Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mas Nadiem Kapan Membuka Keran Pendidikan? Sudah Banyak yang Ingin Membasuh Tangan

9 Maret 2021   20:50 Diperbarui: 9 Maret 2021   22:01 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : republika.co.id

Sudah satu tahun lebih  Covid-19  melanda Indonesia. Akibatnya segala sendi berbangsa pun terkapar, dari ekonomi, budaya, tata sosial, dan tidak ketinggalan yang ikut merasakan dampaknya adalah ranah pendidikan. 

Hampir dua semester atau satu tahun dari bulan Maret 2020 hingga Maret 2021 proses pembelajaran tidak bisa dilaksanakan semestinya. Dan jikalau sekolah  yang direncanakan mulai efektif bulan Juli 2021 dan itupun belum bisa masuk secara regular,  maka ada satu tahun Kalender Pendidikan yang hanya sebatas melaksanakan  presensi.

Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh guru, kegiatan mereka hanya melaksanakan seluruh kebijakan yang datangnya dari ketua gugus Covid-19, Doni Monardo.  Mas Nadiem selaku Menteri Pendidikan pun harus menaati aturan yang diberikan oleh satgas Covid-19. 

Meskipun jelas harus menutup sekolah dari SD hingga PT karena efek percepatan sebaran virus diyakini sangat besar jika interaksi siswa itu  tidak dikontrol secara ketat.

Terbengkelainya sistem pengajaran yang efektif mau tidak mau  masyarakat harus mau menerimanya. Karena memang demikian kenyataannya karena tidak hanya di Indonesia tetapi juga belahan di dunia lainnya menutup sekolah-sekolahnya. Kecemasan pemerintah, orang tua, bahkan siswa pun tidak kalah khawatirnya jikalau diri mereka akan menjadi orang yang terinveksi virus itu.

Kevakuman interakasi siswa di sekolah berakibat menumpuknya beban tugas siswa. Ambil contoh  kurikulum di Indonesia untuk satu mata pelajaran yang sangat padat sehingga mengakibatkan mau tidak mau siswa yang mengerjakan pembelajaran secara daring lebih banyak. 

Dan tentunya cost untuk kebutuhan pembelajarannya pun bertambah dari menyediakan HP, Laptop, Wifi, Quota, dan listrik yang juga semakin membengkak. Penyediaan sarana siswa itu tidak lain untuk menyelesaikan beban kurikulum yang padat tersebut.

Keefiktivitasan pembelajaran daring apa pun canggihnya tidak akan pernah bisa menggantikan interaksi antara guru dan murid di sekolah. Karena dari berkumpulny siswa di lingkungan teman dan dalam atmosfir pendidikan yang sangat kompleks sehingga pendewasaan anak pun bisa berjalan dengan normal. 

Namun pastinya sangat tidak bijaksana manakala pandemi yang belum kunjung hilang ini sekolah dibuka secara reguler. Hanya saja ketika usulan untuk memasukkan siswa untuk bertatap muka selalu mentah oleh kebijakan politik apakah tidak ada cara lain agar pendidikan itu tetap berjalan  

Di setiap sekolah formal selain tersedia intrakurikuler juga ada ekstrakurikulernya. Pembedaan pun jelas, ekstrakulikuler diadakan hanya untuk mendukung kegiatan intrakulikuler. 

Meskipun hanya pendukung sebenarnya dari ekstrakulikuler dapat dijadikan tempat untuk ajang siswa yang memang punya minat dan bakat dalam bidang-bidang tertentu yang memang bisa menciptakan siswa yang lebih dewasa. Tetapi sayangnya sejalan dengan kegiatan intrakulikuler yang ditiadakan maka kegiatan ekstrakulikuler pun dengan sendirinya ditiadakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun