Wilayah rawan longsor itu membentang sepanjang 100 kilometer mulai dari Kabupaten Muarojambi hingga Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kondisi tanah ini berbeda dengan kawasan Sungai Batanghari ke Ulu. Bencana sungai di daerah itu lebih disebabkan karena banyaknya konsesi dan alihfungsi lahan di sepanjang daerah aliran sungai.
Urat nadi kehidupan
Sungai Batanghari yang membentang sepanjang 800 kilometer mulai dari Ilir di kawasan Tanjung Jabung Timur hingga ke Ulu di wilayah Tebo, Bungo, sampai ke Dharmasraya dan Kerinci, sejak zaman dahulu merupakan urat nadi kehidupan warga. Sungai Batanghari dengan berbagai kondisinya adalah sumber mata pencarian, jalur transportasi dan pusat kegiatan warga.
Pada zaman dulu di musim kemarau, warga menyadap karet dan menumpuknya di tepi parit kecil. Jika musim penghujan dan parit meluap, maka getah-getah itu akan dihanyutkan masuk ke Sungai Batanghari dan dibawa ke hilir bersama batangan-batangan kayu atau bambu untuk dijual. Setelah getah terjual, mereka biasanya juga akan menjual batangan kayu dan bambu itu.
Meski satu jalur, namun wilayah Ulu dan Ilir Sungai Batanghari ini memiliki karakteristik yang bereda dalam banyak hal, termasuk dalam bidang kehidupan bermasyarakat, adat istiadat, sosial, bahasa, lingkungan, budaya termasuk sumber daya alam, termasuk karakter masyarakat itu sendiri.
Jambi terbagi dalam dua wilayah yang berbeda, yakni Ulu dan Ilir. Perbedaan yang dimiliki oleh dua entitas ini sangat mendasar dan sangat menyolok. Wilayah Ulu sejak zaman dahulu terkenal dengan kekayaan alam dan tanah yang subur. Hasil bumi yang ditemukan di wilayah ini mulai dari rempah-rempah, hasil hutan, emas, dan kandungan alam lainnya melimpah ruah.
Sebaliknya, Jambi wilayah Ilir pada masa dulu tidak memiliki banyak kekayan alam, termasuk hasil hutan atau pertambangan. Namun masysrakat wilayah ini berlaku sebagai penghubung ke dunia luar, khususnya memalui jalur pedagangan.
Maka demikian, hubungan antara Ulu dan Ilir adalah hubungan saling membutuhkan. Masyarakat di Ulu menyediakan barang-barang yang mereka miliki untuk kebutuhan masyarakat di Ilir, dan sebagain mereka jual. Dari hasil perdagangan itu, masyarakat Ulu mendapatkan barang-barang yang tidak dapat mereka produksi, seperti kain dan macam-macam barang perhiasan.
Nikmat Tuhan di balik banjir
Dua pekan pascabanjir besar yang menerjang pemukiman di sepanjang bantaran Sungai Batanghari, Jambi, ada kesibukan baru yang dilakukan oleh warga desa di Kecamatan Berbak, Tanjung Jabung Timur; memancing, menangkul dan mengumpulkan kayu-kayu.
Tidak ada wajah murung, nestapa dan berduka. Mereka larut dalam kebiasaan yang sangat biasa; rutinitas kerja, bertani dan berladang. Meski jelas ada kesibukan baru yang menggembirakan akhir-akhir ini.  "Banjir besar ini sudah biasa terjadi. Sebenarnya ini bukan banjir, tapi air sungai yang meluap. Ini sudah sejak bertahun lalu selalu terjadi," kata Abdulah, warga Desa Sungai Rambut, Kelurahan Simpang, Kecamatan Berbak, di sela-sela kunjungan Wakil Gubernur Jambi, Fachrori Umar, meninjau korban, Kamis dua pekan lalu.