Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Sego Tewel Rasa Sahdu

8 September 2019   22:50 Diperbarui: 8 September 2019   22:56 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore hari saat istri melihat masakan di meja makan yang dimasak kala pagi sudah ludes dan meracik hidangan untuk makan malam sudah aras-arasen alias "ogah" maka aku segera mengusulkan gimana kalau habis ngantar anak les malam hunting kuliner saja. 

Tempatnya tidak usah jauh-jauh. Dan istriku langsung tanggap dan langsung menebak sego tewel. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

Habis magrib dan usai mengantar anak les, kami pun langsung menuju ke tempat sego tewel. Lokasinya tidak jauh dari rumah kurang lebih enam kilometer, jika dari pusat kota Pati menuju ke selatan 16 Kilometer. 

Tepatnya di Desa Ngerang, Keacamatan Tambakromo. Ada banyak tempat penjual sego tewel di sana namun yang kami tuju adalah yang paling kondang. 

Karena tempat itulah sebagai awal yang menjual makanan jenis itu. Tentunya rasa selalu dijaga agar tidak mengecawakan. Begitulah adanya, warung itu dikelola oleh keluarga dan sekarang adalah generasi ketiga.

Tewel atau nangka atau jackfruit bahasa Inggrisnya atau Artocapus heterophyllus sangat diyakini berasal dari India dan dibawa oleh pendatang kala awal Nusantara bersentuhan dengan dunia luar. 

Biasanya nangka digunakan untuk kolak, campuran es yang dapat melepaskan dahaga, campuran kue yang sangat melezatkan. Dan bagi orang Padang nangka bisa digunakan untuk dimasak sebagai sayur. Jangan lupa makanan yang melegenda di Yogya -- Solo hingga dunia yaitu gudeg berbahan dasar nangka atau gori.

Gori yang dipilih adalah yang belum masak karena kalau sudah masak atau dagingnya sudah kuning untuk dimasak menjadi sego tewel rasanya hanya manis kurang kena di lidah. Maka untuk menghindari nangka yang tua si tukang masak di warung sego tewel tidaklah berani membuat stok berlebihan. 

Namun biasanya kalau tidak ada stok di pasar maka warung hanya menjual sedikit. Seperti tadi saat kami sampai jendela warung sudah tutup tetapi pintunya masih dibuka kalau seperti ini masakan tewel biasanya tinggal  sedikit, untungnya lagi karena kami sudah terbiasa alias langganan sejak warung masih dijalnkan ibunya maka ada prioritas (hehehehe).

Tidak lama sego tewel yang dihidangkan di atas piring beralaskan daun jati sudah di depan mulut segera ujung ujung syaraf lidah merasakan sensasi makanan ndeso yang terasa nikmat. 

Makanan ini bersantan tetapi sangat berbeda dengan semur atau nasi gandul yang juga merupakan ciri khas Pati. Rasa merica dan ada irisan cabe sangat dominan bisa dibayangkan betapa ramainya kedua bumbu itu bertemu di lidah. 

Orang yang tidak terbiasa dengan rasa pedas akan langsung keluar suara mendesis di mulut seperti ular ssh...ssh...ssh, sejurus kemudian pasti akan keluar keringat dari kening dan tangan pun akan mengusapnya atau pasangannya yang mengusap dengan tisu --biar kelihatan mesra-. Saya sendiri pun kadang tidak tahan dengan rasa ini,  pedas yang aneh.

Dan teman dari sego tewel untuk dikunyah hanyalah tempe, biasanaya ada bakwan dan telur puyuh atau  telur asinan dan krupuk. Karena kami  datang saat warung sudah hampir tutup dapat cemilan tempe, itu sudah keburuntungan ada lauknya bahkan suatu saat saya pernah berebut tempe dengan pembeli lainnya. 

Meskipun hanya tempe rasanya selalu berbeda apalagi dihidangkan saat masih panas sangat enak untuk dinikmati bersama dengan tewel yang pedas. Dan minuman di sini hanya ada teh atau es teh. 

Kalau ingin menghilangkan rasa pedas saya sarankan untuk memesan teh panas. Meminum es setelah makan pedas tidak menghilangkan rasa pedas  hanya menimbulkan haus. Kalau ada yang berpendapat tidak disaraankan minum teh setelah makan di situ ada air mineral.

Lima belas menit berlalu dan kami pun selesai menikmati hidangan sego tewel. Segera saya menuju ke kasir untuk membayar makanan dan minuman yang telah masuk ke perut dan sepertinya ia sangat senang di sana.

"Nasi dua porsi, enam potong tempe, satu kerupung, satu gelas es teh dan satu mineral berapa Mbak?" Tanyaku kepada penjualnya.

"Dua belas ribu Pak." Katanya tanpa ragu.

Dua belas ribu rupiah untuk makan sore ini, segera saya keluarkan uang pas satu lembaran sepuluh ribu dan satu lembaran dua ribu. Kami pun pulang berboncengan sepeda motor dengan rasa syahdu.

(Pati, 8 September 2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun