Mohon tunggu...
Nurul Ainun Fitriyah
Nurul Ainun Fitriyah Mohon Tunggu... Sejarawan - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa Universitas Airlangga yang ingin menulis dan membutuhkan semangat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ulasan Buku: "Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 (Jilid 1: Tanah di Bawah Angin)" Karya Anthony Reid.

7 Oktober 2020   12:05 Diperbarui: 7 Oktober 2020   15:02 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PESTA KERAMAIAN DAN DUNIA HIBURAN

Dok. Buku OBOR
Dok. Buku OBOR

Pada umumnya pesta-pesta keramaian di Asia Tenggara tampaknya memperkuat, bukannya mengikis, jenjang-jenjang kemasyarakatan. Bagi orang Asia Tenggara partisipasi dalam pesta keramaian, ritus, dan pesta makan tampaknya suatu kewajiban sosial dengan kerja produktifitas. Banyak persamaan dengan pesta-pesta keramaian di bagian-bagian dunia lainnya-bertumpu pada agama,  kebersamaan, perlombaan, perjudian, teater, lawakan, dan meninggalkan larangan untuk sementara.

Negara Teater terkenal dengan kronik-kronik kerajaan bercerita tentang bidang kehidupan sosial ini, bukan karena minat pada hiburan sehari-hari, melainkan perlombaan, teater, musik, dan tarian. Pertandingan dan Perlombaan sebagai hiburan kerajaan seperti perlombaan hewan. Raja melakukan acara demikian karena kebutuhan korban darah demi mengundang kesuburan, upacara penyucian, dan demi merayakan keberhasilan perang. Pada abad ke-15, Bennain dam dan Catur digunakan untuk berjudi. Pesta Olahraga Asia Tenggara pada abad ke-18  ini berlaku di Birma, Siam, Vietnam bagian selatan, demikian di wilayah Indonesia. Permainan ini sejalan dengan kegairahan orang Asia Tenggara pada permainan bulutangkis., battledore dan bola bulu.

Teater, Tari dan Musik terlihat bahwa orang Asia Tenggara selalu menyanyi, menari, dan mementas. Istana raja merupakan pusat kebudayaan, tempat pertunjukan, yang mengarahkan kegemaran  dan menarik seniman-seniman panggung terkemuka dari pedalaman. Teater-teater Asia Tenggara menggunakan tema-tema epos India.

Lalu, Kemampuan Baca-Tulis tersebar luas di Asia tenggara membuat Para pengunjung awal Eropa ke Asia Tenggara terpukau oleh tingginya tingkat kemampuan baca-tulis masyarakat ini. Di Asia Tenggara dijumpai tradisi lomba puisi dan pantun empat baris, antara pemuda dan pemudi. Daun lontar dan bilah bambu sebagai sarana untuk menulis di kepulauan.

Menjelang abad ke-15 sistem-sistem tulisan utama di Asia Tenggara sudah berakar untuk menyesuaikan sistem-sistem dengan berbagai bahasa Asia Tenggara, Bahan-bahan tulisan di Asia Tenggara sebelum abad ke-16, sebagian besar terpengaruh India dibuat pada potongan-potongan daun lontar (seperti di India), dan pada bilah-bilah bambu yang panjang (seperti di Cina sebelum berkembangnya kertas) tidak lama kemudian tersebar pengetahuan dari Cina tentang cara membuat kertas.

Warisan sastra populer Asia Tenggara ialah bentuk puitis yang dibacakan atau dinyanyikan. Ada juga karya-karya prosa, terutama tentang soal-soal hukum dan keagamaan, Tidak ada yang lebih khas dari kesusastraan populer Asia Tenggara dibandingkan dengan bentuk antifonal antara dua penyanyi atau kelompok penyanyi. Perlombaan balas-membalas pantun di Asia Tenggara tampaknya sudah terlihat tua.. Kumpulan bahan naskah Asia Tenggara, menunjukkan  kesusastraan dalam proses perubahan dan perkembangannya kelas terpelajar yang pesat.

Kurun niaga merupakan masa perubahan besar bagi “tanah di bawah angin.” Dalam bentuk kebudayaan dan pendidikan, begitu pula dalam kepercayaan rakyat, sistem hukum, bahkan dalam gaya pakaian serta bangunan, kota-kota niaga ini menata kembali masyarakat-masyarakat yang bertumpu kepadanya. Bangsa-bangsa Asia Tenggara menjadi inti dan pelaku dari transformasi ini hingga abad ke-17.

Akan tetapi, "revolusi niaga" pada pertengahan abad ke-17 secara radikal mengalihkan sekian dampak dari kegiatan perniagaan di kawasan itu. Namun, Pasang naik imperialis medan kapitalisme membanjiri mereka pada akhir abad 19, negeri-negeri ini tidak lagi mampu bersaing atas patokan-patokan bangsa-bangsa pengusik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun