Di era digital yang serba cepat, Generasi Z, yaitu individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, dihadapkan pada tantangan besar dalam mempertahankan fokus mereka. Pola kebiasaan yang terbentuk oleh teknologi dan media sosial telah menciptakan polarisasi dalam cara mereka menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk dalam dunia pekerjaan. Fenomena ini memunculkan pertanyaan penting: bagaimana kebiasaan multitasking dan konsumsi informasi instan memengaruhi ketahanan fokus Generasi Z dalam menyelesaikan pekerjaan?
Generasi Z dikenal sebagai generasi pertama yang tumbuh dengan teknologi digital sejak lahir. Mereka terbiasa dengan akses instan ke informasi melalui media sosial, aplikasi, dan perangkat pintar. Kebiasaan ini menciptakan dua kutub ekstrem:
Pertama, Multitasking Digital: Kemampuan mereka untuk menjalankan banyak tugas sekaligus, seperti menjawab pesan, menyusun dokumen, dan mendengarkan podcast secara bersamaan.
Kedua, Kehilangan Ketahanan Fokus: Paparan terus-menerus terhadap notifikasi dan informasi instan sering kali mengakibatkan kesulitan untuk bertahan dalam satu bidang pekerjaan untuk waktu yang lama.
Menurut penelitian dari Harvard Business Review (2022), hanya 34% pekerja Generasi Z dapat mempertahankan fokus mereka selama lebih dari 25 menit saat melakukan tugas yang memerlukan konsentrasi tinggi. Sebagian besar dari mereka mengalami gangguan fokus akibat notifikasi atau dorongan untuk beralih ke aplikasi lain. Kondisi ini menimbulkan beberapa dampak negatif, antara lain:
Pertama, Penurunan Produktivitas: Ketidakmampuan untuk mendalami tugas tertentu menyebabkan hasil pekerjaan yang kurang optimal.
Kedua, Kelelahan Mental: Multitasking yang berlebihan membuat otak bekerja lebih keras, sehingga cepat lelah.
Ketiga. Kurangnya Keterampilan Mendalam: Generasi Z cenderung memiliki pemahaman yang dangkal terhadap bidang tertentu karena terbiasa berpindah dari satu tugas ke tugas lainnya.
Faktor Penyebab Polarisasi
Pertama, Konsumsi Informasi yang Instan: Media sosial seperti TikTok dan Instagram mendorong pola konsumsi konten singkat, sehingga sulit bagi Generasi Z untuk fokus pada tugas-tugas jangka panjang.
Kedua, Budaya Multitasking: Lingkungan kerja yang mendorong multitasking sering kali memperparah masalah ini.
Ketiga, Kurangnya Pelatihan Manajemen Waktu: Sebagian besar Generasi Z belum mendapatkan pelatihan khusus untuk mengelola waktu dan prioritas secara efektif.
Untuk membantu Generasi Z mengatasi tantangan ini, beberapa langkah dapat diambil:
Pertama, Penerapan Teknik Kerja Berbasis Fokus: Metode seperti Pomodoro Technique dapat membantu mereka membagi waktu kerja menjadi interval yang terfokus dengan istirahat singkat.
Kedua, Peningkatan Literasi Digital: Edukasi tentang bahaya multitasking dan pentingnya deep work (kerja mendalam) dapat membantu Generasi Z memahami manfaat fokus dalam pekerjaan.
Ketiga, Manajemen Distraksi: Menggunakan perangkat lunak untuk memblokir notifikasi dan aplikasi yang mengganggu selama jam kerja.
Keempat, Dukungan dari Lingkungan Kerja: Perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang mendukung fokus, seperti ruang kerja bebas gangguan atau jadwal kerja fleksibel.
Maka, polarisasi kebiasaan Generasi Z, yang dipengaruhi oleh teknologi dan media sosial, telah membawa dampak besar terhadap ketahanan fokus mereka dalam pekerjaan. Meski tantangan ini nyata, dengan strategi yang tepat, Generasi Z dapat belajar untuk mempertahankan fokus dan meningkatkan produktivitas dalam dunia kerja modern. Ketahanan fokus bukan hanya soal kemampuan individu, tetapi juga tanggung jawab kolektif antara generasi ini, keluarga, dan organisasi tempat mereka bekerja.
Newport, C. (2016). Deep work: Rules for focused success in a distracted world. Hachette UK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H