Sebenarnya saya enggan menggunakan kartu BPJS atau Kartu Indonesia Sehat berwarna hijau untuk berobat terlebih sekedar mengontrolkan gangguan pada penglihatan yang serasa mengganggu akhir-akhir ini. Karena menurut pengalaman akan sama seperti saat mertua mengurusi kontrol diabetnya, ruwet begitu pikiran saya.Â
Jalan untuk dapat menggunakan kartu ini paling tidak dua hari, coba kita pikirkan lagi dua hari. Seandainya saat kontrol telah melewati hari yang telah ditentukan maka akan mengulangi lagi, mencari rujukan lagi, demikian lagi. Belum kalau dokternya ada, kalau tidak ada ya harus balik lagi esok harinya.
Mengapa rujukan dari dokter keluarga? kira-kira ya harus begitu karena dari sanalah akan ditentukan oleh dokter keluarga, rumah sakit mana yang dapat menerima rujukan. Si pasien harus menurut tidak boleh memilih semaunya.
Kalau kata dokter keluarga saya, sesuai dengan zonasinya. Dan zonasi yang ada pada kartu BPJS saya adalah di rumah sakit Kayen, jarak dari rumah ke selatan lagi 25 km atau ke rumah sakit Mitra Bangsa dari domisili saya sekitar 15 km ke arah utara. Kalau dihitung seluruh jarak mengurusi surat rujukan pergi pulang sudah 80 km, lumayan.
Kebetulan juga tempat rumah saya berbeda kecamatan dengan dokter keluarga sesuai yang tertera di kartu BPJS. Dan kebetulan juga tempat praktek dokter yang berada di Tambakromo bukan rumah aslinya, Asal dokter tersebut berasal dari kota Pati. Ruwet hehehe...Â
Untuk itu kalau ingin mendapatkan rujukan ya harus bolos, padahal kerja saya di kota mau tidak mau harus turun ke kecamatan Tambakromo yang jaraknya 30 km. Setelah mendapat rujukan saya pun harus menunggu esoknya. Sesuai dengan amanat di nota kartu akan digunakan pada tanggal 2 Oktober 2019.
Esoknya jam 10 saya sudah mendaftar di RS Mitra Bangsa di kota Pati. Dan kata mbaknya, sang dokter akan datang jam 13.30 tidak apalah toh saya bisa ngopi-ngopi siapa tahu dapat ide untuk menulis atau sekedar omong-omong, itu pun juga kegiatan menyenangkan kalau hanya sekedar membuang waktu tiga jam tidaklah lama.
Nah dari sini saya baru sadar kalau dulu nama kartu BPJS adalah ASKES. Perasaan dulu gak serumit ini deh... pasien akan minta rujukan terus di mana rumah sakit yang dituju dokter akan memberikan suratnya, mengapa dulu bisa gitu. Sekarang bisa lain?
Pikir saya lagi, betapa akan enak sekali kalau langsung ke optik periksa mata, bayar cash, pulang bawa kacamata. Selesai. Entah setan apa yang merasuki (lagu oiii...) saya ingin menggunakan kartu ini ingin sekedar sensasi atau agar dapat potongan harga. Entahlah.
Saat untuk janjian dengan dokter pukul 13.30 hampir tiba, segera saya meluncur ke TKP. Seperti saran mbaknya bagian pendaftran tadi pagi untuk periksa langsung menuju ke tempat dokter praktik.
Ruang untuk praktik dokter mata masih sepi. Hanya ada seorang ibu muda bersama bapaknya yang memakai kacamata hitam sedang menunggu. Saya sempatkan bertanya, katanya sang dokter belum datang.