Mohon tunggu...
Nurul Hidayati
Nurul Hidayati Mohon Tunggu... Dosen - Psychologist

Ordinary woman; mom; lecturer; psychologist; writer; story teller; long life learner :)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Waspada Depresi: Antara Tommy Page, Pratyusha Banerjee (Anandhi), dan Kita

10 Maret 2017   12:51 Diperbarui: 11 Maret 2017   04:01 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak semua orang tahu dirinya depresi ketika ia sedang mengalaminya. Apalagi anak-anak dan remaja. Dengan mengetahui gejala-gejalanya diharapkan kita bisa membantu anak-anak kita mengidentifikasi kondisi emosi mereka, terlebih ketika kita mendapati beberapa indikasi munculnya gejala depresi.

Faktor-Faktor Penyebab Depresi

Stres yang berkelanjutan dapat memunculkan depresi. Faktor genetik juga berperan dalam depresi yang dialami seseorang.

Berbagai hal dapat saja memicu depresi. Pengalaman negatif seperti kehilangan pekerjaan, kegagalan, kematian, perceraian, dan lain sebagainya bisa saja menjadi pemicu seseorang mengalami depresi. Pengalaman kegembiraan yang meluap-luap bahkan juga bisa berujung pada depresi. Maka, kita perlu waspada.

Stress merupakan bagian dari kehidupan kita saat ini. Namun, ketika batas ambang toleransi stress manusia terlampaui maka ia akan mengalami kondisi distress (stress). Apabila kondisi stress ini berlangsung berkepanjangan, apalagi disertai gejala-gejala khas depresi seperti:

(1)Mengharapkan yang terburuk (pesimis); (2) Membesar-besarkan konsekuensi dari kejadian-kejadian negatif; (3) Mengasumsikan tanggung jawab pribadi untuk hasil yang negatif walaupun tidak beralasan; (4) Secara selektif hanya memperhatikan aspek-aspek negatif dari berbagai kejadian.

Sesuatu hal yang khas terkait depresi yakni learned helplessness.Orang yang mengalami depresi secara selektif fokus pada hal-hal negatif. Suatu kejadian yang negatif seperti kegagalan meraih grade tertentu dalam ujian, bisa merambat pada penilaian negatif terhadap berbagai hal lainnya. Rasa tidak bisa mengasuh anak secara baik, rasa kecewa terhadap peran suami dalam pengasuhan anak pun demikian, bisa meluas ke hal-hal lain sehingga hampir semua hal dipersepsikan negatif. Generalisasi yang terlampau luas dari suatu hal yang negatif menjadi suatu bentuk keyakinan bahwa “Aku orang yang gagal”; “Aku orang yang tidak berguna” ; “Aku bodoh” ; “Aku tidak punya masa depan” merupakan salah satu mekanisme berpikir yang terdistorsi (tidak tepat /tidak sesuai kenyataan) khas orang yang mengalami depresi.

Apa Yang Bisa Kita Lakukan?

Karena depresi merupakan gangguan dan tidak bisa berlalu dengan sendirinya, maka untuk membantu orang-orang yang mengalami depresi membutuhkan bantuan professional (psikolog dan / atau psikiater). Namun setidaknya, pengetahuan kita tentang beberapa gejala khas depresi dapat membantu kita untuk melakukan identifikasi dini terkait seseorang yang mengalami depresi.

Stop Stigma!

Tidak ada yang lebih buruk dari memberikan stigma terhadap seseorang yang tengah membutuhkan bantuan! Maka, Stop Stigma terhadap seseorang yang mengalami depresi. Kalau tidak mau membantu, setidaknya kita bisa berupaya berempati terhadap kondisi yang tengah dialami penderita depresi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun