Mohon tunggu...
Nurul Hidayati
Nurul Hidayati Mohon Tunggu... Dosen - Psychologist

Ordinary woman; mom; lecturer; psychologist; writer; story teller; long life learner :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Anak Menarik Diri dan Murung, Bahaya Depresi Terselubung

22 Juli 2016   05:18 Diperbarui: 23 Juli 2016   20:43 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. psycologytoday.com

Dalam kehidupan sehari-hari ada teman-teman, rekan, kolega, atau sanak famili yang tiba-tiba murung dan menarik diri. Ada pula teman-teman atau orang-orang di sekitar kita yang mengeluh "duuh, aku depresi nih!" Dan kasus depresi tidak melulu menimpa orang berusia dewasa, melainkan bisa juga terjadi pada remaja dan anak-anak.

Depresi Bisa Terjadi Pada Siapa Saja

Kita masih ingat kasus kematian aktor terkenal Robin Williams kan? Sontak dunia terkejut...betapa depresi dapat menyergap siapapun. Siapa yang menyangka, aktor yang dalam hidupnya menjadi sosok yang menginspirasi dan juga ceria serta jenaka..juga bisa terkena depresi.

Ilustrasi: Shutterstock
Ilustrasi: Shutterstock
Ada humor yang terkenal tentang hal ini. Ketika seorang komedian ternama dan tersohor, terbelenggu kesedihan mendalam. Ia berkeluh kesah, dan semua orang di kota itu menjawab dan menyarankan hal yang sama, "pergilah menemui komedian "x" dan kesedihanmu pasti pergi. Sang komedian mendesah pilu, kian putus harapan.."tapi, akulah komedian "x" itu..."

Depresi memang "mematikan"...ia bak kecupan dementor dalam Harry Potter. Ia menyedot habis seluruh energi positif dan menghapus kebahagiaan.

Rekan kerja yang depresi bisa berubah dari seorang yang smart, ceria, dan supel menjadi seseorang yang terus bersedih, menarik diri, loner, dan annoying. Seorang ibu yang energetic dan penuh kasih sayang, bisa berubah menjadi super melankolis, terus terusan menangis, dan tak bisa melihat sisi cerah dari kehidupan. 

Bahkan ia bisa jadi tidak lagi bisa mengasuh anak-anak dengan baik. Seorang anak yang depresi bisa berubah, dari anak yang ceria dan penuh percaya diri, menjadi anak yang murung, menutup diri, dan rendah diri. Ia bahkan tak lagi semangat bermain, enggan belajar, menolak bertemu teman-temannya. 

Jadi, kebayang kan bahaya depresi bagi individu dan juga keluarga?

Depresi dan Kesedihan: Apa Bedanya?

Dalam dunia psikologi klinis, tidak semua kondisi seseorang yang sedih dan murung serta merta digolongkan depresi. Dan tidak semua kondisi depresi itu mudah dikenali.

Ada beberapa ciri khas depresi:

(1) perubahan mood berupa kesedihan berlangsung lama hingga lebih dari dua minggu,

(2) ada rasa tidak berdaya (helpless), &

(3) ada rasa putus asa terhadap diri, lingkungan, dan masa depan (hopeless)

Biasanya juga disertai perubahan perilaku seperti: suka murung, menarik diri, perubahan pola makan (tidak mau makan atau justru makan secara berlebihan), perubahan pola tidur (tidak bisa tidur atau justru tidur berlebihan). 

Gejala depresi yang terselubung juga bisa muncul dalam gangguan makan, sulit tidur, keluhan-keluhan kesehatan seperti pusing berkepanjangan tanpa adanya indikasi medis adanya penyakit tertentu, keengganan bersekolah, dan masih banyak gejala lain.

Apabila gejala-gejala itu muncul dalam diri seseorang, kemungkinan ia memang mengalami depresi. Ia sedang butuh bantuan profesional (psikolog atau psikiater), walaupun ia belum menyadarinya.

Apalagi kalau muncul pikiran-pikiran tentang kematian, atau ada keinginan untuk mengarah ke sana. Maka, kita tak boleh mengabaikan.

Depresi & Suicide

Sekitar 90% orang yang melakukan upaya mengakhiri hidupnya mengalami depresi. Kita perlu mewaspadai gejala-gejalanya. Dan banyak di antara mereka yang mengalami depresi, tak menyadari kalau dirinya tengah depresi.

Keluarga dengan ibu atau ayah atau salah satu anggota keluarga mengalami depresi tentu akan terdampak. Karena individu yang mengalami depresi seakan tak punya tenaga, dan bergulat dengan permasalahan dirinya...ia tengah butuh bantuan..dan dalam masa-masa sulit itu, keluarga perlu saling mensupport, atau bahkan perlu dukungan psikologis dan sosial dari lingkungan, selain butuh bantuan profesional, tentunya.

Mari kita nyalakan lilin, dan berhenti mengutuk gelap. Melakukan apa yang kita bisa tentu lebih bermanfaat dari hanya berdiam diri, apalagi menyalahkan orang maupun keadaan.

Dalam hal kondisi depresi yang terjadi pada orang-orang dekat kita, baik anak-anak, remaja, ataupun dewasa...kita bisa berkontribusi meringankan penderitaannya. Minimal dengan menghapus stigma. 

Orang yang sedang depresi memiliki kadar self blaming yang sangat tinggi, maka usah menambah beban mereka dengan memberikan judgement. Kata-kata yang suportif, yang positif jauh lebih bermankna dan bermanfaat.

sumber: themighty.com
sumber: themighty.com
Salah seorang teman psikiater berkata, "depresi itu bukan dosa..seperti ketika orang terkena demam atau terserang kanker... namun ketika kita tak berbuat apapun terhadapnya...di situlah kita berdosa"

Dan pengabaian serta pembiaran, dalam banyak kasus, memang merupakan "dosa" yang merusak dan memperburuk keadaan... Apalagi di negeri yang masih berkutat dengan kebutuhan pokok / mendasar (baca: sandang-pangan-papan) seperti negeri kita ini, issue mental health kerap kali dikesampingkan.

Ke Mana Bisa Mencari Pertolongan?

Paling praktis, hubungi rumah sakit yang memiliki layanan psikologi atau psikiatri terdekat. Beberapa puskesmas juga sudah memiliki layanan psikologi. Pilihan lainnya yakni menghubungi universitas terdekat yang memiliki layanan psikologi atau psikiatri. Jika Anda tinggal di kota besar, pilihan yang ada lebih bervariasi. 

Ada beberapa LSM yang memiliki layanan hotline untuk seseorang yang sedang membutuhkan konseling, apalagi mereka yang mengalami depresi dengan suicidal thoughts. Bagaimanapun, feel free to choose... pilihan mana yang sekiranya nyaman dan lebih bisa membantu. Search di internet saya kira juga sangat membantu, banyak komunitas positif di dunia maya terkait issue kesehatan mental & well being untuk beragam usia: anak-anak, remaja, dewasa, dan lansia.

Semoga tulisan ini bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun