Mohon tunggu...
Nurul Hidayati
Nurul Hidayati Mohon Tunggu... Dosen - Psychologist

Ordinary woman; mom; lecturer; psychologist; writer; story teller; long life learner :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hantu MOS Itu Bernama Bullying

17 Juli 2016   08:53 Diperbarui: 18 Juli 2016   08:22 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orientasi Siswa. Liputan6.com

Tak ada orang tua yang ingin menjemput anaknya di rumah sakit. Tak ada orang tua yang ingin menjemput anaknya yang telah menjadi jenasah,” demikian sebagian dari uraian Pak Anies Baswedan terkait Pelarangan Perploncoan di sekolah.

Dan saya setuju, hantu dalam MOS itu adalah bullying.

Bullying dalam MOS

“Kuncirannya nggak rapi, Dik. Kayak anak kecil aja!” bentak seorang siswa senior pada junior yang baru masuk. Sang siswa baru hanya tertunduk, tanpa daya.

“Cari air mineral merek Gajah Terbang. Airnya nggak bening, tapi berwarna-warni. Tutupnya tetap tersegel rapi lho! Awas kalau nggak dapet!” ancam siswa senior, sok kuasa.

“Suaranya pelan banget, Dik. Manja!” bentak siswa senior kepada juniornya yang menahan tangis.

Dialog tersebut di atas hanyalah ilustrasi perkataan arogan para siswa yang merasa senior kepada para junior mereka. Kejadian semacam ini sering terjadi pada MOS (Masa Orientasi Sekolah).

Kemudian kita berpikir: Relevansinya apa ya dengan kehidupan putra putri kita di sekolah? Untuk menanamkan dalam alam bawah sadar mereka bahwa senior (sosok yang lebih tua, lebih berkuasa) boleh menindas junior (sosok yang lebih muda usia, lebih lemah)?

Apa ya kaitannya: dibentak-bentak, dihina, dikasih tugas-tugas nggak masuk akal yang para pemberi tugasnya juga nggak akan bisa menyelesaikan dengan “pengenalan sekolah” atau “kesiapan anak memasuki jenjang pendidikan selanjutnya”?

Dalam kajian bullying, ada beberapa unsur utama yang membuat tindakan kita masuk dalam kategori bullying.

Yang pertama: Ada ketidakseimbangan posisi, baik dari tenaga, kekuasaan, jumlah, dan lain-lain. Kalau bicarabullying di sekolah, biasanya siswa berbadan besar mem-bully siswa berbadan kecil. Siswi yang berbadan semampai mem-bully siswi berbadan gemuk. Siswa populer mem-bully siswa yang dianggap nerd dan nggak gaul.Dalam MOS, para siswa senior mem-bully siswa baru (yang mereka anggap juniornya). Dari berbagai sisi, posisi siswa senior dan siswa junior sudah jelas tidak seimbang.

Yang kedua: Bullying merupakan kegiatan yang bertujuan, bukan kegiatan yang random atau spontanitas belaka. Siswa yang melakukan bullying sudah pasti tahu dia melakukan hal yang menyakiti / mempermalukan/ membuat tidak nyaman siswa lain. Maka, apabila sistem perploncoan dalam MOS tidak dilarang, maka kita (dan juga Negara) telah melegalisasi bullying. Bullying identik dengan kekerasan, dan kita tidak mau menjadi pihak yang mengamini kekerasan terjadi di institusi pendidikan seperti sekolah, bukan?

Yang ketiga: Bullying melibatkan tindakan yang tidak menyenangkan. Mulai dari bullying secara verbal (olok-olok, ejekan, bentakan), bullying secara fisik (mendorong, mencubit, memukul, menendang, menjegal), bullying secara psikis (mengintimidasi, meneror), bullying secara sosial (mengucilkan, mengasingkan), dan bullying jenis baru: bullying melalui media sosial. Semuanya sama, membuat korban mengerut takut, menangis, tidak nyaman, dan bisa juga mengalami trauma, fobia sekolah, dan memikirkan serta melakukan hal-hal yang lebih ekstrim (suicidal thought and efforts) yang untuk merehabilitasinya membutuhkan intervensi para professional (psikolog dan psikiater).

Say No To Bullying

Kita bukan hanya perlu Say No To Drugs, Say No To Pornografi, Tapi Juga Harus Say No To Bullying! Dan langkah Kemdikbud melarang MOS (yang identik dengan perploncoan dan bullying) adalah satu lompatan besar untuk mengikis habis bullyingdalam sistem pendidikan kita. Saya sangat mendukungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun