Mohon tunggu...
Nurul Hidayati
Nurul Hidayati Mohon Tunggu... Dosen - Psychologist

Ordinary woman; mom; lecturer; psychologist; writer; story teller; long life learner :)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Waspada Depresi: Antara Tommy Page, Pratyusha Banerjee (Anandhi), dan Kita

10 Maret 2017   12:51 Diperbarui: 11 Maret 2017   04:01 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dari fanpage facebook tommy page

Kematian artis Tommy Page beberapa waktu lalu sontak kembali mengejutkan kita. Saya termasuk generasi 90-an yang masih terkenang betapa hebohnya remaja kala itu memuja Tommy Page, selain NKOTB dan beberapa artis idola saat itu.

Namun bukan itu yang ingin saya bahas. Di satu sisi, kita merasa kehilangan sosok artis berwajah baby face Tommy Page. Namun di sisi lain, sebagai psikolog, kembali saya merasa perlu mengingatkan betapa depresi bisa menimpa siapa saja. Artis Tommy Page dikabarkan oleh beberapa media dalam maupun luar negeri mengalami depresi, kemudian ditemukan meninggal. Beberapa media mengabarkan bahwa sang artis idola meninggal karena suicide. Bahkan figur seperti Robbin Williams, actor serba bisa, yang dikenal berbagai kalangan dengan sifat humoris dan bijaknya pun tak luput dari sergapan depresi, yang kemudian mengantarnya pada maut.

Belakangan, Kabar meninggalnya pemeran Anandhi (serial buatan Bollywood yang tengah popular di tanah air), Pratyusha Banerjee telah mengejutkan penggemar serial Balika Vadhu di Indonesia. Aktris Bollywood berusia 26 tahun ini meninggal setelah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Meninggal pada 1 April 2016, tubuh Banerjee ditemukan tergantung di langit-langit kamar apartemennya di Mumbai.

Depresi: Apa dan Bisa Terjadi Pada Siapa Saja?

Pernahkah kamu merasa sedih secara terus menerus selama berminggu-minggu, tanpa tahu alasan kesedihanmu itu?

Mengapa di suatu saat dalam hidupmu, ketika ada sebuah kejadian buruk, kemudian efeknya bisa berlarut-larut dan menjalar ke mana-mana? Seakan seluruh hidupmu berantakan? Kamu merasa gagal sebagai manusia, buruk sebagai pasangan, atau tidak punya masa depan sama sekali? Kamu sudah mencoba menguatkan dirimu, terus menerus mencoba, namun akhirnya “kalah” dalam peperangan melawan arus negative dalam dirimu sendiri. Dan berakhir dengan rasa putus asa yang membuat dunia terasa gelap, seperti tergulung gelombang besar tsunami krisis kepercayaan diri dan hidupmu pun tak lagi tampak berharga. Pernahkan kamu atau orang terdekatmu mengalaminya?

Kalau iya, itulah gambaran seseorang yang terkena depresi. Dan saya yakin, kita tak ingin mengalaminya. Begitu pula, kita tak juga ingin orang-orang tercinta mengalaminya. Depresi merupakan salah satu penyebab kuat seseorang kemudian terdorong untuk melakukan suicide. Depresi juga ditengarai merupakan salah satu penyakit “pembunuh utama” di era modern ini.

Depresi tidak hanya bisa terjadi pada orang dewasa. Anak-anak dan remaja pun dapat menderita gangguan mood, termasuk gangguan depresi. Kita semua bisa mengalami depresi, sehingga perlu untuk mengetahui ciri khas gangguan ini.

Depresi tidak sama dengan kesedihan pada umumnya. Sedih, senang, marah, takut, jengkel: semuanya merupakan emosi yang wajar dimiliki manusia. Depresi memiliki karakteristik khusus, dan biasanya tidak berlalu dengan sendirinya. Sehingga membutuhkan bantuan professional: psikolog dan / atau psikiater.

Beberapa hal yang khas dari gangguan depresi selain perasaan sedih, yakni munculnya perasaan tidak berdaya, pola berpikir yang terdistorsi, kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri terkait hal-hal negatif yang terjadi, self esteem dan self confidence yang lebih rendah dibandingkan orang lain yang tidak mengalami depresi.

Gejala lain yang sering dilaporkan muncul yakni adanya episode kesedihan, sering menangis, merasa apatis, pola tidur berubah (sulit tidur atau terlalu banyak tidur), pola makan berubah (terlampau banyak atau tidak mau makan), dan kelelahan yang berkepanjangan. Terkadang disertai pikiran-pikiran atau bahkan upaya suicide.

Tidak semua orang tahu dirinya depresi ketika ia sedang mengalaminya. Apalagi anak-anak dan remaja. Dengan mengetahui gejala-gejalanya diharapkan kita bisa membantu anak-anak kita mengidentifikasi kondisi emosi mereka, terlebih ketika kita mendapati beberapa indikasi munculnya gejala depresi.

Faktor-Faktor Penyebab Depresi

Stres yang berkelanjutan dapat memunculkan depresi. Faktor genetik juga berperan dalam depresi yang dialami seseorang.

Berbagai hal dapat saja memicu depresi. Pengalaman negatif seperti kehilangan pekerjaan, kegagalan, kematian, perceraian, dan lain sebagainya bisa saja menjadi pemicu seseorang mengalami depresi. Pengalaman kegembiraan yang meluap-luap bahkan juga bisa berujung pada depresi. Maka, kita perlu waspada.

Stress merupakan bagian dari kehidupan kita saat ini. Namun, ketika batas ambang toleransi stress manusia terlampaui maka ia akan mengalami kondisi distress (stress). Apabila kondisi stress ini berlangsung berkepanjangan, apalagi disertai gejala-gejala khas depresi seperti:

(1)Mengharapkan yang terburuk (pesimis); (2) Membesar-besarkan konsekuensi dari kejadian-kejadian negatif; (3) Mengasumsikan tanggung jawab pribadi untuk hasil yang negatif walaupun tidak beralasan; (4) Secara selektif hanya memperhatikan aspek-aspek negatif dari berbagai kejadian.

Sesuatu hal yang khas terkait depresi yakni learned helplessness.Orang yang mengalami depresi secara selektif fokus pada hal-hal negatif. Suatu kejadian yang negatif seperti kegagalan meraih grade tertentu dalam ujian, bisa merambat pada penilaian negatif terhadap berbagai hal lainnya. Rasa tidak bisa mengasuh anak secara baik, rasa kecewa terhadap peran suami dalam pengasuhan anak pun demikian, bisa meluas ke hal-hal lain sehingga hampir semua hal dipersepsikan negatif. Generalisasi yang terlampau luas dari suatu hal yang negatif menjadi suatu bentuk keyakinan bahwa “Aku orang yang gagal”; “Aku orang yang tidak berguna” ; “Aku bodoh” ; “Aku tidak punya masa depan” merupakan salah satu mekanisme berpikir yang terdistorsi (tidak tepat /tidak sesuai kenyataan) khas orang yang mengalami depresi.

Apa Yang Bisa Kita Lakukan?

Karena depresi merupakan gangguan dan tidak bisa berlalu dengan sendirinya, maka untuk membantu orang-orang yang mengalami depresi membutuhkan bantuan professional (psikolog dan / atau psikiater). Namun setidaknya, pengetahuan kita tentang beberapa gejala khas depresi dapat membantu kita untuk melakukan identifikasi dini terkait seseorang yang mengalami depresi.

Stop Stigma!

Tidak ada yang lebih buruk dari memberikan stigma terhadap seseorang yang tengah membutuhkan bantuan! Maka, Stop Stigma terhadap seseorang yang mengalami depresi. Kalau tidak mau membantu, setidaknya kita bisa berupaya berempati terhadap kondisi yang tengah dialami penderita depresi.

Sebagian penderita depresi juga memunculkan pikiran-pikiran ke arah mengakhiri hidup (suicidal thoughts). Guilty feelings (perasaan bersalah) mereka juga biasanya amat tinggi. Sehingga, stigma dan penilaian yang menghakimi adalah hal terakhir yang mereka inginkan.

Pengobatan psikofarmakologi melalui obat-obatan antidepressant biasanya akan dilakukan oleh psikiater. Sementara terapi kognitif behavioral biasanya akan dilakukan oleh psikolog. Untuk membantu penderita depresi, kita bisa membantu memberikan informasi klinik / rumah sakit terdekat yang memberikan jasa layanan psikologi dan psikiatri. Kita juga bisa membantu menemani (kalau diperlukan) ke puskesmas yang memiliki layanan psikologi / atau bisa juga dokter untuk memberikan rujukan ke rumah sakit yang layanannnya lebih lengkap. Kita bisa juga membantu menginformasikan kepada penderita / keluarga jasa layanan psikologis / psikiatri yang ada di Universitas terdekat.

Apapun yang bisa dan sanggup kita lakukan, lakukanlah. Bisa saja, satu langkah kecil Anda menyelamatkan satu nyawa! Atau bahkan menyelamatkan sebuah keluarga!

Semoga tulisan ini bermanfaat. Salam hangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun