Mohon tunggu...
Nurul Hidayati
Nurul Hidayati Mohon Tunggu... Dosen - Psychologist

Ordinary woman; mom; lecturer; psychologist; writer; story teller; long life learner :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mendidik Anak Ala Buya Hamka

6 Agustus 2016   15:27 Diperbarui: 6 Agustus 2016   19:57 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sukber: dokpri"][pentingnya pendidikan untuk anak (sumber: dokpri]

Buya Hamka merupakan tokoh besar negeri ini. Seorang ulama, seorang negarawan, seorang guru, seorang seniman dan budayawan. Karya beliau beragam, mulai dari tafsir, buku, novel, dan masih banyak lagi. Sebagai salah satu pengagum beliau, izinkan saya menuliskan sedikit pandangan dan wejangan beliau dalam pendidikan.

Buya Hamka: Siapa Beliau?

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, itu nama lengkap beliau. Beliau putra pertama dari pasangan Dr. Abdul Karim Amrullah dan Shaffiyah. Lahir pada 17 Februari 1908 di Maninjau, Sumatra Barat. Uniknya, peraih Doktor honoris causa dari Universitas Al Azhar dan Universitas Prof.Moestopo Beragama ini tidak menamatkan satu pendidikan formal pun. Banyak membaca merupakan modal utama beliau. Tak pernah berhenti belajar menjadi sikap hidupnya. Tak pernah lelah menuntut ilmu, belajar langsung pada para tokoh dan ulama, mulai dari dataran Sumatera, Jawa, hingga Mekah. Beliau wafat pada Hari Jumat, 24 Juli 1981.

Wejangan Buya Hamka

Buya Hamka menekankan perbedaan mendidik dengan mengajar. Pendidikan bertujuan membentuk watak pribadi. Kepandaian saja, tanpa terbentuknya budi pekerti yang baik, hanya akan menjadi racun, bukan obat.

Iman orang tua tidak boleh lemah, dan menjadi alasan menyerahkan pendidikan sepenuhnya pada sekolah. Tidak bisa demikian, karena pendidikan di sekolah bertalian dengan pendidikan di rumah. 

Buya menyitir perkataan al Hakim al Musta'shimi tentang cara mendidik anak, "Jangan dibiarkan anak banyak tidur. Ajar dia lekas bangun. Banyak tidur menyebabkan dia pemalas, lamban, berat tegak, buntu otaknya, dan mati hatinya. Sebaiknya anak tak dibiasakan tidur di kasur tebal, biar di tikar tipis, supaya dia bergerak lincah, tidak suka bersenang-senang semata. Jaga anak supaya dia tidak berdusta. Hendaklah dia berkata benar, berani mengakui kalau telah berbuat salah, sedari kecil terbiasa bertanggung jawab atas perbuatannya.

Buya hamka mengamini pendidikan humanis. Beliau mengutip seorang pendidik yang mengkritisi pendidikan yang pro-kekerasan. "Saya heran memikirkan guru-guru yang terlalu bangga dan banyak memompakan cerita perang kepada murid-muridnya, hikayat orang-orang pemberani dan cara pembalasan dendam. Tapi mengapa dia kurang sekali mengajarkan pokok-pokok cinta kasih kepada sesama manusia, dan hasil yang didapat lantaran cinta kasih kepada sesama manusia itu. Padahal tak seorangpun juga yang sanggup hidup di dunia seorang diri, kalaupun ia menggenggam seluruh harta dunia."

Rumah tangga adalah madrasah pertama dan utama. Rumah tangga merupakan pusat kehidupan. Air keturunan, yaitu didikan dan pergaulan ayah ibu si anak ketika kecil sangat menentukan tingkah laku anak. Pelajaran akhlaq terbaik yakni melalui keteladanan.

Sikap dan budi pekerti yang baik sangat penting dalam keluarga. Buya mengutip sabda Rasulullah SAW, "Yang sebaik-baik kamu adalah yang baik kepada istrinya. Siapa yang punya anak, hendaklah seperti anak-anak pula ketika sedang menghadapinya."

Ketika orang tua sibuk bekerja, dan sibuk berorganisasi. Sibuk rapat dan rapat. Pulang tengah malam. Kehidupan rumah tangga diabaikan. Hak keluarga dilalaikan. Mereka berkilah, sedang bekerja untuk masyarakat.

Buya berpesan, renungkan kembali. Guna apa mereka bekerja dan untuk siapa? Kalau untuk masyarakat, mengapa keluarga sebagai pusat dari masyarakat diabaikan? 

Kembalilah ke rumah, kembalilah ke keluarga. Perbaiki rumah tangga karena tujuan hidup ialah ke sana. Kesibukan dan aktivitas yang mengabaikan keluarga tidak ubahnya dengan menghasta kain sarung, berputar-putar, tetapi di sana dan balik ke sana juga. Tak menghasilkan apa-apa.

 Pentingnya pendidikan budi pekerti

Buya mengutip sabda Rasul, "Peliharalah anak-anakmu dan perbaikilah budi pekerti mereka. Sesungguhnya anak-anak itu adalah hadiah Allah kepadamu," (HR Bukhari)

Buya juga merujuk perkataan Umar Bin Khatab, " Didiklah budi pekerti anak-anakmu itu berlainan dengan keadaanmu yang sekarang (lebih baik). Karena dia telah dijadikan Tuhan untuk zaman yang bukan zaman engkau."

Tentang anak yang "nakal", Buya berpesan demikian: hendaknya orang tua tahu, orang tua harus merasa beruntung kalau anaknya "nakal" dan khawatir kalau anak-anaknya suka duduk-duduk termenung. Kalau anakmu diam, suka duduk termenung, lekas periksakan, barangkali dia sakit. Biasanya anak yang nakal semasa kecilnya, menjadi orang besar saat dewasa, asal dibimbing ayah ibu dan gurunya.

Ingat sabda,Rasul: "Nakalnya anak-anak di waktu kecilnya, menambah akalnya di waktu besar."

Sampai Di mana tanggung jawab ayah ibu?

Kewajiban ayah ibu semenjak anak lahir hingga ia telah mampu berdiri di kakinya sendiri yakni terdiri atas beberapa tingkatan:

(1) saat anak masih menyusu, dijaga makanannya 

(2) ketika akal telah bertumbuh, dia bertanya ini itu,  bantu ia membuka akal dan wawasan, serta beri contoh yang baik

(3) ketika beranjak besar, inilah masa perjuangan. Penjagaan ayah ibu di masa remaja ini sangat mempengaruhi arah hidup anak.

Ketika telah tiba saat anak mampu mandiri, beri ia kepercayaan. Tak selamanya anak harus di bawah pelupuk mata ayah ibunya.

Buya hamka juga mengacu imam Al Ghazali yang menurut beliau memberikan pelajaran berharga mengenai mendidik anak. Beliau berkata, hendaklah ayah ibu menjaga sumber pencaharian hanya dari yang halal.

Demikian, beberapa wejangan Buya Hamka (Prof. Dr. Hamka) saya kutipkan dalam tulisan ini. Semoga bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun