Mohon tunggu...
Nurul Amelia
Nurul Amelia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMA

Seorang siswi SMA sekaligus seorang otaku, memiliki hobi membaca komik dan juga menonton anime. Sering membuat cerpen bergenre fantasy dan sangat tidak menyukai cerita bergenre romance. Memiliki impian bisa membuka portal isekai dan memiliki kekuatan untuk menaklukkan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kehangatan di Tengah Hujan

27 November 2024   11:00 Diperbarui: 27 November 2024   11:04 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan deras mengguyur desa sejak pagi. Rintik-rintik air menghantam atap rumah tua itu, membuat suasana semakin dingin. Di dalamnya, seorang wanita bernama Ibu Tria sedang menjahit dengan teliti. Tangan-tangannya yang kasar dan berkeriput sibuk menusukkan jarum ke kain merah yang akan dijadikan seragam sekolah untuk putrinya, Risma.  

Ibu Tria hanya seorang penjahit kecil yang hidupnya bergantung pada pesanan. Meski hidup sederhana, ia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk putri nya. Di sisi lain, Risma adalah gadis kecil berusia 8 tahun yang ceria dan penuh semangat. Namun, hari itu, wajah Tria tampak murung. Ia duduk di sudut rumah, memandangi rintik hujan dari balik jendela dengan wajah yang ditekuk.

"Ibu," panggil Risma dengan suara kecil.  

Ibu Tria menghentikan pekerjaannya sejenak. "Ada apa, Nak?" tanyanya lembut.  

"Sebentar lagi Risma ada lomba disekolah. Tapi sepatu Risma sudah bolong, Bu. Nanti teman-teman pasti menertawakan Risma..." Suaranya mulai bergetar, dan mata kecilnya berkaca-kaca.  

Ibu Tria terdiam. Ia tahu benar sepatu Risma sudah usang. Tapi, untuk membeli yang baru? Uang hasil menjahit minggu ini hanya cukup untuk kebutuhan pokok.  

"Risma sayang," ucap Ibu Tria, mendekati putri kecilnya. Ia berjongkok dan memegang bahu kecil itu. "Ibu akan cari cara. Jadi kamu jangan khawatir, ya?"  

Meskipun ragu Risma tetap menganggukkan kepalanya.

Malam itu, setelah Risma tertidur, Ibu Tria merenung di ruang tamu rumahnya. Ia tahu, Risma selalu bersemangat mengikuti lomba di sekolahnya. Namun, bagaimana caranya mendapatkan sepatu baru?  

Setelah lama memikirkan nya, ia memutuskan untuk menjual cincin emas, satu-satunya peninggalan sang suami yang sudah lama meninggal. Cincin itu disimpan bertahun-tahun, tapi bagi Ibu Tria, kebahagiaan Risma jauh lebih berharga.  

Pagi-pagi sekali, sebelum Risma bangun dari tidurnya, Ibu Tria bergegas pergi ke pasar untuk menjual cincinnya. Meski hatinya berat, ia tidak menunjukkan kesedihannya. Dengan uang hasil menjual cincin, ia langsung membeli sepasang sepatu yang cocok untuk Risma.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun