Mohon tunggu...
Nurul Ainun Fitriyah
Nurul Ainun Fitriyah Mohon Tunggu... Sejarawan - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa Universitas Airlangga yang ingin menulis dan membutuhkan semangat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ulasan "Ketika Sejarah Berseragam, Membongkar Ideologi Militer dalam Menyusun Sejarah Indonesia" Karya Katharine E McGrego

13 November 2020   09:52 Diperbarui: 13 November 2020   16:00 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok penerbit Syarikat

Judul Buku : Ketika Sejarah Berseragam, Membongkar Ideologi Militer Dalam Menyusun Sejarah Indonesia.

Penulis : Katharine E McGrego

Penerbit : Syarikat

Buku "Ketika Sejarah Berseragam" memiliki kajian militer dengan mencermati lembaga militer yang khusus yaitu Pusat Sejarah ABRI dan proyek-proyek kajian ini menyajikan rekaman dan analisis mengenai daya upaya militer untuk membangun citra yang ditunjukkan baik kepada Anggota militer maupun kepada masyarakat yang lebih luas. Kelemahan penting yang sering dijumpai mengenai militer Indonesia adalah faktor Gender. Hal ini terdapat penjabaran dua Model Militer tentang Feminitas yang dipaparkan dalam representasi wanita selama dua periode penting dalam revolusi 1945-1949, masa transisi Orde Baru, dan beberapa model Maskulinitas yang diadopsi oleh militer

Representasi militer atas masa lampau penting untuk dikaji karena militer menempati posisi yang tinggi dalam masyarakat Indonesia yang disebabkan oleh peran ganda mereka dalam bidang pertahanan dan bidang sosiopolitik. Militer, khususnya Angkatan Darat telah menempati kedudukan istimewa dalam bidang politik nasional sejak pertengahan tahun 1950-an dan seterusnya dan karena itu mereka merupakan salah satu kekuatan yang paling signifikan dalam sejarah Indonesia baru. Pemberlakuan hukum militer dalam keadaan darurat antara 1957 dan 1963 memperbesar wewenang militer atas pemerintahan lokal.

Buku "Ketika Sejarah Berseragam" juga menggambarkan perilaku politik di belakang representasi beberapa periode yang paling berpengaruh dalam Sejarah Indonesia termasuk Perang Kemerdekaan 1945-1949, Pemberontakan Darul Islam pada tahun 1950-an dan 1960-an, tahun-tahun Radikal selama Era Demokrasi Terpimpin, Usaha kudeta tahun 1965, Masa transisi yang terkait dengan kudeta ke era rezim Soeharto (termasuk pembunuhan massal anti komunis), dan Perebutan kekuasaan antara kekuatan Islam dan kekuatan sekuler di tahun 1980-an. Fokus Buku ini sebagai Representasi Sejarah yang dibuat dalam masa Orde Baru dengan adanya perbandingan dengan Sejarah Demokrasi Terpimpin dan Masa Sebelumnya.

Setelah zaman Orde Baru di Indonesia karya-karya kebenaran Sejarah mulai secara terbuka dibuat oleh Negara. Hal ini menunjukkan bahwa Sejarah pada periode Orde Baru dijaga sangat ketat karena pers saat itu belum diketahui banyak orang dan disensor. Militer Indonesia masa Orde Baru sering digambarkan sebagai pihak yang tidak kenal kompromi dan memaksa kehendak para warga negara melalui kekerasan. Namun demikian dalam ranah ideologi kegiatan pusat sejarah ABRI membuktikan bahwa mereka memperhatikan citra mereka dan terus berusaha memperbaiki citranya mereka kepada rakyat.

Tentara Indonesia telah bekerja keras untuk menanamkan pandangan militerisme zaman Orde Baru (1966-1998). Banyak orang Indonesia yang sudah tertanam persepsi bahwa militer merupakan pimpinan bangsa yang terbaik. Salah satu akibat dari dominasi militer dalam ranah politik ialah bahwa proyek-proyek Pusat Sejarah ABRI, tidak hanya ditunjukkan kepada tentara masyarakat sipil, juga diharapkan taat pada versi yang dibesar-besarkan mengenai peran militer dalam sejarah. Kajian militer Indonesia memusatkan perhatian terutama pada peran ganda Militer yang menggabungkan peran politik dan peran pertahanan. Lalu, dalam evolusi militer Indonesia dalam ranah politik, memusatkan diri pada suatu jangka waktu tertentu yang terdapat sejumlah kajian yang perhatian kepada Ideologi Militer.

Buku ini juga berisi mengenai Representasi Sejarah yang dibuat dalam masa Orde Baru dengan adanya beberapa perbandingan dengan Sejarah Demokrasi Terpimpin dan Sejarah Masa Sebelumnya. Setelah zaman Orde Baru di Indonesia karya-karya kebenaran Sejarah mulai secara terbuka dibuat oleh Negara. Hal ini menunjukkan bahwa Sejarah pada periode Orde Baru benar-benar dijaga ketat karena pers saat itu belum diketahui banyak orang dan disensor. Buku Sejarah Berseragam" mengungkapkan kisah di belakang proyek-proyek sejarah. Buku ini memeriksa militer melukiskan masa lampau Indonesia yang dijumpai dalam berbagai sarana termasuk museum, monumen, hari-hari peringatan, film dan teks-teks yang tertulis di Sejarah Nasional Indonesia.

Museum-museum adalah produk dari sebuah organisasi militer yang tersentralisasi dan pendiriannya menjadi tanggung jawab langsung Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata yaitu Museum ABRI Satria Mandala (1972), Museum Monumen Pancasila Sakti (1982), Museum Waspada Purbawisesa (1987), Museum Keprajuritan Nasional (1987), Museum pengkhianatan PKI (1993). Koleksi yang dimiliki museum meliputi barang peninggalan, replika barang, peninggalan foto, dan senjata yang digunakan sejak perang kemerdekaan. Museum-museum pusat Sejarah Angkatan Bersenjata banyak sekali menggunakan Diorama.

Monumen dan Hari peringatan serta beberapa kegiatan lainnya merupakan cara lain yang digunakan militer untuk mencoba mengemukakan versi mereka tentang masa lalu kepada masyarakat. Hal ini tujuannya untuk membuat militer tampak sebagai pemberani dan mendorong masyarakat menerima peran militer dalam ranah politik sebagai pelindung bangsa. Hari-hari peringatan adalah bagian yang penting dari kegiatan untuk mengingatkan hari peringatan nasional di Indonesia yang terdiri dari banyak sekali jumlahnya beberapa diantaranya yaitu Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei), Hari Kartini (21 April), Hari Kemerdekaan (17 Agustus), Hari Kesaktian Pancasila (1 Oktober) dan lain-lain.

Sejarah Dalam Pengabdian Kepada Rezim Yang Otoriter

Sepanjang periode rezim Orde Baru, Sejarah digunakan membela peranan Militer di ranah politik dan memajukan Nasionalisme dan keselarasan, walaupun pada tahun 1999 pembatasan terhadap kebebasan berpendapat sudah berakhir. Banyak ahli sejarah di Indonesia tidak mau meninggalkan sejarah sebagai sumber pembinaan bangsa. Salah satu contoh paling jelas terjunnya militer ke dalam produksi dan pengendalian sejarah nasional adalah pengambilalihan Museum Sejarah Monumen Nasional (Monas) pada tahun 1968. Hal ini membuktikan bahwa, peran pengendalian Sejarah, Pendidikan dan Pikiran dalam rezim-rezim otoriter dapat meletakkan rezim Orde Baru dalam suatu perspektif perbandingan.

Di Indonesia, Sejarah merupakan suatu disiplin ilmu yang masih baru, karena tradisi historiografi yang kritis hingga saat ini masih berkembang. Sejak lahirnya kemerdekaan, Sejarah dipakai untuk memupuk kebanggaan nasional dalam periode Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru, dan untuk memajukan keseragaman ideologis dan persamaan visi tentang masa lalu nasional.

Perbandingan antara Demokrasi Terpimpin dengan Orde Baru mengenai masa lalu terdapat di Museum Sejarah Monumen Nasional dengan tema yang gemilang dan masih dipertahankan. Namun, Rezim Orde Baru mengarah ke suatu penekanan yang lebih besar dalam suatu tradisi pemimpin militer dan pada adanya ancaman terhadap bangsa. Rezim Orde Baru juga diberi sumbangan dari Presiden Soekarno. Dalam upaya menyusun sejarah rezim Orde Baru memperlihatkan adanya persamaan, dengan rezim yang mendahuluinya, juga rezim otoriter yang lain di dunia. Secara keseluruhan ahli sejarah di Indonesia tetap menunjukan komitmen untuk menggunakan sejarah dalam pembinaan bangsa.

Nugroho Notosusanto Dan Awal Mula Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata

Nugroho Notosusanto merupakan salah seorang propagandis yang paling penting dalam rezim Orde Baru. Ia melacak asal usul pusat sejarah ABRI dan mempunyai cara berpikir yang sangat berharga bagi rezim orde baru, ia seorang recruit atau anggota baru yang sempurna. Hingga pada tahun 1964, ia ditunjuk sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI dan dari kedudukan ini, Nugroho membuatkan rezim Orde Baru dan beberapa proyek sejarah yang paling penting. Proyek yang pertama ia buat ialah versi Angkatan Darat mengenai usaha kudeta 1965. Hal ini memperlihatkan bahwa Pusat Sejarah ABRU didirikan untuk tujuan politis membela versi sejarahnya sendiri. Salah satunya Peristiwa Madiun versi ABRI sebagai pemberontakan komunis.

Angkatan Darat yang utama keberatan terhadap publikasi sejarah yang dibuat oleh Partai Komunis karena tindakan itu merupakan upaya penyalahgunaan sejarah sebagai alat perjuangan politik. Dalam proyek ini, merupakan proyek utama yang tidak akan diikutsertakan dalam proyek Pusat Sejarah ABRI. Proyek Sejarah ini menandakan titik awal karir Nugroho sebagai ahli sejarah militer. Nugroho juga menggambarkan upaya kudeta 1965 yang sangat penting karena peristiwa itu digunakan untuk mengesahkan rezim Orde Baru. Selain itu dalam segi politik juga dapat digunakan untuk meyakinkan masyarakat bahwa upaya kudeta tersebut adalah usaha dari komplotan komunis bukan dari komplotan militer.

Sejarah Untuk Membela Rezim Orde Baru

Peristiwa yang terjadi sekitar usaha kudeta masih diselubungi misteri dan masih belum jelas keterlibatan unsur militer Indonesia atau PKI. Dengan didirikannya Pusat Sejarah ABRI pada tahun 1964, ternyata sangat bermanfaat bagi militer karena setahun kemudian usaha kudeta terjadi. Usaha kudeta 1965 dalam serangkaian proyek sejarah. Dengan diterimanya versi ini masyarakat bersama dengan berhasilnya militer menumpas pemberontakan yang dilakukan PKI, sehingga menjadi versi kudeta yang paling penting bagi legitimasi rezim Orde Baru.

Versi ini juga digunakan untuk membenarkan pembantaian terhadap mereka yang dicap sebagai komunis selama 1966-1968 untuk memperagakan komitmen Orde Baru pada filsafat nasional Pancasila, khususnya sila pertama. Asal rezim Orde Baru dikemas dalam tema-tema tertentu, seperti ABRI sebagai pelindung rakyat dan filsafat Nasional Pancasila, PKI sebagai penghianat bangsa, dan Orde Baru sebagai pemulih keamanan dan ketertiban masyarakat.

Simbolisme terkandung dalam cerita tentang usaha kudeta dan simpatisan PKI yang masih hidup serta keluarga mereka. Usaha kudeta merupakan episode sejarah pertama yang mendapatkan perhatian cermat dari Nugroho Notosusanto dan Pusat Sejarah ABRI. Dalam waktu singkat Pusat Sejarah ABRI melihat ke peristiwa-peristiwa sejarah lainnya untuk meningkatkan peran militer dalam sejarah Indonesia dan mengukuhkan persatuan dan nilai-nilai militer.

Mengkonsolidasi Kesatuan Militer

Kasus representasi atau gambaran militer tentang penumpasan komunis sebagai upaya untuk menegakkan Pancasila secara militer, menggambarkan tentang masa lalu juga terdapat gambaran yang terputus-putus antara legitimasi sejarah dan kenyataan. Militer kini menyadari dampak keterbelahan yang pernah terjadi. Divisi-divisi sejarah setiap angkatan dilebur dan profil pusat sejarah ABRI dinaikkan untuk memupuk rasa identitas bersama di antara para prajurit Pusat Sejarah ABRI yang berpaling pada gambaran-gambaran perjuangan kemerdekaan 1945-1949, sebagai suatu masa yang menjadi pusat gagasan tentang identitas Indonesia.

Pusat Sejarah ABRI pertama-tama memutuskan perhatiannya kepada penonjolan perang kemerdekaan kepada pendirian museum ABRI yang disentralisasi. Proyek sejarah lain yang terinspirasi oleh seminar ditujukan secara lebih luas kepada masyarakat Indonesia dengan tujuan memperkenalkan militerisme dan konsep dwifungsi. Proyek-proyek ini akan dianalisis menunjukkan militer dijadikan sebagai titik pusat penyusunan secara resmi dalam era Orde Baru. Terdapat, Wawasan baru dalam ideologi militer dan cara pahlawan Jendral Sudirman ditempatkan di dalam ideologi ini, yang berdasar pada pengamatan tentang napak tilas Panglima Besar Sudirman yang dilaksanakan kepada calon perwira sebagai komponen terakhir dalam pendidikan Akademi Militer di Magelang.

Mempromosikan Militer Dan Dwifungsi Kepada Masyarakat Sipil

Setelah periode Demokrasi Terpimpin sampai awal Periode Orde Baru, militer di Indonesia bergerak dari suatu posisi yang sangat defensif untuk menghasilkan sejarah dengan tujuan militer secara internal ke suatu posisi yang ofensif untuk membuat versi resmi sejarah mengenai usaha kudeta 1965 kepada masyarakat Indonesia dengan berkembangnya rezim Orde Baru, militer bergerak memperketat pengendalian atas Sejarah resmi.

Nugroho membela versi Sejarahnya yang mengacu pada gambaran perang kemerdekaan untuk meningkatkan rasa hormat pada militer dan nilai-nilai militer, serta promosi nilai-nilai Militer yang terkait di dalamnya, sambil menegaskan keyakinan bahwa sejarah harus digunakan sebagai sarana memberi inspirasi kepada rakyat untuk berperan dalam pembangunan nasional. Walaupun, Nugroho kurang setuju ia tetap melanjutkan dengan mengagungkan militer sampai wafatnya pada tahun 1985, karena ia percaya bahwa militer merupakan pemandu bangsa yang paling baik dan ambisi sebagai salah satu orang yang berpengaruh.

Membangun Tradisi Material dan Ancaman Terhadap Bangsa

Setelah wafat Nugroho pada tahun 1985. Pembuatan museum membahas tema-tema baru dan tema-tema yang didaur ulang dalam tiga proyek utama yang mengkaji dari arah pusat Sejarah ABRI. Proyek pertama dikerjakan dalam konteks munculnya generasi prajurit baru yaitu Museum Keprajuritan Nasional yang mengedepankan tradisi panjang Keprajuritan di Indonesia.

Dua proyek terakhir pusat sejarah ABRI yaitu Museum Waspada Purbawisesa dan Museum Pengkhianatan PKI yang memusatkan perhatian pada ancaman terus-menerus terhadap filsafat nasional, hal ini merupakan ancaman terhadap bangsa yang masing-masing datang dari suatu aliran agama yang terlalu rohani atau garis keras. Dalam proyek ini terungkap peralihan penting ideologi militer dan upaya oleh pihak militer untuk menyatakan legitimasi dalam 10 tahun terakhir saat era rezim Orde Baru.

Hal ini menarik kesimpulan dari keseluruhan buku. Dengan menyatakan bahwa dalam Pembuatan isi ideologi Orde Baru memunculkan implikasi pada pemahaman terhadap rezim militer di Indonesia. Upaya militer di Indonesia harus dipertahankan legitimasinya melalui Sejarah dan upaya rezim-rezim militer lain yang serupa. Dampak pada konstruksi militer mengenai masa lalu Indonesia dari janji militer untuk kembali ke barak, terlihat sejak jatuhnya Soeharto yang membuat refleksi Sejarah sebagai alat untuk Otoriterianisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun