2.Memiliki riwayat kecemasan perpisahan, terutama dari orangtuanya dan orang yang akrab dengannya.
3.Perubahan suasana hati. Ketika sedang asyik belajar di sekolah, karena cemas, dia bisa tiba-tiba ingin pulang atau bisa juga melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan karakternya.
4.Pengalaman negatif disekolah, seperti bullying.
Ketika anak menunjukkan gejala tersebut, kita rasanya ingin memaksanya atau mungkin mengabaikannya hingga masalah akan selesai sendiri. Namun, bagi anak yang fobia sekolah, dipaksa pergi ke sekolah bisa sangat menyedihkan.Â
Hal ini pernah terjadi pada adik saya, yang pada saat itu ia tidak mau mengatakan apapun, ia hanya terdiam dan murung setiap harinya.Â
Suatu ketika ia pulang sekolah dengan menangis, berapapun kali kami menanyakan ia tak mau menjawab.Â
Sampai suatu hari kami mengetahui dari anak-anak lain bahwa ia dibully di sekolah, hal itu mengakibatkan adik saya tidak ingin pergi ke sekolah dengan alasan selalu sakit. Dan jika kami terlalu memaksanya ke sekolah, ia pun akan pergi tapi telat ke sekolah. Kejadian tersebut juga menimbulkan akibat bagi orang yang ingin melindunginya dari orang yang ingin mencelakainya.
Bayangkan! Seseorang yang fobia akan sesuatu misalnya makanan, jika kita memaksanya untuk makan makanan tersebut maka ia akan menangis bahkan menjerit. Begitu pula dengan fobia yang lainnya.
School refusal memiliki konsekuensi akademik dan sosial yang serius bagi anak dan dapat sangat merusak. Salah satunya adalah anak jadi kurang bersosialisasi dengan orang lain, Kurangnya sosialisasi secara tidak langsung mempengaruhi prestasi belajar anak.Â
Dampak yang paling buruk adalah anak bisa dikeluarkan dari sekolah (dropout) karena terlalu lama tidak masuk sekolah. Sebenarnya anak menolak ke sekolah bukan karena perilakunya, tapi ia memiliki kecemasan yang menuntut kepada perawatan dan penyelesaian dari orangtua dan gurunya.
Bagaimana cara mengatasi school refusal pada anak?