Mohon tunggu...
Nurul FajriyahHidayat
Nurul FajriyahHidayat Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Allah is the best planner

Allah dulu, Allah lagi, Allah terus

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

E-Money dalam Perspektif Fiqih

11 Juni 2023   08:12 Diperbarui: 11 Juni 2023   09:03 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NAMA : NURUL FAJRIYAH HIDAYAT PUTRI

NIM : 210503110012

Hukum Menggunakan E-Money

Pendahuluan 

E money sering digadangkan sebagai sebuah metode pembayaran yang paling gampang, mengingat nasabah atau seseorang tidak perlu pergi ke mesin atm atau bank untuk mengambil uangnya dlam bentuk cash. dengan e money, pembelian dan pembayaran bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. dengan e money, keamanan keuangan masyarakat juga akan ebih mudah. mereka akan lebih terhindar dari pencopetan uang yang seringterjadi. terlebih, fungsi e money sangat jelas terlihat sejak era pandemi covid 19 kemarin.. Maraknya penggunaaan uang elektronik (e-money) di masa pandemi sebagai alat tukar dan pembayaran akhir-akhir ini, tentu menimbulkan berbagai pertanyaan hukum terkait keberlakuan uang elektronik sesuai peraturan perundanga-undangan yang berlaku. Tidak terkecuali pertanyaan seputar hukum syariah mengenai bagaimana keberlakuan uang elektronik dipandang dari hukum islam, serta bagaimana hukum islam mengatur batasan-batasannya. Dikalangan masyarakat muncul anggapan bahwa uang elektronik merupakan praktik yang haram menurut hukum islam. Anggapan ini muncul akibat fatwa individual dari cemdikiawan muslim yang menyatakan bahwa praktik uang elektronik (e-money) mengandung riba.

Pengertian E-Money

Electronic money (uang elektronik) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

  • Diterbitkan atas dasar jumlah nominal uang yang disetor terlebih dahulu kenapa penerbit;
  • Jumlah nominal uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip;
  • Jumlah nominal uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan;
  • Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut.

Ada beberapa pihak yang terlibat dalam transaksi e-money yaitu: penerbit, pemilik, kartu e-money, bank mitra dan mitra. Adapun tujuan diterbitkannya e-money ini untuk mempermudah transaksi seperti e-tol, bus way, commuter line.

Hukum Dasar E-Money

Secara umum ditinjau dari sisi hukum Islam/syariah, keberlakuan E-money pada dasarnya diperbolehkan. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 29 yang artinya sebagai berikut :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Jangan kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.."

Dalam ayat Al-Quran di atas menjelaskan umat Islam boleh melakukan muamalah dalam bidang ekonomi, dengan catatan muamalah tersebut dilakukan dengan cara yang diperbolehkan syariat, bukan dengan cara yang batil.

Selain Al-Quran terdapat dalil lain yang berupa Sabda Rosullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang  artinya sebagai berikut :

"Kalian lebih mengerti urusan dunia kalian."

Berdasarkan pertimbangan dalil-dalil yang telah dijelaskan, Selanjutnya Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa mengenai uang elektronik syariah, yaitu Fatwa DSN-MUI 116/2017 Yang pada intinya memperbolehkan praktik uang elektronik dengan syarat dan batasan-batasan tertentu.

Akad E-Money

Uang elektronik (E-Money) syariah dilandasi oleh akad sesuai dengan ketentuan syariah dan fatwa DSN-MUI mengenai akad. Adapun ketentuan akad dalam uang elektronik syariah adalah sebagai berikut :

  • Transaksi uang elektronik syariah dilandasi dengan konsep akad sebagai berikut;
  • Akad antara penerbit dengan pemegang uang elektronik adalah akad wadiah atau akad qordh;
  • Di antara akad yang dapat digunakan penerbit dengan pihak dalam penyelenggaraan uang elektronik (principal, acquirer, pedagang, penyelenggara kliring dan penyelenggara penyelesai akhir) adalah akad ijarah, akad ju'alah, dan akad wakalah bi al-ujroh;
  • Di antara akad yang dapat digunakan antara penerbit dengan agen layanan keuangan digital akad ijarah, akad ju'alah, dan akad wakalah bi al-ujroh.
  • Terkait ketentuan biaya layanan fasilitas, diatur bahwa dalam penyelenggaraan uang elektronik, penerbit dapat mengenakan biaya layanan fasilitas uang elektronik kepada pemegang dengan ketentuan sebagai berikut:
  • Biaya-biaya layanan fasilitas harus berupa biaya rill untuk mendukung proses kelancaran penyelenggaraan uang elektronik; dan
  • Pengenaan biaya-biaya layanan fasilitas harus disampaikan kepada pemegang kartu secara benar sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Terkait ketentuan dan batasan penyelenggaraan dan oenggunaan uang elektronik secara syariah wajib terhindar dari :
  • Transaksi yang ribawi, ghoror, maysir, tadlis, risywah dan isrof; dan
  • Transaksi atas objek yang haram atau maksiat.
  • Selain itu terdapat ketentuan khusus sebagai berikut :
  • Jumlah nominal uang elektronik yang ada pada penerbit harus ditempatkan di bank syariah; serta
  • Dalam hal kartu yang digunakan sebagai media uang elektronik hilang, maka jumlah nominal uang yang ada di penerbit tidak boleh hilang.

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari sini ialah bahwa penggunaan uang elektronik (E-Money) diperbolehkan atau mubah, dengan mengacu kepada dalil Al-Quran, Hadits dan dalil Ijma' yang kita ambil dari ketentuan Fatwa DSN-MUI 116/2017. Namun harus digaris bawahi bahwa E-Money masih boleh selagi tidak melanggar hukum syariah agama.

Dasar Hukum :

  • Al-Quran Surah An-Nisa ayat 29
  • Hadis Rosullah SAW
  • Fatwa DSN-MUI Nomor 116/DSN-MUI/IX/2017


Referensi :

  • Fatwa DSN-MUI 116/2017, Hal 7-12
  • Ainun Najib, Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam Perspektif Pembangunan Hukum Responsif, Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, Vol. 6 No. 2 (2012): Desember, hal. 375

Demikian yang bisa penulis sampaikan, mohon maaf dan semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun