Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mr. Anies, Saatnya Bekerja Jangan Biarkan Jakarta Jadi Kenangan

27 Februari 2020   09:53 Diperbarui: 27 Februari 2020   10:07 3746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi = tribunnews.com

Keberuntungan dan  kepintaran  seseorang kadang-kadang menentukan jalur gemilang dalam kariernya.  Jikalau orang itu hanya pintar akan berhasil dalam satu sisi hidupnya, dan biasanya akan dikaitkan dengan keberhasilan dalam akademisnya. Jikalau lagi beruntung semua yang tidak mungkin akan terlihat seperti mukjizat.

Keberuntungan seseorang dengan lainnya akan berbeda contohnya, ada yang sudah mencalonkan berkali-kali sebagi kepala desa dan modalnya pun melebihi rerata namun ketika tidak beruntung menaunginya maka jabatan itu diambil oleh orang lain. Ada juga yang hanya mengandalkan modal seadanya untuk usaha berdagang maka kalau nasib lagi  baik selalu saja modal itu bisa kembali bahkan mendapat untung.

Mungkin jikalau ditarik kesimpulan hampir sama dengan Basuki Tjahaya Purnama, Joko Widodo, dan Anies Baswedan. Mereka adalah orang-orang yang bernasib baik dan mempunyai kepintaran di atas rerata. Mudahnya, orang akan bilang nasib kalau lagi mujur apapun yang dkerjakan akan selalu berdampak baik pada hidupnya.

Orang-orang yang pernah menjadi nomor 1 di negeri ini pastilah yang sangat beruntung, tidak terkecuali dengan Joko Widodo. Presiden ke-7 di Indonesia ini mempunyai pengalaman luar biasa hidupnya. Dari keluarga yang sederhana tumbuh jadi pengusaha, menjabat wali kota Solo, menjadi gubernur DKI, lantas menjadi Presiden. Jikalau tidak beruntung dan pintar apalagi? Kehendak Tuhan pastilah itu.

Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok setelah lulus dari Universitas Tri Sakti Jakarta ia mendirikan usaha yang bergerak di pertambangan hingga akhirnya memutuskan berkarier di bidang politik. 

Dengan mengendarai partai politik PNBK Ahok berpasangan dengan Khairul Effendi, B.Sc. mencalonkan diri menjadi Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur. Dan mereka berhasil terpilih dengan suara 37.13 % suara. Karier Ahok terus melesat hingga suatu saat berpasangan dengan Joko Widodo terpilih menjadi Wakilnya sebagai gubernur DKI.

Mungkin saat itulah karier politik Ahok tertinggi sebagai Gubernur DKI dengan menggantikan Jokowi yang dipercaya rakyat Indonesia menjadi presiden. Karena gesekan-gesekan dalam berpolitik hingga Ahok harus merasakan dinginnya hotel prodeo. 

Saya kira dahulu karier akan selesai, namun di sinilah nasib baik akan selalu ada pada seseorang. Tiada satu manusia pun yang mampu mempridiksi jikalau Basuki Tjahaya Purnama dipilih oleh menteri BUMN Erick Tohir untuk menjabat komisaris utama di Pertamina.

Dan orang ketiga yang saya berikan contoh nasib baik adalah Anies Baswedan. Anies dilahirkan dari keluarga pendidik ayah dan ibu seorang dosen. Dengan sendirinya tatanan kehidupannya lebih teratur. 

Hal itu jelas tampak ketika Anis menapaki jenjang pendidikan hingga keluar negeri di Amerika sana. Setelah lulus pun karier pun seperti karpet merah  selalu terpasang di kakinya, dari Rektor Paramadina, Menteri Pendidikan, hingga sekarang sebagai seorang gubernur di DKI, sebagaimana Jokowi dan Ahok.

Pada saat ini, Ketiganya selalu dalam pusaran perbincangan yang tidak putus. Terlebih jika berkaitan dengan kinerja ketiganya, pastilah akan diperbandingkan. Terutama berkaitan dengan penanganan banjir. 

Siapa pun yang jadi Gubernur di DKI akan dihadapkan pada masalah itu selain polusi dan kemacetan. mereka dikatakan lulus dengan  nilai terpuji atau cumlaude jika berhasil mengatasinya. Jika tidak, maka hanya akan dikatakan sebagai gubernur yang biasa-biasa saja.

Kinerja Jokowi dan Ahok lebih transparan saat mereka menjabat gubernur, sungai ciliwung dinormalka agar air dapat langsung mengalir ke hilir. Dan mereka merencanakan dengan pemerintah pusat sepanjang 33 Km panjang sungai yang harus dinormalkan, namun hingga akhir jabatan Jarot dan Ahok baru setengahnya yang terealisir.  

Tentunya untuk menunjang rencana ini Jokowi hingga Jarot sepakat untuk mengosongkan tempat-tempat di bantaran sungai, kemudian merelokasi penghuninya ke tempat yang sudah dipersiapkan. Kemudian drainase kota pun diperbaiki,agar air dari dalam kota bisa mengalir ke sungai besar.

Satu kebijakan saja sudah dapat dibandingkan dengan masa Anies Baswedan untuk menangani masalah banjir, ia menggunakan konsep naturalisasi. Suatu konsep yang mengedapankan ruang terbuka yang luas untuk air dapat mengalir secara alami. 

Dan di ruang yang luas itu ada wilayah-wilayah peresapan air baik yang berasal dari hujan atau rumah tangga tidak seluruhnya ke sungai.  Suatu konsep yang sebenarnya juga memerlukan pengosongan wilayah di bantaran sungai.

curah hujan yang tinggi pada tahun ini menyebabkan DKI terdampak banjir yang parah dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya. Penanganan berbeda dan tidak berfokuslah yang menyebabkan orang-orang bisa menilai Anies gagal dalam penanganan banjir, paling tidak selama dua tahun masa pemerintahannya. Masih ada dua tahun lagi untuk memperbaiki semuanya, siapa tahu di sisa tahun ada suatu gebrakan yang luar biasa.

Suatu gebrakan seperti BTP dengan memperluas ruang terbuka hijau lebih banyak, penataan pasar tradisional yang humanis, memfungsikan jalan untuk bertransportasi yang bisa mengurangi kemacetan, menghidupkan toleransi beragama yang lebih bagus. Intinya, menggunakan sisi positif Jakarta sebagai wajah negara.

Siapa tahu lagi jika ujian banjir, kemacetan, polusi bisa di tekan ke tingkat rendah bisa mengalahkan negara Singapura, saya yakin masih ada yang ingin mencalonkan Pak Anies jadi Gubernur. Namun jikalau banjir yang selalu menerjang Jakarta, polusi nomor satu di dunia, kemacetan megalahkan New Delhi yang dijadikan bahan kampanye agar terkenal, hanya nasib baiklah yang bisa memillihnya.

(Wassalam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun