Ada pihak yang meyakini bahwa nama hanyalah label yang bisa menjadi pembeda antara orang yang satu dengan yang lain. Ungkapan legendaris Shakespeare what is in a name? di kisah Romeo and Juliet sepertinya mengikuti aliran ini. Akan tetapi, ada pihak yang meyakini bahwa nama bukanlah semata-mata label diri, melainkan branding diri.Â
Kelompok ini meyakini bahwa citra diri, kepercayaan diri, cara berpikir, dan perilaku seseorang bisa terbangun karena nama yang disandangnya.Â
Nama diri yang menyiratkan optimisme dan harapan akan mendorong pemiliknya untuk berperilaku penuh semangat dalam bekerja dan pantang menyerah. Saya ada di kelompok kedua karena sepengetahuan saya, selalu ada banyak cerita di balik nama. Nama bisa merepresentasikan banyak hal, diantaranya bunyi, bentuk, fungsi, sejarah, bahkan doa. Â
Name is sounds, shapes, and functions alias nama merupakan representasi bunyi, bentuk dan fungsi. Keterkaitan antara nama dengan bentuk atau fungsi tertentu sering kita jumpai. Binatang melata di dinding dinamai cicak karena bunyi yang dihasilkannya, dan kain penutup kepala disebut kerudung karena fungsinya mengerudungi. Keduanya adalah contoh dari keterkaitan antara nama dengan bunyi dan fungsi dari benda yang dilabeli.Â
Hal senada terjadi pada virus Corona. Nama Corona menyiratkan keterkaitan antara nama dan bentuk. Virus ini bentuknya mirip dengan mahkota, maka oleh penemunya dia diberi nama Corona yang bermakna mahkota. Sedangkan nama Novel Corona menyiratkan keterkaitan antara nama dan sifat. Novel, diambil dari bahasa Inggris, bermakna baru. Maka nama Novel Corona berarti virus Corona jenis baru.
Name is history alias nama merepresentasikan sejarah. Tidak jarang nama menyiratkan peristiwa penting di masa lampau, penemu sebuah temuan yang fenomenal, dan juga tahun ditemukannya sebuah temuan penting. Mexican flu adalah nama penyakit yang disebabkan oleh virus yang muncul pertama kalinya di kota Mexico.Â
Nama ini menggambarkan dengan jelas bahwa di suatu masa, di kota Mexico telah terjadi peristiwa besar, yaitu munculnya virus penyebab penyakit yang mewabah di banyak negara. Contoh lain dari nama yang merepresentasikan sejarah adalah nama skala suhu fahrenheit yang diambil dai nama penemunya, yaitu ilmuwan Jerman Gabriel Fahrenheit (1636-1786).Â
Dengan diabadikannya nama penemu pada hasil temuannya, maka khalayak akan belajar sejarah dari temuan tersebut, minimal mengetahui nama penemunya. Tahun temuan adalah aspek lain dari sejarah yang bisa kita jumpai pada sebuah nama. Angka 19 di COVID-19 menandakan tahun tersebut adalah tahun ditemukannya virus Corona jenis baru, yang menjadi penyebab COVID-19.Â
Dengan disematkannya angka 19, khalayak menjadi sadar bahwa tahun 2019 adalah tahun penting bagi epidemiologi karena di tahun tersebut ada virus baru yang menyebabkan pandemi di seantero bumi dan merenggut banyak nyawa. Jejak sejarah menjadi tergambar sangat jelas dengan menjadikan tahun kemunculan virus sebagai bagian dari nama.
Name is hopes alias nama adalah doa. Nama merepresentasikan harapan dan doa. Disadari atau tidak ternyata nama bisa memengaruhi kepribadian, perkembangan emosi dan sifat pemiliknya. Nama yang baik akan menciptakan citra diri yang baik bagi pemiliknya, dan begitu sebaliknya. Orang akan cenderung berupaya berlaku sesuai dengan citra yang diciptakan oleh namanya. Oleh sebab itu, ketika nama yang meyiratkan citra dan harapan yang baik akan mendorong penyandangnya untuk berbuat terbaik sesuai dengan makna dari namanya.Â
Nama juga bisa membentuk image. Nama yang baik akan menciptakan image yang baik bagi penyandangnya, dan begitu sebaliknya. Bila seseorang diberi nama Mawar, maka penyandang nama tersebut akan tercitrakan sebagai individu dengan tampilan fisik yang memesona dengan kepribadian yang menarik layaknya bunga mawar. Doa juga terpancar kuat dari sebuah nama. Nama Philia Hikmah dan Sophia adalah dua contoh nama yang menyiratkan doa.Â
Philia Hikmah bermakna 'mencintai ilmu' sedangkan Sophia bisa bermakna 'bijaksana' atau 'kebijaksanaan'. Dengan memberi nama Philia Hikmah, sang orang tua berharap dan berdoa semoga sang putra kelak menjadi anak yang suka belajar dalam arti luas, mencintai ilmu pengetahuan, dan pandai mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Dengan memberi nama Sophia, sang orang tua berharap dan berdoa bahwa kelak anaknya menjadi orang yang bijaksana dalam menyikapi setiap peristiwa.
Sebaliknya, nama juga mencitrakan seseorang menjadi sangat buruk dan terstigma. Spanish Flu atau flu Spanyol akan mencitrakan bangsa Spanyol sebagai sumber penyakit yang menjadi pandemi di tahun 1920. Meski wabah ini tidak berawal dari negeri Spanyol, tetapi karena Spanyol dijadikan nama, maka publik akan menganggap negara Spanyol sebagai tempat tumbuhnya wabah tersebut. Sungguh, ini bukan hal yang menguntungkan bagi bangsa dan rakyat Spanyol.Â
Mungkin karena alasan inilah WHO menghindari menyebut nama negara atau wilayah atau nama seseorang ketika akan memberi nama penyakit yang tahun 2019-2021 mewabah di seantero planet bumi.Â
Andaikan pandemi tersebut dinamai Wuhan Corona, maka hampir bisa dipastikan betapa terstigmanya kota Wuhan dan ini akan berimplikasi pada munculnya sikap rasis dan anti Wuhan. Sungguh, bukan situasi yang sehat baik secara mental maupun sosial.
Nama bukanlah sesuatu yang random. Mungkin begitulah kesimpulan yang pas untuk tulisan ini. Di baliknya ada pola, ada sejarah, dan ada doa. Mencermati nama, kita bisa belajar banyak tentang keteraturan bahasa, kita bisa menggali sejarah, kita juga bisa 'mendengar' doa yang terpanjat oleh pemberi nama. Name is not nothing, but something.Â
Malang, 6 Agustus 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H