A. Pengertian Perenialisme
Pereialisme berasal dari kata perenial yang berarti kekal atau abadi, dan tiada akhir. juga bisa dikatakan filsafat keabadian. Esensi aliran perenialisme yakni berpegang teguh pada nilai-nilai atau norma-norma yang sifatnya abadi. Dalam hakikat pendidikannya memandang bahwa pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengemabalikan kedaan manusia sekarang seperti masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan yang ideal.
Kurikulum yang harus dipelajari yaitu, tentang subjek atau mata pelajaran yang sulit dipahami oleh murid dan dan mempunyai intelegensi yang tinggi untuk dapat mengembangkan pengetahuan pada murid. Jadi siswa ditekankan pertumbuhan intelektualnya untuk belajar secara kultural dengan belajar sains dan seni.
Kelebihan aliaran perenialisme yakni, mengangkat kembali nilai-nilai atau prinsip umum yang menjadi pandangan hidupyang kokoh pada zaman kuno dan abad pertengahan. Dalam pandangannya, pendidikan lebih mengarah pada kebudayaan ideal, telah di uji, dan tangguh.
Sedangkan kelemahan aliran perenialisme yaitu, kurang menerima adanya perubahan. Karena perubahan banyak menimbulkan kekacauan, ketidak pastian, dan ketidak aturan, terutama pada moral.
Mengenai kurikulum, pandangan perenialisme membedakan sesuai dengan tingktan pendidikan, yaitu :
Pendidikan dasar. Seperti membaca, menulis, dan berhitung.
Pendidikan menengah, yakni digunakan sebagai latihan berpikir (aspek kognitif), seperti bahasa asing, logika, retorika, dan lain sebagainya.
Pendidikan tinggi/ Universitas, mengarahkan untuk mencapai tujuan.
Pada tingkatan tersebut perenialisme menghendaki bahwa adanya susunan yang sistematis dalam pemberian materi terhadap peserta didik. Seperti tingkat dasar, siswa hanya diberi materi membaca, menulis, dan lainnya. Kemudian terus berkembang sampai akhirnya dapat mentransfer pengetahuan yang telah diperoleh pada generasi selanjutnya.
B. Tokoh-Tokoh Aliran Perenialisme
1. Plato
Ia berpandangan abstrak, dapat dilukis dengan bahasa yang indah. Menurut plato, pendidikan adalah membina atau memimpin sadar atas asas yang aktif dan melaksanakannya dalam aspek kehidupan.
2. Aristoteles
Ia berpendapat bahwa pendidikan adalah bentuk kebiasaan pada tingkat usia muda dalam menanamkan kesadaran moral. Pendidikan pengembangan budi merupakan titik pusat perhatian dengan filsafat sebagai alat pencapaiannya.
3. Thomas Aquinas
Ia berpendapat bahwa, tujuan pendidikan sebagai usaha untuk merealisasikan kapasitas dalam setiap individu sehingga menjadi aktualitas. Tugas pendidik, mengarahkan kematangan intelektualnya.
4. Robert Maynard Hutchins
Ia berpendapat bahwa, manusia pada hakikatnya adalah makhluk rasional, tujuannya sama dengan tujuan hidup yakni mencapai kebaikan. Ia menekankan pendidikan harus universal, karena rasional manusia yakni menyeluruh.
5. Ortimer Adler
Ia berpendapat bahwa, manusia adalah makhluk rasionalitas yang memilki intelektual. Seperti berfikir, membaca, dan menulis. Pandangannya terhadap peserta didik yakni, peserta didik akan aktif dan menerapkan perilakunya dengan baik apabila pendidik mengajarkannya baik pula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H