Mudik lebaran memberi kesan tersendiri. Mengingat nyaris tidak ada orang yang tidak mudik ketika lebaran, maka peristiwa ini menjadi ajang silaturahmi yang sangat efektif. Dengan mudik kita bisa bertemu dengan banyak kerabat dan teman lama. Kita bisa bersua dengan teman sekolah yang sudah puluhan tahun tidak pernah kita kontak. Kita bisa sambang dan bercengkerama dengan Pakdhe, Budhe, Pak Lik, Bulik, Om, Tante, keponakan, dan kerabat lain.
Berkumpul dengan mereka bisa membuat kita sejenak lepas dari rutinitas kantor. Berkumpul dengan mereka, membuat kita sejenak ingat masa lalu. Kebersamaan dengan mereka meyadarkan kita bahwa waktu berjalan sedemikian cepat. Mereka yang kita jumpai lebaran sebelumnya masih tegar, lebaran tahun ini bisa jadi sudah berkurang ketegarannya, ketajaman pendengarannya, kemudahan lisannya, dll.Â
Sebaliknya, mereka yang dulunya kita jumpai masih bayi, kini telah besar, bahkan mungkin sudah dewasa. Itu semua menandakan betapa waktu sedemikian cepat berlalu dan menyadarkan kita akan apa yang sudah kita lakukan. Perbuatan baik apa yang sudah kita tebarkan untuk kemaslahatan sesame sekaligus sebagai bekal menghadap-Nya. Dari titik ini, mudik bisa menjadi semacam recharging hati dan pikiran.
Recharging pikiran dan hati itulah ketika saya bertemu dengan keluarga besar saya di Nganjuk dan kerabat di Magetan dan Ponorogo di lebaran tangun 2024 ini. Pertemuan dengan sepupu yang sudah tiga dekade tidak berjumpa menyegarkan pikiran dan menghangatkan perasaan. Bersua dengan kakak-kakak kandung yang lengkap dengan canda dan tawa menghilangkan rutinitas pekerjaan yang kadang terasa menjenuhkan. Dunia terasa berbeda walau sesaat. Celoteh putra putri keponakan yang berarti cucu saya menambah keceriaan lebaran dan menjadi penyemangat mudik kembali bila ada kesempatan. Â
Ramadhan dan lebaran yang bisa menghadirkan eksotisme spiritual dan sosial menjadikannya bulan yang selalu terasa istimewa meski untuk bisa merasakan eksotisme tersebut, utamanya eksotisme spiritual perlu effort yang tidak ringan. Hanya mereka yang menjalankan puasa dan berbagai ibadah lainnya dengan penuh keimanan yang bisa merasakan eksotisme Ramadhan.Â
Hanya mereka menyadari pentingnya tali persaudaraan yang bisa merasakan bahwa mudik dengan segala ke-rebyek-annya adalah eksotis. Tidaklah berlebihan jika Maher Zain mengabadikan kerinduannya terhadap bulan Istimewa melalui penggalan syairnya yang berbunyi: Ramadhan, kumohon usah pergi..........
Â
Malang, 30 Mei 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H