Mohon tunggu...
Nurul Hidayah
Nurul Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hallo

Bersyukur itu indah

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perjalanan Hidup Wanita Tangguh

19 April 2022   21:17 Diperbarui: 19 April 2022   21:28 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kehidupan seseorang adalah suatu takdir yang harus disyukuri, dijalani, dan yang penting usaha dan kerja keras demi sebuah kehidupan. Meskipun hidup itu kadang dibawah dan kadang di atas, percayalah itu semua ujian dan kita perlu menyikapi dengan rasa syukur.
Kali ini saya akan bercerita tentang kisah seorang perempuan yang umurnya sudah semakin tua sekitar 60 tahun yang bernama ibu Ningsih. 

Beliau anak pertama dan memiliki 3 saudara perempuan yaitu 2 saudaranya yang tinggal se dusun dan tetanggaan dengan beliau, sementara saudara satunya tinggal di daerah cepu, namun beliau sudah tiada kurang lebih hampir setahun. Ibu Ningsih hidup tanpa seorang suami dan beliau adalah sosok yang pekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. 

Selain pekerja keras, Ibu Ningsih juga termasuk orang yang sangat sabar, ramah, baik hati dan suka menolong orang-orang yang berada di sekelilingnya terutama kepada tetangganya. Hidupnya yang sederhana tak membuat sikap tolong-menolong antar sesama itu hilang.

Beliau hidup di sebuah Dusun Karang Anyar, Desa Sidomukti, Kecamatan Kenduruan, tepat rumahnya paling belakang dan berjarak 1 rumah dari belakang rumahku. Beliau hidup dengan kesendirian karena sang suami yang sudah meninggal sejak 2 tahun yang lalu. 

Dulu sebelum suaminya meninggal, ibu Ningsih sudah menjadi tulang punggung keluarganya karena sang suami yang sedang sakit dan tidak bisa apa-apa, sehingga waktu suaminya masih hidup, ibu Ningsih yang tengah sibuk bekerja sampai siang hari, disisi lain beliau juga harus merawat sang suami yang terbaring di kasur. 

Beliau bekerja di pasar Sidomukti dengan mengangkat barang-barang penjual yang baru datang dari produsennya dan kemudian dibawa ke dalam pasar atau ke tokonya penjual yang baru saja membeli langsung dari produsennya. Beliau sangat rajin dalam mencukupi kebutuhannya sehingga beliau pada jam setengah 7 pagi sudah berangkat menuju ke pasar dengan berjalan kaki, karena jarak dari rumahnya ke pasar yang tidak jauh atau sekitar 3 menitan dari rumah. 

Selain mengangkat barang-barang di pasar, ibu Ningsih juga menjadi tukang pijat, jika ada orang atau tetangga yang memanggil untuk pijat. Sesampainya ibu Ningsih pulang dari pasar sekitar jam 10 pagi dan kemudian ia pulang dengan berjalan kaki. 

Sesampainya Ibu Ningsih dirumah, ia langsung memasak untuk sarapan pagi , karena ia belum dapat uang untuk membeli makanan sehingga harus bekerja dulu untuk membeli lauk pauknya. 

Dulu sebelum suaminya meninggal, ibu Ningsih menyempatkan pulang bekerja sebentar untuk membelikan sang suami sarapan. Namun, semenjak suaminya meninggal ia sarapan di siang hari setelah pulang dari kerja. Meskipun di bulan puasa pun, beliau juga bekerja dan pulang seperti biasa. 

Beliau masih memasak dengan alat tradisional yaitu menggunakan kayu bakar sehingga selain untuk membeli nasi beserta lauk pauknya, ia harus mengeluarkan uang untuk membeli kayu bakar untuk memasak. Dulu sebelum suaminya meninggal, Ibu Ningsih juga seorang pengembala kambing. 

Setelah pulang bekerja dari pasar dan merawat sang suami selesai, beliau langsung berangkat ke sawah untuk mencari rumput. Terkadang beliau juga membawa kambing ke sawah dan menunggunya sampai sore hari. Namun setelah sang suami tiada, beliau sudah tidak lagi ternak kambing karena kambingnya dijual untuk membeli kebutuhan acara memperingati 1000 harinya sang suami.

Dalam adat daerahnya, jika orang meninggal tepat 1000 harinya maka ia mengadakan hajatan dengan mengundang beberapa saudara dan para tetangganya. Sehingga dengan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 

Tak luput dari itu, kondisi rumahnya yang dulu sangat berbeda dengan yang sekarang. Kondisi rumah yang dulu hanya menggunakan bahan seadanya atau sudah tidak layak ditempati dan ia termasuk orang yang sangat sederhana hidupnya, dimana antara ruang tamu dengan dapur yang sangat berdekatan. 

Dan dulu waktu masih mempunyai kambing, tempat peternak itu jadi satu dengan dapur dan ruang tamu dan itu sudah tidak layak atau bisa menganggu kesehatannya dengan suasana rumah yang kumuh. 

Hingga suatu saat pemerintah memberi bantuan pembangunan rumah untuk ibu Ningsih. Kemudian rumah yang bagian depan dirobohkan dan dibuat rumah baru dari pemerintah tersebut. Sehingga, sekarang beliau tidur di rumah layak pakai yang diberikan pemerintah itu. Dan kondisi rumah yang dulu dibuat untuk dapur dan kamar mandi, sedangkan rumah yang sekarang hanya dibuat untuk tidur. 

Ketika ibu Ningsih mau menonton TV, beliau harus pergi ke rumah tetangganya untuk menonton dan saat jam 9 malam ia pulang ke rumahnya sendiri. Selain itu, beliau juga sering mendapat bantuan dari pemerintah seperti uang dan bahan pokok lainnya seperti beras, mie, gula dan lainnya. 

Selain kondisi rumahnya, dulu ketika hendak mengambil air untuk keperluan lainnya seperti mandi, memasak air, ibu Ningsih harus memompanya di rumah tetangga ketika waktu sore menjelang waktu mandi. Namun sekarang ibu Ningsih tidak perlu memompa dan sudah disalurkan air dari saudaranya sendiri.

Ibu Ningsih pernah bilang apapun yang beliau kerjakan yang penting halal dan mampu untuk membeli kebutuhan makannya. Namun, beliau juga sering diberi makanan oleh tetangganya dan itu yang harus beliau syukuri. 

Dari kisah nyata seorang ibu Ningsih, apapun kehidupan yang sudah diberikan kepada Allah kita patut bersyukur entah itu susah ataupun bahagia. Sepatutnya kita patut mencontoh sikap ibu Ningsih yang pantang menyerah,pekerja keras, dan sosok yang baik hati kepada sesama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun