Mohon tunggu...
Nurul Aulia Syabella
Nurul Aulia Syabella Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

tryy

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Analisis Ketidakadilan dan Kesetaraan Gender dari Film Kartini 2017

30 Desember 2021   15:09 Diperbarui: 30 Desember 2021   16:28 1084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Film ini menceritakan tentang kehidupan Kartini yang memperjuangkan kesetaraan antara pria dan wanita. Sosok Kartini digambarkan sebagai seorang pemberontak dan tak segan melawan orang yang menentangnya di saat ia tidak melakukan sesuatu yang salah. Seperti saat ia melawan kakaknya yang berusaha memisah kamarnya dari ibu kandungnya, MA Ngasirah yang tidak berstatus bangsawan seperti dirinya dan mengharuskannya untuk memanggil Kartini dengan panggilan "Ndoro Ayu". Kisah berlanjut saat ia dipingit karena sudah mulai memasuki masa pubertasnya, ia diharuskan untuk terus tinggal di rumah dan mempelajari tata krama seperti perempuan yang lainnya sembari menunggu ada laki-laki yang datang untuk meminangnya. Padahal dari lubuk hatinya yang terdalam, Kartini ingin mengenyam pendidikan setinggi-tingginya hingga sampai ke negeri Belanda. Namun, Kartini tidak tahan melakukan semua hal itu. 

Banyak Pikiran yang berkecamuk di kepalanya, seperti kenapa perempuan harus melakukan hal ini? Kenapa perempuan tidak bisa belajar seperti laki-laki? Dan pikiran yang lainnya. Suatu hari, kakak Kartini, Sosrokartono, memberikan kunci lemarinya yang berisi buku-buku sebelum ia pergi ke Belanda. Kartini yang kemudian membaca buku-buku pemberian kakaknya berhasil membuat pikirannya tidak terpenjara dengan berbagai macam khayalan yang divisualisasikannya secara nyata. Sampai pada bagian dimana adiknya, Kardinah dan Roekmini masuk ke kamar Kartini untuk dipingit, Kartini pun mengajak dua adiknya itu untuk membantu perjuangannya. Ia ingin mendobrak tradisi bahwa sebenarnya perempuan wajib mendapatkan hak yang sama untuk sekolah setinggi-tingginya.

Kelebihan yang ditunjukkan dalam film ini adalah dengan kehadiran Reza Rahadian sebagai sosok Kartono (kakak Kartini) memberikan dampak yang cukup besar dalam semua pergerakan Kartini. Dengan kehadiran film ini pun diharapkan banyak menginspirasi kawula muda, khusunya wanita agar selalu menginspirasi dan berkarya sesuai dengan passion dan kemajuan zaman. Beranjak dewasa, pada usia 24 tahun Kartini hendak dipinang oleh seorang pejabat yang mumpuni, Bupati Joyodiningrat. Namun, ia menolak dengan memohon tidak ingin menjadi istri dan tetap ingin belajar dan mencurahkan diri untuk memperjuangkan kaum perempuan. Hal ini dimusyawarahkan dan membuahkan hasil bahwa Kartini bersedia dipinang dengan 2 syarat.

Pertama, Joyodiningrat harus menyetujui gagasan-gagasan dan cita-cita Kartini tentang kemajuan kaum perempuan. Kedua, Joyodiningrat harus menyetujui Kartini untuk mendirikan sekolah bagi perempuan. Dengan tidak keberatan, Joyodiningrat menerima persyaratan ini. Tetapi, Kartini masih berat untuk dipinang. Antara perjuangan dan pengorbanan, Kartini menerima keputusan bulat untuk menikah dengan Joyodiningrat. Tiga hari setelah Kartini menikah, ada informasi bahwa Beasiswa ke negeri Belanda yang ia ajukan itu disetujui. Namun Beasiswa itu dibatalkan, dan setelah itu Kartini berhasil mendirikan sekolah bagi perempuan, dengan dukungan dari suaminya di Rembang.

 

BENTUK-BENTUK KETIDAKSETARAAN GENDER

Di dalam film kartini terdapat 4 bentuk ketidaksetaraan gender yaitu marginalisasi, subordinasi, streotip, dan kekerasaan. Berikut penjabarannya, yaitu :

  1. Marginalisasi, memiskinkan perempuan banyak sekali terjadi dalam masyarakat dan negara. Meskipun tidak setiap marginalisasi perempuan disebabkan oleh ketidakadilan gender, akan tetapi yang dipersoalkan dalam analisis gender adalah marginalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender Marginalisasi terjadi sudah sejak dalam rumah tangga dan didukung secara kultur, agama, bahkan negara.

Adapun yang menggambarkan marginalisasi ada dalam adegan Kartini yang sedang berjalan merunduk menuju dari pendopo menuju keraton. adanya ketidakadilan gender yang mengharuskan perempuan untuk berjalan merunduk sedangkan laki-laki tidak. Tokoh Kartini dalam film tersebut digambar sebagai perempuan cerdas, kuat, pendobrak tradisi, dan penuntut ketidakadilan gender. Kartini merasa bahwa pada saat itu perempuan terhimpit dan mengalami ketidakadilan dalam hal apapun.Kartini bertekad untuk merebut hak-hak Denotasi yang mengharuskan Kartini dan perempuan berjalan merunduk menuju tempat ayahnya. Sedangkan apabila yang dipanggil saudara laki-lakitidak harus berjalan merunduk. Konotasi Adanya ketidakadilan gender yang terdapat dalam adegan tersebut yakni apabila perempuan diharuskan berjalan merunduk sedangkan laki-laki tidak harus berjalan merunduk. perempuan sehingga tidak ada lagi ketidakadilan pada perempuan dimasa itu.

  • Subordinasi, adalah anggapan tidak penting dalam keputusan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Selama beberapa abad lalu, atas alasan agama, kaum perempuan tidak boleh memimpin apapun, termasuk masalah duniawi.

Adapun yang menggambarkan subordinasi terdapat dalam scene Pada adegan pertemuan para bangsawan dan belanda tersebut terlihat meja yang diduduki oleh bupati dan jajaranya hanya dipenuhi dengan kaum lakilaki saja. Berbeda dengan meja belanda yang jumlah laki-laki dan perempuan nya hampir sama. Sedangkan makna konotasinya adalah Dalam adegan tersebut secara tidak langsung menunjukkan adanya anggapan bahwa perempuan tidak layak menjadi seorang pemimpin.

  • Streoptype, adalah pelebelan atau penandaan pada suatu kelompok tertentu. Stereotip selalu menimbulkan ketidakadilan. Salah satu stereotip itu adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, yang bersumber dari penandaan yang didekatkan kepada mereka. Dalam masyarakat banyak sekali stereotip yang dilabelkan pada perempuan sehingga berakibat membatasi, menyulitkan, dan merugikan kaum perempuan. Masyarakat memiliki meyakinkan bahwa tugas kaum perempuan adalah melayani suami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun