, baik dalam sedih maupun senang.
Sudahkan kamu menerima dirimu sendiri?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H