Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

TVRI Punya Acara yang Melegenda

25 Januari 2020   06:34 Diperbarui: 25 Januari 2020   06:43 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para bapak yang kerja di luaran melihat tontonan di televisi merupakan bentuk pelepasan kelelahan setela rutinitas, untuk orang yang bekerja. Lain halnya ibu-ibu rumah tangga, menonton televisi merupakan sarana hiburan. 

Anak-anak akan menganggap televisi sebagai melihat dunia imajinasi. Tentunya segmen mereka pun akan berbeda-beda. Dan tidak jarang ketika segmen yang berbeda itu bertemu di depan layar akan menjadi keramaian tersendiri.

Bapak ingin berita terkini, ibu ingin sinetron, anak ingin film kartun. Keluarga yang berada pastilah di rumahnya tersedia lebih dari satu layar, namun keluarga dengan pendapatan pas-pasan ada satu pesawat televisi sudah bagus. 

Acara yang digemari belum tentu baik bagi masing-masing jenjang usia. Acara berita belum tentu baik untuk usia anak-anak. Acara sinetron belum tentu baik untuk usia anak-anak tetapi belum tentu digemari bapak-bapak. Nilai kebaikan dan keunggulan relatif suatu tayangan akan mempengaruhi rating televisi yang tentunya akan berakibat baik pula pada suatu stasiun.

Pada zaman dengan informasi yang sangat cepat ini tayangan televisi tidak jarang hanya menjadi pelengkap. Sehingga tidak aneh jika ciri-ciri yang dimiliki suatu stasiun hanyalah mencirikan idealis pasar. Ketika kebutuhan industri siaran sudah berebut iklan yang tersisa perlombaan untuk memforsir satu jenis yang menjadi booming saat itu. 

Saat booming cerita hantu hampir seluruh televisi menyiarkannya, saat booming sinetron azab-azaban semua televisi menayangkannya, saat televisi lagi booming "idol-idolan" sepertinya seluruh chanel bersaing pada acara yang serupa.

Identitas yang seharusnya melekat pada suatu stasiun tidak akan berlaku jika pasar mengendaki dan menyukai suatu jenis program. Jika tidak ada? Hanya dengan menggerakkan jari maka mata sudah berpindah ke chanel yang lebih baru. Tinggal memilih tayangan dari dalam atau luar negeri, tidak ada sensor.

KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) mempunyai visi, terwujudnya sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Sangat bagus tujuannya antara lain agar dunia broadcast di Indonesia mempunyai kedudukan yang baik dan bisa sejarar dengan stasiun-stasiun di dunia. 

Namun ketika penyiaran yang tidak luwes tidak memperhatikan pasar pastilah akan ditinggal pemirsanya. Namun ketika siaran tidak dikendalikan juga berbahaya. Tentunya harus bijak untuk menyebut suatu tayangan sebagai identitas, tayangan yang tidak memenuhi unsur kekerasan, tidak menyimpang dari SARA.

Saya ambil contoh penayangan sejumlah program di stasiun TVRI, dengan slogannya Menjalin Persatuan dan Kesatuan yang pernah mempunyai program unggulan Dunia Dalam Berita yang ada sejak tahun 1973 hingga kini masih tetap eksis.

Artinya acara ini meski sudah terhimpit dengan media internet yang setiap menit orang bisa mengaksesnya atau program televisi yang menawarkan berita setiap saat. Namun keberadaan acara Dunia Dalam Berita seolah tidak tergeser. Para penonton yang mungkin sekarang hampir berkepala 5 pastilah sekejap atau berkejap-kejap akan meluangkan waktu melihat acara ini.

Kemudian, masih ingat dengan tayangan kelompok boneka yang tayang tiap minggu serasa tanpa lengkap jika tidak menyaksikannya? Pasti ingat, Si Unyil. 

Tokoh anak-anak yang hadir petama kali pada tahun 1981 seolah tidak ingin lepas dari tayangan televisi, kemudian akan terabahak-bahak dengan tokoh unyil yang "ngerjain" Pak Raden, atau akan gemas ketika melihat kemalasan Pak Ogah. Begitu melegendanya tayangan ini. Bahkan sampai saat ini pun masih ditayangkann oleh stasiun televisi swasta dalam format lain.

Atau acara-lainnya yang masih hidup di benak kita, semisal Gemar Menggambar dengan pembawa acaranya Pak Tino Sidin dengan topinya yang khas, dan kata-katanya yang selalu membangkitkan semangat anak untuk selalu menggambar. Seolah-olah ketika ada acara itu semua anak bisa menggambar meskipun bentuknya lucu-lucu.

Berpacu dalam Melodi, dengan hostnya yang terkenal Koes Hendratmo, Aneka Ria Safari dengan Edy Sud-nya. Bahkan pernah booming juga acara pencarian bakat penyanyi semacam Asia Bagus, yang menelorkan penyanyi AB Three, Kris Dayanti

Acara lokal pun tidak ketinggalan semacam ketoprak dari TVRI Yogyakarta, ludruk dari TVRI Surabaya, keroncong atau lawak Srimulat, seolah-olah berlomba mengisi acara dengan kekhasan dan penampilan yang prima. Mungkin karena hanya ada satu stasiun tidak ada saingan maka begitu hidup acara itu.

Acara drama yang sangat baik pada masanya mungkin hingga kini yaitu ACI. Aku Cinta Indonesia, judul yang disesuaikan dengan tokoh utamanya Amir, Cici, dan Ito. 

Drama remaja dengan usia seragam biru putih atau sekitar usia anak SMP yang mengembangkan nilai-nilai kepribadian tanggung jawab, disiplin, kerja keras, kerjasama, toleransi, saling menghargai, sikap bersaing sehat dan sportif. 

Tentu saja era 1985 an akan berbeda dengan zaman sekarang sangat berbeda namun nilai-nilai yang disisipkan tidak pernah pudar. Selain produk-produk dalam negeri, TVRI pernah mempunyai tayangan impor yang melegenda yaitu Oshin.

Selain siaran impor acara drama, TVRI pernah pula menyiarkan acara olah raga impor. Antara lain liga Bundesliga yang tayang pada tahun 2004. Atau liga Italia pada tahun 2013. Dan kini pun publik pencinta sepak bola bisa amenikmati liga Inggris di stasiun TV nasional. 

Selain itu tayangan semacam Discovery, sebagai tayangan pegetahuan lebih murah dibeli hak siarnya dibanding harus melakukan pengambilan gambar di tempat yang masih liar. Semisal di pedalaman Kalimantan, atau di papua, tentunya cost akan lebih mahal.

Kalau para dalang bilang tontonan bukan hanya sekadar manggut-manggut, berjoget, dapat meneteskan air mata, membuat gelak tawa penontonnya, terkesima dengan penampilan artisnya bahkan ikut menyanyi. Ada yang lebih penting dari semuanya. Acara di televisi hendaknya bisa menjadi tuntunan. ... Wassalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun