Mohon tunggu...
Nurul FajriyahHidayat
Nurul FajriyahHidayat Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Allah is the best planner

Allah dulu, Allah lagi, Allah terus

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mbah Ijah: Penerang di Antara Gelap

29 Mei 2022   19:37 Diperbarui: 29 Mei 2022   19:43 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Beberapa saat kemudian, saya Kembali teringat bagaimana dulu saya belajar mengaji. Berusaha memahami setiap huruf, tanda baca, harkat yang ada di al qur'an bagi seorang anak anak berumur 2 tahun bukanlah hal yang gampang. 

Beberapa kali saya rasanya ingin menyerah, tapi berkat Allah Swt, guru ngaji saya, orang tua, dan orang orang sekitar saya, saya bisa membaca al quran dengan baik hingga sekarang. 

Ya, walaupun ketika awal awal belajar bibir saya masih sering saja melafalkan kata demi kata didalam Al quran dengan salah. Tapi dengan hebatnya, guru ngaji saya membantu saya untuk Kembali dan terus belajar memperbaiki setiap bacaan Al Quran. Beliau menjelaskan satu demi satu hukum bacaan yang harus saya ketahui, sebagai upaya Pendidikan dini.

Oiya, guru ngaji saya Bernama Mbah Khadijah. Saya kerap memanggil beliau dengan sapaan Mbah Ijah. Dalam silsilah keluarga, beliau masih satu keluarga dengan saya, jadi ketika itu rasanya saya sangat akrab dengan beliau. Saya masih ingat sekali semburat semangatnya mengajar saya dan teman teman saya untuk menjadi Al Quran. 

Bahkan sesekali beliau akan memberikan saya dan teman teman cemilan atau semacamnya jika kami sudah bisa membaca dengan baik ataupun meningkat. Beliau akan memaklumi kesalahan kami. Tapi dengan telatennya beliau memberiitahu kami bagaimana ayat ayat itu seharusnya dibaca.

Rumah Mbah Ijah juga tidak jauh dari rumahku. Kami bertetangga. Setiap pagi, biasanya beliau akan membawakan oleh oleh dari pasar untuk saya berupa kudapan kudapan tradisioanal yang sangat sederhana. Sebagaimana anak anak pada umumnya, saya akan dengan sangat senang hati menerimanya dan menganggapnya sebagai salah satu pemberian yang sangat luas biasa.

Mbah Ijah wafat  ketika saya menjejakkan Pendidikan saya pada kelas 2 SD. Beliau sakit. Entah karena apa, saya tidak tau lebih, ya karena pada saat itu tidak mungkin menanyakan dengan detail. Alasannya klise. Saya masih anak anak. 

Dan sepertinya, pertanyaan pertanyaan saya tidak akan pernah diindahkan oleh orang orang dewasa pada saat itu. Jadi satu satunya hal yang bisa saya lakukan adalah mendoakan Mbah Ijah dan berharap husnul khatimah untuknya. Amiin

Guru adalah penerang diantara kegelapan. Saya menemukannya pada sosok Mbah Ijah. Beliau yang mengenalkan saya pada bacaan Al Quran dan mengajarkan saya melafalkannya dengan baik. Rasa rasanya ilmu yang diberikannya akan menjadi ilmu terpenting sepanjang masa. 

Ya, sebuah ilmu untuk memahami kalam kalam Allah, dan belajar islam dengan lebih baik. Tidak bis akita sepelekan seorang guru ngaji yang menuntut kita untuk memahami huruf demi huruf Al Quran. Nyatanya, huruf huruf itulah yang justru akan mengantarkan kita pada kebenaran.

Terimakasih Mbah Ijah. Jasamu idak akan penah saya lupakan. Selalu, selamanya. Allah, berikanlah balasan terbaikmu untuk Mbah Ijah. Amiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun