B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang ada dalam artikel ilmiah ini meliputi:
 - Bagaimana adanya penerapan hukum adat dalam rangka penyelesaian sengketa tanah di Indonesia?Â
- Bagaimana penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah di Singapura?
 - Apa perbedaan utama dalam penerapan hukum adat untuk menyelesaikan sengketa tanah  antara Indonesia dan Singapura?Â
 1 Tan, K. Y. (2008). The Role of Customary Law in Sustainable Development: AnAsian Perspective. Asia Pacific Journal of Environmental Law, 11(1), 3-24. 3Â
 C. Metodologi Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah di Indonesia dan Singapura. Langkah pertama adalah identifikasi sumber pustaka yang relevan, seperti buku, artikel jurnal, tesis, dan dokumen resmi terkait hukum adat, penyelesaian sengketa tanah, serta konteks sosial dan hukum di kedua negara. Selanjutnya, penelitian ini melakukan analisis konteks sejarah dan budaya di Indonesia dan Singapura yang berpengaruh pada perkembangan hukum adat dan juga adanya penyelesaian sengketa tanah. Proses dala membuat adanya perbandingan dilakukan dengan menganalisis konsep dan implementasi hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah di kedua negara. Fokus penelitian mencakup perbandingan aspekaspek kunci hukum adat yang relevan, dengan memperhatikan perbedaan dan persamaan antara Indonesia dan Singapura. Selanjutnya, dalam penelitian ini akan mengevaluasi terkait dengan kasus-kasus konkret dan keputusan hukum terkait penyelesaian sengketa tanah yang melibatkan hukum adat di kedua negara untuk memahami dampak dan efektivitasnya yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi. Analisis kritis terhadap literatur melibatkan evaluasi metode dan temuan penelitian sebelumnya serta pengidentifikasian celah pengetahuan yang dapat diisi oleh penelitian ini. Metodologi ini juga mencakup pemahaman terhadap isu-isu kontemporer terkait penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah, termasuk tantangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat modern di Indonesia dan Singapura. Melalui pendekatan ini, diharapkan penelitian dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami perbedaan dan kesamaan serta efektivitas penerapan hukum adat dalam konteks penyelesaian sengketa tanah di kedua negara.Â
D. Pembahasan
 1. Penerapan Hukum Adat di Indonesia:Â
 Seperti yang telah diketahui bahwa keberagaman budaya dan sejarah yang telah membentuk lanskap hukum di negeri ini. Sejak masa prakolonial, masyarakat adat di Indonesia telah mengembangkan sistem hukum yang unik, yang bukan hanya mencakup norma-norma hukum, tetapi juga nilai-nilai budaya yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Konsep-konsep ini mengakar dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi bagian integral dari identitas budaya masyarakat adat di berbagai daerah. Sejarah hukum adat di Indonesia dapat ditelusuri sebelum masa penjajahan, di mana setiap suku dan komunitas memiliki tata hukumnya sendiri. Sistem hukum adat sering kali bersifat partisipatif, dengan keputusan yang diambil melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan bersama. Nilai-nilai lokal dan kehidupan sehari-hari tercermin dalam norma-norma hukum adat ini, menciptakan kekayaan dan keragaman dalam konsep dan prinsipnya. Pengaruh kolonialisme memberikan dampak signifikan terhadap penerapan hukum adat. Pemerintah kolonial cenderung mengabaikan atau mengubah norma-norma hukum adat sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Meskipun beberapa aspek hukum adat mungkin hilang, sebagian besar tetap bertahan dan terus diwariskan dari generasi ke generasi. Dualisme sistem hukum, dengan hukum adat dan hukum nasional berdampingan, menjadi ciri khas dalam perjalanan evolusi hukum di Indonesia. Hukum adat di Indonesia juga mencerminkan perhatian terhadap keberlanjutan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam. Banyak norma hukum adat terkait erat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat adat dalam memelihara keseimbangan ekosistem dan menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Konsep ini seringkali bertentangan dengan pola pembangunan modern yang  sering kali merusak alam, sehingga hukum adat dapat dianggap sebagai alat untuk mempertahankan harmoni dengan lingkungan. Selain itu, perbedaan antara sistem matrilineal dan patrilineal dalam penerapan hukum adat menunjukkan variasi dalam tata kelola keluarga, warisan, dan hak-hak kepemilikan. Beberapa masyarakat adat di Indonesia menghitung garis keturunan melalui ibu, sementara yang lain mengikuti garis ayah. Pemahaman mendalam terhadap perbedaan ini menjadi penting dalam mengevaluasi bagaimana hukum adat diimplementasikan di berbagai daerah. Dalam hal ini ketika dalam suatu konflik tersebut melibatkan adanya proses penyelesaian sengketa tanah, terlihat konflik dualisme antara hukum adat dan hukum nasional. Pertentangan antara kepentingan masyarakat adat yang ingin mempertahankan tradisi lokal dengan kepentingan ekonomi atau investasi yang mungkin tidak selaras dengan hak-hak tradisional menciptakan kasuskasus yang kompleks. Proses penyelesaian sengketa ini seringkali memerlukan pendekatan yang cermat dan rinci untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia dalam hal ini telah berupaya untuk dapat mengintegrasikan adanya hukum adat ke dalam sistem hukum nasional yang digunakan sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya dan hak-hak masyarakat adat. Meskipun demikian, masih terdapat tantangan yang tetap ada dalam upaya untuk dapat menyeimbangkan modernisasi dengan pelestarian nilai-nilai dan norma hukum adat. Lembaga adat berperan sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa tanah, membantu mencapai keseimbangan antara kebutuhan masyarakat adat dan juga adanya dinamika pembangunan nasional. Beberapa kasus penyelesaian sengketa tanah yang melibatkan hukum adat telah menjadi kontroversial dan menyoroti ketegangan sosial dan politik. Evaluasi kasus-kasus ini membutuhkan pertimbangan yang seksama terhadap nilainilai kultural, hak asasi manusia, dan dampak lingkungan. Dengan memahami dan menghormati hukum adat, Indonesia dapat melangkah menuju sistem hukum yang lebih inklusif, menggabungkan kekayaan budaya dengan kebutuhan perkembangan yang berkelanjutan.Â
2. Penerapan Hukum Adat di Singapura:Â
Penerapan Hukum Adat di Singapura dalam hal ini menunjukkan adanya kompleksitas dinamika antara keberagaman budaya dan modernisasi yang cepat. Walaupun seperti yang telah diketahui bahwa Negara Singapura merupakan negara maju dan perkotaan, akar budaya dan nilai-nilai hukum adat tetap berakar dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat Singapura. Untuk lebih memahami penerapan Hukum Adat di Singapura, perlu diperhatikan mengenai beberapa aspek kunci, seperti konteks sejarah, pengaruh multikultural, upaya penyelarasan dengan hukum modern, adanya peran hukum adat yang digunakan dalam melakukan penyelesaian sengketa, dan dampaknya pada aspek-aspek kehidupan masyarakat yang ada di Negara Singapura tersebut. Sejarah panjang Singapura mencakup kontribusi berbagai kelompok etnis, seperti Melayu, Tionghoa, India, dan Eropa, yang membentuk keragaman budaya di negara ini. Pada masa pra-kolonial, tradisi dan adat istiadat lokal menjadi pijakan masyarakat Singapura. Meskipun era kolonialisme membawa perubahan besar, nilai-nilai hukum adat tetap terjaga, membentuk dasar budaya yang kuat di Singapura. Karakter multikultural Singapura menjadi fondasi kuat dalam penerapan Hukum Adat. Kehidupan masyarakatnya dipengaruhi oleh keberagaman etnis, dan hukum adat mencoba mencerminkan adanya keanekaragaman budaya ini. Setiap kelompok etnis memiliki tradisi dan praktik hukum adat yang dihormati, memberikan kontribusi pada identitas nasional yang beragam. Keragaman ini bukan hanya dinilai, tetapi juga diakui sebagai salah satu kekayaan utama yang dimiliki oleh Singapura. Singapura, sebagai negara modern, telah mengadopsi sistem hukum yang utamanya didasarkan pada hukum Inggris. Meskipun demikian, pemerintah memahami pentingnya menyelaraskan hukum adat dengan struktur hukum modern. Langkahlangkah legislatif telah diambil untuk mengakui dan melindungi hak-hak tradisional, menciptakan kerangka kerja yang mencerminkan sikap inklusif terhadap kekayaan budaya dan nilai-nilai masyarakat adat. Dalam penyelesaian sengketa, masyarakat di Singapura masih cenderung memilih mekanisme hukum adat, terutama di komunitas etnis tertentu. Proses musyawarah dan mediasi menjadi bagian integral dari penyelesaian sengketa di tingkat lokal. Norma-norma hukum adat menjadi pedoman yang dihormati, menciptakan mekanisme inklusif dan partisipatif. Peran hukum adat dalam penyelesaian sengketa menunjukkan fleksibilitas dan adaptabilitasnya terhadap kebutuhan lokal. Praktik-praktik hukum adat masih memberikan pengaruh dalam aspek-aspek seperti pernikahan dan warisan di Singapura. Meskipun proses pernikahan resmi dan sistem hukum warisan nasional dapat mencerminkan adopsi nilai-nilai hukum modern, beberapa komunitas tetap mempertahankan tradisi hukum adat mereka. Ini mencerminkan usaha untuk menjaga keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian nilai-nilai tradisional yang memiliki signifikansi budaya. Perlindungan Terhadap Hak Masyarakat Adat: Pemerintah Singapura menunjukkan komitmen untuk melindungi hak-hak masyarakat adat. Ini termasuk upaya pelestarian budaya dan kearifan lokal. Melalui langkah-langkah  legislatif dan kebijakan, pemerintah menciptakan kerangka kerja yang mendukung pelestarian nilainilai budaya dan memastikan keberlanjutan praktik-praktik hukum adat yang memiliki nilai signifikan dalam kehidupan masyarakat. Meskipun ada upaya pelestarian, penerapan Hukum Adat di Singapura tidak lepas dari tantangan dan dinamika modernisasi. Pergeseran nilainilai dan prioritas dalam masyarakat perkotaan menimbulkan tekanan terhadap kelangsungan hukum adat. Tantangan ini mencakup menjaga keseimbangan antara kebutuhan masyarakat multikultural dengan persyaratan hukum modern yang terus berkembang. Fleksibilitas dan adaptabilitas hukum adat menjadi kunci dalam mengatasi adanya dinamika ini.Â