Mohon tunggu...
Nurul Aisyah
Nurul Aisyah Mohon Tunggu... -

Menjadi diri sendiri adalah menjalani peran yang diberi tuhan dengan sebaik-baiknya. maksimalkan potensi! ~Nurul Aisyah~

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Analisis Virus Merah Jambu

30 Oktober 2011   10:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:17 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sederhananya, kita hidup dalam waktu. Waktu adalah medium dimana kita hidup, kita terperangkap dalam waktu. Karena kita terperangkap dalam waktu, kita tidak bisa menempatkan diri kita sebagai ‘pengamat’ yang mengamati seluk-beluk waktu. Kita tidak bisa melihat apa itu wujud waktu? bagaimana dia melaju? Kemana dia akan pergi? Kemana tujuan akhir dari perjalanannya? Bila mengamati saja tidak bisa, bagaimana mungkin kau bisa mengontrolnya? Mengermnya untuk sepersekian detik, apalagi jika kau bermaksud untuk mengulangnya.

Kau hanya mangggut-manggut sendiri, benar, karena kau hidup dalam waktu, kau tidak bisa melihat waktu dari sudut pandang ‘pemantau’.

Contoh lain, apakah kutu kucing bisa melihat bentuk kucing? Apakah dia bisa melihat apa yang sedang kucing lakukan? Ku pikir tidak, karena dia terlanjur menelusuk dalam tubuh hangat kucing tidak diam di permukaan tubuh kucing. Ya, begitu juga cinta, ketika berbicara tentang cinta lalu terjebak didalamnya, mutlak! Logika hanya bisa tutup mulut, diam, bisu, koma, dia sukar memantau wujud cinta, apa yang harus dilakukan saat jatuh cinta, karena dia terjebak dalam medium yang membuat dia kesulitan untuk menjadikannya pemantau, dia —bersama sahabat karibnya, hati—pun terjebak dalam cinta.

Begitulah kenapa kau tidak ingin mencintainya, kau takut, kau hanya takut, perasaan ini semakin tidak berarah, tidak menjadi sehat. Logis juga, kau takut karena kau tidak punya pengingat dan asisten dalam mengambil keputusan, karena dua-duanya –logika dan hati--  telah diculik oleh medium yang sekarang masih kau benci.

Lebih baik sedikit tidak harmonis dengan hati untuk beberapa saat, lebih baik menekankan bahwa cinta hanyalah cos 90, yang akan membuatmu menjadi nol dan merusakmu.

Dan hanya ada satu pilihan terakhir jika akhirnya kau tetap kalah dengan hatimu, kau akan mengalah, kau akan mengikuti aliran-aliran partikel hatimu, kau dan logikamy akan dengan senang hati atau dengan—seolah-olah—terpaksa mencintainya. Kau akan mencintainya.

Kau pada akhirnya mengakui bahwa kau mencintainya.

Itulah proses jatuh cinta.

--nurulaaisyah—

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun