Mohon tunggu...
Nurul Firmansyah
Nurul Firmansyah Mohon Tunggu... Advokat dan Peneliti Socio-Legal -

https://nurulfirmansyah.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pluralisme Hukum dan Upaya Menemukan Keadilan Agraria

9 November 2018   15:59 Diperbarui: 9 November 2018   19:14 1234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah Daerah mengakui kewenangan nagari untuk mengurus ulayat nagari melalui Peraturan Nagari ini dan juga menjadi basis negosiasi untuk mengembalikan tanah ulayat dari penguasaan HGU serta bagi hasil sumber daya air yang dimanfaatkan PDAM Kota Payakumbuh.

Dalam konteks ini, hukum negara dan hukum adat melebur dan membentuk hukum baru yang baru (Hybrid). Hukum adat dengan pola informal, tidak tertulis dan dinamis lahir dalam bentuk baru yang tertulis, formal dan dilaksanakan oleh lembaga formal Pemerintah Nagari.

Secara umum, pengembalian nagari paska Perda 9/2000 sebenarnya memperkuat hibridasi hukum dari perpaduan hukum adat dan hukum negara serta hukum islam pada sisi lainnya. Secara kelembagaan, Nagari paska Perda 9/2000 memantapkan tiga kepemimpinan klasik Minangkabau ( panghulu, alim ulama, dan cadiak pandai) dan dua kelompok sosial fungsional baru (Pemuda dan Perempuan Adat) ke dalam lembaga legislatif Nagari di samping Wali Nagari sebagai representasi eksekutif Nagari.

Format ini mengikuti model modern tentang pemerintahan dan memperkuat pengaruh adat kedalam legislatif nagari. Secara pembentukan hukum, nagari menggunakan Peraturan Nagari untuk memproduksi hukum baru berdasarkan hukum adat yang lahir dari kelembagaan formal nagari (Pemerintah Nagari dan Legislatif Nagari) yang dipengaruhi oleh lembaga semi formal nagari (Kerapatan Adat Nagari (KAN)).

Dalam implementasi hukumnya, baik itu lembaga formal nagari maupun lembaga semi-formal nagari bersama-sama menjalankan pengelolaan sumber daya agraria dengan membagi kekuasaan pengelolaan ulayat nagari. Dalam konteks ini maka pelaksanaan hukum melahirkan proses check and balances antara yang formal dengan informal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun