Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Ujung Kesabaran

14 Maret 2023   21:41 Diperbarui: 14 Maret 2023   21:52 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : liputan6.com

"Lha sekarang Pak Andi akan ke mana?"

" Ya ke kelas, kasihan anak-anak dari tadi tidak ada guru yang masuk ke kelas. Katanya semuanya sibuk dengan proyek. Hehehehe...." Kata-kata Pak Andi  disambut dengan senyuman pahit di bibir kedua temannya yang ada di kantor guru. Semua temannya entah  ke mana. Padahal di absen guru di WA semuanya masuk.

Taman lusuh bunga-bunga diganti alang-alang dan perdu, lapangan upacara becek padahal hanya turun hujan setengah jam. Dengan ketabahan yang selalu digenggamnya ditatapnya kelas yang terlihat hanya ada beberapa anak, lainnya masih bersebaran di halaman dan di kantin sekolah.

Ingin menangis melihat sudah karut marutnya sekolah ini, apalagi dengan kurikulum yang katanya merdeka ini. Semua sudah bebas berkreasi sehingga adab, tata karma kepada guru hanya utopia semata. Karena prinsipnya anak bebas belajar, hanya itu yang diterima sepenggal oleh  pemilik kebijakan sekolah.

"Pak Andi... . Pak Andi.... . " Tetiba terdengar suara kencang dari belakangnya. Belum saja Pak Andi menolehkan kepalanya si pemanggil itu telah menarik lengannya seterusnya menggelandangnya ke kantor.

Guru-guru, murid-murid, bahkan pedagang yang biasa mangkal di depan sekolah ikut mengerubungi kendaraan yang menyala lampu di atas kapnya. Mobil polisi.  Dari sekilas bayangan sudah dapat diterka siapa yang diborgol oleh polisi itu. Pak Andi tidak kaget apalagi shok seperti Bu Rini yang masih saja memegang erat lengannya.

Raminto, si penjaga malam yang biasanya kalem itu telah memilih jalannya sendiri karena pada batas kesabarannya yang selalu menjadi pesuruh yang merangkap apa pun sebagai pekerja kasar dengan tiada penghargaan apalagi pendapataan yang memadai.  ada seulas senyum getir  namun ada kepuasaan sementara.

Pak Andi mencoba memejamkan matanya menahan gemetar tubuhnya. ternyata menerima kekalahan untuk dijadikan kemenangan hanya milik para orang suci mungkin malaikat. Atau hanya di dongeng pengantar mimpi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun