Di balik jeruji besi, waktu seolah berhenti. Siang dan malam seperti tak pernah berganti. Namun, di tengah penderitaan, semangat perlawanan tetap hidup. Suryo mulai berbicara dengan sesama tahanan, berbagi kisah sekaligus menyusun strategi. Â
Salah satu teman baru Suryo adalah Pak Soemarno, seorang guru tua yang ditangkap karena mengajarkan sejarah nusantara kepada murid-muridnya. Â
"Kamu tahu, Suryo" ucap Pak Soemarno  suatu malam, "pengetahuan bisa menjadi senjata paling berbahaya bagi penjajah. Mereka tidak takut dengan jumlah kita, tapi mereka takut kita sadar akan kekuatan kita." Â
Suryo mengangguk. Kata-kata itu memberikan sebuah harapan. Ia mulai menulis catatan kecil di kertas-kertas bekas yang ia sembunyikan di balik kasur usang tempat tidurnya. Isinya adalah gagasan-gagasan untuk membangun persatuan rakyat, serta cerita-cerita tentang pahlawan yang pernah berjuang untuk kebebasan negeri ini. Â
Satu hari, seorang tahanan baru bernama Sumitro dibawa masuk. Ia adalah seorang utusan dari desa, dikirim untuk memberikan kabar kepada Suryo. Â
"Suryo" bisik Sumitro ketika mereka diberi waktu bekerja di halaman penjara, "rakyat kita sedang bersiap. Kamu memberikan harapan untuk banyak orang. Mereka sedang merencanakan pemberontakan." Â
Kabar itu memberi harapan baru bagi Suryo. Namun, ia tahu rencana itu akan sia-sia tanpa strategi yang matang. Â
"Kamu harus kembali ke desa," kata Suryo. "Katakan pada mereka untuk berhati-hati. Jangan bertindak sendiri. Jika waktunya tepat, aku akan bergabung." Â
Namun, saat Sumitro hendak menyampaikan pesan itu kepada para rakyat, ia tertangkap oleh penjaga. Akibatnya, keamanan penjara diperketat. Suryo dihukum dan ditempatkan di sel isolasi selama dua minggu, tanpa makanan yang layak.
Tiga bulan kemudian, pemberontakan terjadi di mana-mana. Tanpa memandang status apapun, mereka bersatu melawan tentara Belanda. Berbekal senjata seadanya, mereka menyerang pos-pos penjagaan dan membakar gudang-gudang milik pemerintah kolonial. Â
Di penjara, Suryo dan tahanan lain mendengar kabar tersebut dari penjaga yang panik. "Rakyat kita bergerak," bisik Pak Soemarno. "Mereka butuh kita di luar!" Â