Makna filosofis dari pencatatan perkawinan pada hakikatnya erat dengan tujuan perkawinan itu sendiri, seperti sebagai upaya preventif agar tidak terjadi penyimpangan syarat dan rukun perkawinan, melindungi martabat dan kesucian perkawinan, lalu akta perkawinan dapat menjadi bukti otentik apabila terjadi perselisihan nantinya. Jadi makna filosofis pencatatan perkawinan yaitu sebagai upaya yang dilakukan oleh negara untuk mengatur administrasi warga negaranya agar tidak menimbulkan akibat-akibat hukum di kemudian hari. Pencatatan nikah memberikan perlindungan terhadap hak-hak, kepastian hukum, kepada masyarakat terkait peristiwa perkawinan.
Secara sosiologis pencatatan perkawinan termasuk urusan publik yang harus diketahui oleh masyarakat, baik pihak yang memiliki kepentingan dengan perkawinan maupun yang tidak. Pencatatan nikah dinilai dapat melindungi kemaslahatan dan kehormatan jiwa dalam bermasyarakat. Disebut demikian karena tanpa adanya pencatatan nikah, kondisi psikologis istri serta anak yang lahir dari pernikahan yang tidak dicatatkan tersebut menjadi tidak nyaman dan tidak tenang sehingga dapat mengganggu psikologis karena setidaknya akan timbul anggapan yang cenderung negatif terhadap asal usul anak tersebut.
Makna religius dalam hal ini pencatatan nikah dipandang sebagai maqashid syariah, karenanya pencatatan nikah dipandang dapat memelihara keturunan, akal, jiwa dan kehormatan, agama serta harta. Karena perkawinan tanpa adanya pencatatan, ajaran agama cenderung dipraktikkan secara kacau. Persoalan ini pun dapat membuka peluang suami untuk melakukan perkawinan dengan perempuan lain tanpa mendapatkan persetujuan secara resmi dari istri pertama, sehingga mencegah kemungkinan suami menikahi perempuan melebihi ketentuan agama.
Kemudian secara yuridis, pencatatan perkawinan dicatatkan dan diawasi oleh pegawai pencatat nikah didasarkan karena negara memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak warga negara terhadap peristiwa perkawinan. Dalam perspektif pemerintah, pencatatan perkawinan dijadikan sebagai sarana memelihara ketertiban administrasi dan pembaharuan masyarakat dilingkup perkawinan.
Seberapa Pentingnya Pencatatan Perkawinan dan Dampak Yang Terjadi Apabila Perkawinan Tidak Dicatatkan Secara Sosiologis, Religius, dan Yuridis?
Pencatatan perkawinan sangatlah penting dilakukan,ada banyak hal yang mungkin dianggap merugikan salah satu pihak khususnya perempuan dan juga anak apabila dalam menjalankan suatu hubungan perkawinan terjadi perselisihan bahkan sengketa.Oleh karena itu untuk menjamin kepastian hukum bagi salah satu pihak dan sebagai bukti autentik bila terjadi perselisihan dan sengketa di persidangan,maka sangatlah harus dicatatkan suatu perkawinan itu.
a. Â secara sosiologis
Mungkin dalam pendekatan sosiologis,pencatatan perkawinan sudah menjadi tradisi masyarakat.Adapun mengenai perkawinan yang tidak dicatatkan itu biasa sering terjadi pada kalangan orang yang hanya ingin memuaskan keinginan semata,seperti orang pacaran dengan dalih tidak mau berzina tetapi belum siap nikah, alhasil nikah siri menjadi solusi. Kemudian orang yang ingin memadu istrinya,tetapi sang istri menolak alhasil sang suami nikah siri hanya untuk memuaskan hasratnya. Orang-Orang seperti itu dalam kehidupan bermasyarakat mendapatkan sanksi sosial seperti kurang dihargai, selalu dipandang buruk bahkan selalu diremehkan.
b. secara religius
Mengenai pencatatan perkawinan menurut perspektif religius, hal itu boleh saja dilakukan juga boleh tidak, karena dalam hukum islam sendiri tidak ada syarat dan rukun nikah yang menyebutkan perkawinan harus dicatatkan.Akan tetapi pada zaman Rasulullah dahulu sudah dianjurkan mengumumkan suatu pernikahan agar diketahui oleh banyak orang dan terhindar dari fitnah. Penerapan mengumumkan perkawinan tersebut biasa disebut dengan walimatul 'ursy atau biasa disebut resepsi perkawinan dan apabila di terapkan dalam masa sekarang konteks nya sama saja dengan pencatatan perkawinan yang diawasi oleh pegawai pencatat nikah (PPN).
c. secara yuridis