“Sepakbola tidak sebanding dengan nyawa”. Mungkin kalimat inilah yang bisa menggambarkan dan mengungkapkan duka yang amat mendalam untuk seluruh supporter sepakbola yang menjadi korban kerusuhan dari tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Masih jelas teringat dinaluri kita semua, akan tragedi 1 Oktober lalu, yang mana merupakan tragedi yang sangat memilukan dan mengenaskan dipersepakbolaan Indonesia, bahkan dunia. Bagaimana tidak, kericuhan ini harus menanggalkan 135 nyawa, mulai dari anak kecil, hingga orang dewasa pun turut menjadi korban. Jumlah korban ini pun menjadi yang terbesar kedua dalam sejarah sepakbola dunia, setelah tragedi di Lima, Peru, pada tahun 1964, yang mana saat itu 328 lebih supporter meninggal dunia (detikSepakbola).
Tragedi ini bermula sesaat setelah peluit akhir dari wasit dibunyikan, penanda berakhirnya pertandingan antara Arema FC dengan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 3-2 untuk kemenangan tim Persebaya Surabaya. Hasil skor ini pun menimbulkan reaksi dari supporter Arema Fc, atau biasa disebut dengan Aremania. Menurut Kepala Divisi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Andi Muhammad Rezaldy, dua Aremania yang pertama turun ke lapangan, hanya bertujuan memberikan dukungan moril kepada para pemain Arema FC dan tidak berniat melakukan tindak kekerasan dan penyerangan kepada pemain.
Dan disisi lain, reaksi dari aparat kepolisian menilai berbeda dari tindakan supporter tersebut, hingga pada akhirnya kepolisian bersikap represif dengan menindak para supporter yang turun dengan memaksa dan memukul mundur, hingga melakukan kekerasan. Hal inilah yang memancing para supporter lain ikut masuk ke dalam lapangan. Kericuhan ini pun memuncak saat kepolisian menembakkan gas air mata ke berbagai penjuru stadion, bahkan sampai ke tribun. Supporter lalu berlarian tunggang langgang mencari pertolongan dan berusaha keluar.
Namun naasnya lagi, supporter yang berusaha keluar terkendala pada pintu 3, 10, 11, 12, 13, dan 14 yang terbuka hanya kurang lebih 1,5 meter, ditambah para penjaga pintu yang saat itu tidak berada ditempat. Terjadilah penumpukan supporter di pintu-pintu keluar tersebut. Saling berdesak-desakan, saling ingin segera keluar. Dan akhirnya yang terjadi, banyak korban yang berjatuhan. Mengalami patah tulang, afiksia, trauma di kepala dan leher, dan banyak yang akhirnya kehilangan nyawa.
- Kronologi Tragedi Stadion Kanjuruan Malang
Berikut kronologi tragedi di Stadion Kanjuruhan, mulai dari penetapan jadwal pertandingan hingga dihari pertandingan.
- Analisis Pohon Konflik Serta Pihak Pihak yang Terlibat
Setelah kita analisis lebih dalam dengan menggunkan pohon konflik, kita dapat menemui bahwasanya batang ataupun inti dari konflik di Stadion Kanjuruhan ini ialah kerusuhan. Yang mana kerusuhan ini terjadi antara beberapa pihak yaitu aparat dan juga supporter aremania.
Dapat kita temui bahwa akar masalah ataupun penyebab dari kerusuhan yang terjadi di stadion Kanjuruhan pada saat itu ialah cekcok yang sempat terjadi antara pihak polres dengan PT liga dalam pengubahan jadwal kick off. Selain itu adanya provokasi oleh beberapa oknum supporter juga menjadi penyebab kerusuhan yang mana membuat supporter lain bertindak anarkis dengan turun ke lapangan dan juga merusak fasilits stadion. Kerusuhan pun tak terelakkan, aparat keamanan melakukan tindakan represif dan juga melakukan beberapa kelalaian yang fatal, seperti halnya keputusan untuk menertibkan kerumunan dengan cara menembakkan gas air mata yang bukannya menertibkan justru membuat keadaan semakin parah.
Pada bagian daun di pohon konflik yang kami buat, kami menemukan beberapa dampak yang mana pada konflik kerusuhan yang terjadi di stadion Kanjuruhan terdapat beberapa dampak yang terjadi yaitu terdapatnya korban luka dan cedera bahkan meninggal dunia. Kerugian yang sangat besarpun tak dapat terelakkan, karena banyaknya fasilitas stadion yang rusak, dan semua kerugian itu ditanggung oleh panitia penyelenggara selaku pihak yang paling bertangggung jawab dalam penyelenggaraan pertandingan ini. Selain itu juga liga 1 yang kemarin sempat berjalan diberhentikan hingga waktu yang belum ditentukan. Sepak bola di Indonesia pun sempat terancam dibekukan oleh FIFA.
Ditulis oleh: Kelompok 15, Pembangunan Sosial (A) 2021
1. Nurul Aqsha Fajriyani
2. Onyhanda Fatma Sariasih
3. Yuliani Manurung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H