2 Li, T. M. (2000). Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot. Comparative Studies in Society and History, 42(1), 149-179
3. Perbandingan Hukum Adat di Indonesia dan Singapura Â
Penerapan Hukum Adat di Indonesia dan Singapura mencerminkan perbedaan konteks sejarah, pengaruh multikultural, penyelesaian sengketa, dan upaya penyelarasan dengan hukum modern. Meskipun keduanya memiliki warisan budaya yang kaya, perbedaan dalam perkembangan sejarah dan struktur hukum nasional memberikan ciri khas tersendiri pada penerapan Hukum Adat di kedua negara ini. Indonesia, dengan sejarah yang panjang dan keragaman etnis yang besar, memiliki tradisi hukum adat yang sangat beragam dan diakar dalam budaya setiap suku. Sejak masa pra-kolonial, setiap komunitas di Indonesia telah mengembangkan sistem hukum adatnya sendiri, mencerminkan nilai-nilai lokal dan kehidupan sehari-hari mereka. Â Meskipun masa kolonialisme membawa perubahan besar, nilai-nilai hukum adat tetap bertahan dan menjadi bagian integral dari identitas budaya masyarakat adat di berbagai daerah. Di Singapura, sejarahnya juga melibatkan berbagai kelompok etnis, namun dalam konteks yang lebih kecil dan padat penduduk. Pengaruh kolonialisme Inggris di Singapura menciptakan perbedaan dalam cara hukum adat berkembang, dengan upaya penyelarasan dengan hukum Inggris yang membentuk penerapannya. Keberagaman budaya di Indonesia tercermin dalam pengaruh multikultural yang kuat pada penerapan Hukum Adat. Dengan lebih dari 300 suku bangsa dan bahasa yang berbeda, setiap kelompok etnis di Indonesia memiliki tradisi dan adat istiadat hukum yang unik. Hukum adat di Indonesia mencerminkan keragaman tersebut dan menciptakan variasi besar dalam konsep dan prinsip hukum adat. Di Singapura, meskipun juga multikultural, terdapat dominasi tiga kelompok etnis utama: Melayu, Tionghoa, dan India. Pengaruh keberagaman ini tercermin dalam upaya untuk menghormati dan mengakomodasi nilai-nilai hukum adat dari berbagai kelompok etnis. Keberagaman ini bukan hanya dihargai sebagai ciri khas, tetapi juga diakui sebagai kekayaan utama Singapura. Penyelesaian sengketa dengan hukum adat di Indonesia seringkali melibatkan proses musyawarah dan mediasi di tingkat lokal. Sistem ini menekankan keputusan yang diambil untuk kepentingan bersama, menciptakan mekanisme yang bersifat inklusif dan partisipatif. Namun, tantangan muncul ketika terjadi konflik antara hukum adat dan hukum nasional, terutama dalam konteks kepemilikan tanah dan pemanfaatan sumber daya alam. Di Singapura, penyelesaian sengketa dengan hukum adat juga melibatkan proses musyawarah dan mediasi, terutama di tingkat komunitas 10 etnis tertentu.3 Pemerintah Singapura berupaya menciptakan mekanisme penyelesaian sengketa yang menghormati nilai-nilai hukum adat sambil tetap mematuhi kerangka hukum nasional yang lebih terpusat pada warisan hukum Inggris. Indonesia mengalami dualisme hukum antara hukum adat dan hukum nasional. Meskipun pemerintah berupaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai hukum adat ke dalam hukum nasional, tantangan tetap ada dalam menyeimbangkan kebutuhan modernisasi dengan pelestarian nilai-nilai dan norma hukum adat. Lembaga adat juga memainkan peran penting dalam penyelesaian sengketa dan pelestarian budaya. Di Singapura, kebijakan hukum lebih terpusat pada hukum Inggris. Upaya telah dilakukan untuk menyelaraskan hukum adat dengan struktur hukum modern, menciptakan kerangka hukum yang mengakui dan melindungi hak-hak tradisional tanpa mengabaikan perkembangan hukum nasional. Meskipun Singapura tidak memiliki warisan hukum adat yang sekuat Indonesia, negara melarang ini menghargai dan mencoba untuk mengintegrasikan warisan budaya lokal ke dalam struktur hukumnya. Pemerintah Indonesia telah meningkatkan upaya dalam melindungi hak-hak masyarakat adat, terutama dalam konteks pelestarian lingkungan dan hakhak tanah. Meskipun terdapat konflik dan tantangan, langkahlangkah legislatif dan kebijakan telah ditempuh untuk mendukung hak-hak masyarakat adat. Lembaga adat di Indonesia juga berperan dalam penyelesaian sengketa dan pelestarian budaya, menjadikannya mitra penting dalam pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Di Singapura, komitmen terhadap perlindungan hak-hak masyarakat adat juga terlihat, terutama dalam konteks pelestarian budaya dan kearifan lokal. Langkah-langkah legislatif dan kebijakan dilakukan untuk mendukung hak-hak masyarakat adat, menciptakan kerangka kerja yang mendukung pelestarian nilai-nilai budaya dan memastikan keberlanjutan praktik-praktik hukum adat yang memiliki nilai signifikan dalam kehidupan masyarakat. Tantangan dan Dinamika: Tantangan dan dinamika modernisasi juga mempengaruhi penerapan Hukum Adat di kedua negara ini. Di Indonesia, pergeseran nilai-nilai dan prioritas dalam masyarakat perkotaan menimbulkan tekanan terhadap kelangsungan hukum adat. Tantangan tersebut mencakup menjaga keseimbangan antara kebutuhan masyarakat multikultural dengan persyaratan hukum modern yang terus berkembang. Di Singapura, meskipun memiliki warisan hukum adat yang lebih terbatas, tantangan serupa muncul dengan perubahan nilainilai dalam masyarakat yang lebih urban. Fleksibilitas dan adaptabilitas hukum adat menjadi kunci dalam mengatasi dinamika ini. Dalam keseluruhan, perbandingan antara penerapan Hukum Adat di Indonesia dan Singapura menyoroti perbedaan dan kesamaan dalam cara kedua negara ini memandang dan mengintegrasikan warisan budaya lokal ke dalam sistem hukum modern mereka. Keduanya berusaha untuk mencapai keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian nilai-nilai tradisional yang memiliki signifikansi budaya. Sementara Indonesia memiliki keragaman yang lebih besar dalam tradisi hukum adat, Singapura mencoba untuk mengakomodasi keberagaman etnisnya ke dalam kerangka hukum yang lebih terpusat pada warisan hukum Inggris. Meskipun tantangan dan dinamika modernisasi hadir, upaya pelestarian dan perlindungan hak-hak masyarakat adat tetap menjadi 12 agenda penting di kedua negara ini.
3 Harding, A., & Lindsay, J. (2018). Contextualizing Indigenous Jurisprudence: Comparing Indigenous Legal Traditions and Colonial Legal Structures in Australia, Canada, and New Zealand. Law & Society Review, 52(2), 331-365. 11 Â
E. Kesimpulan
 - Penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah di Indonesia menggambarkan penggunaan norma-norma hukum tradisional dalam menangani konflik tanah, terutama di daerah-daerah dengan keberagaman etnis dan tradisi adat yang tinggi. Tantangan utamanya melibatkan upaya harmonisasi hukum adat dengan sistem hukum nasional, dengan pemerintah Indonesia secara aktif berusaha melindungi hakhak masyarakat adat dan mempertahankan keberlanjutan budaya melalui pendekatan inklusif.Â
- Di Singapura, penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah mencerminkan adaptasi nilai-nilai lokal ke dalam kerangka hukum modern yang lebih dipengaruhi oleh warisan Inggris. Meskipun memiliki populasi yang lebih kecil, Singapura menghadapi tantangan untuk mencapai keseimbangan antara nilai-nilai tradisional dan modernisasi dalam penyelesaian sengketa tanah. Upaya dilakukan untuk mengintegrasikan hukum adat dalam konteks hukum yang lebih global.Â
 - Perbedaan utama dalam penerapan hukum adat untuk menyelesaikan sengketa tanah antara Indonesia dan Singapura mencakup kompleksitas budaya dan hukum adat di Indonesia, sementara Singapura, dengan skala yang lebih kecil, menghadapi tantangan yang lebih terfokus pada adaptasi nilai-nilai lokal ke dalam konteks hukum global modern.
 F. Daftar PustakaÂ
Barker, J. (2005). Sovereignty Matters: Locations of Contestation and Possibility in Indigenous Struggles for Self-Determination. Lincoln: University of Nebraska Press. Lindsey, T., & Weeramantry, C. (Eds.). (2005). Customary Law in Asia. The Hague: Kluwer Law International. Ananta, A., & Arifin, E. N. (2015). Demography of Indonesia's Ethnicity. Singapore: ISEAS-Yusof Ishak Institute. 13 Chong, A. (2009). The Modern Origins of Singaporean Law. Singapore Journal of Legal Studies, 2009(1), 232-256. Suryadinata, L. (1997). Ethnic Chinese as Southeast Asians. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. Anghie, A. (2007). Imperialism, Sovereignty and the Making of International Law. Cambridge: Cambridge University Press. Hooker, M. B. (1978). Adat Law in Modern Indonesia. Kuala Lumpur: Oxford University Press. Tan, K. Y. (2008). The Role of Customary Law in Sustainable Development: An Asian Perspective. Asia Pacific Journal of Environmental Law, 11(1), 3-24. Li, T. M. (2000). Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot. Comparative Studies in Society and History, 42(1), 149- 179. Hooker, V. M. (2002). Indonesian Syariah: Defining a National School of Islamic Law. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 38(3), 309-326. Rajah, J. (2005). Legal Pluralism in Singapore: A Challenge to the Monism of Legal Centralism. Singapore Journal of Legal Studies, 2005(1), 121-149. Fasse, M. P. (2009). A Legal Geography of Yugoslavia's Disintegration. Oxford: Oxford University Press. Lindsey, T. (2009). The Indonesian People's Consultative Assembly. Oxford: Oxford University Press. Tan, E. S. (2012). The Politics of Legal Integration in the European Union. Cambridge: Cambridge University Press. Harding, A., & Lindsay, J. (2018). Contextualizing Indigenous Jurisprudence: Comparing Indigenous Legal Traditions and Colonial Legal Structures in Australia, Canada, and New Zealand. Law & Society Review, 52(2), 331-365.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H