Mohon tunggu...
Nurtian Latifah
Nurtian Latifah Mohon Tunggu... Sales - Menulis

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Selamat Tahun Baru! Kumpulan Puisi 20-21

1 Januari 2022   22:59 Diperbarui: 1 Januari 2022   23:17 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Puisi Cinta

Mengakui

Malu malu mengakui,rindu rindu bersemi

kupu kupu menggelitik

semburat merah menghias pipi

bibir melawan gravitasi

Kekasihku

ku tanam subur di hati untukmu

berbait puisi indah penuh rindu

kekasihku

rembulan mengatakan

elok rupa wajahmu menghiasi malamku



Arti

 Darimu, belajar arti mencintai

waktu lama tak membuat bosan

bertahan, diantara kata orang

kamu masih bahagiaku


kamu sesungguhnya tak terdeskripsikan

kamu,dengan segala cinta, 

bertahan dalam dekapmu

mari, dalam waktu lama

menguatkan,tanpa saling melupakan

aku, rindu kamu



memahami

Aku keberatan terus memahami

memaksa diri dari sudut pandangnya

kalimat perkalimat

tersusun payah tidak paham

aku menyerah,

untuk

terus berprasangka baik

menahn dari marah

bersikap menjunjung hormat

aku benci,

akhirnya

harus memilih

tak menahu

benci

kenyataanya

aku benci




lalu

Tak terpikir melewati malam

senja mempertemukan siang kepada malam

atau, fajar memisahkan keduanya

seperti debu lelah mencari tempat singgah

detik penantian

atau, ceria yang lalu

rindu pada kehidupan

bersimpuh dan bersandar

rona kemerahan

dalam balutan


25/20/8

Barangkali belum

nanti

bisa jadi tiba tiba

rindu menyelinap

kamu, jauh, diujung pelupuk

tatapan tak terhindar


Lembayung kala takdir berpisah

mungkin nanti bersua

dalam jumpa sakral

kamu

jika

Jika tiba rindu datang

mengguyur tanpa tadah

menusuk sampai tak sanggup bernafas

air mata, tanpa permisi mengalir deras

menyanyat pilu

ingin  direngkuh

Tiba mata terbuka

desah keluar tanpa aba aba

senyap tanpa jiwa

berteriak hampa

rindu menggelora

kenangan

masalalu tak terulang



titipan

           Jangan terlalu keras

aku seperti durian

berhenti menilai liar

darah tak kental


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun