Dangdut koplo naik kelas! Musik khas Pantura yang identik dengan kaum pinggiran ini masuk ke kota bahkan masuk ke kancah penganugerahan musik nasional.
 Musik  yang lekat dengan telinga para supir bus, supir truk, dan nelayan Pantura ini terkenal akan suara khas gendang yang menghentak cocok diperdengarkan untuk menambah semangat ataupun sekedar menghilangkan kantuk pada aktivitas kerja pada malam hari.
Sebenarnya saya bukan penggemar dangdut koplo. Saya tau beberapa lagu seperti Jaran Goyang, Sayang, Lungset dan Bidadari Keseleo dari teman ataupun saat berada di ruang publik. Judul-judul yang saya sebutkan tentu sudah overplayed.
Siapa yang tak mengenal lagu-lagu tersebut? Dari kalangan pejabat sampai rakyat biasa, dari masyarakat ibukota sampai masyrakat pinggiran, dari kota sampai ke pelosok desa, dari anak hits sampai yang biasa saja, semua kenal dangdut koplo. Dangdut koplo menjamah semua kalangan.
Acara apapun, dimanapun dan dalam situasi apapun dangdut koplo pasti diperdengarkan. Acara hajatan, sunatan bahkan pengajian dangdut koplo sudah seperti himne wajib. Bagi mereka yang tak suka ataupun benci dengan dangdut koplo jika diperdengarkan lagu-lagu tersebut pasti langsung kenal walau benci.Â
Disini dangdut koplo dapat diumpamakan seperti tas kresek, dibenci karena salah satu penyebab global warming namun tetap dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari.
Biduan-biduan dangdut koplo seperti Via Valen, Nella Karisma, Sodiq Monata adalah legenda perdangdut-koploan. Berangkat dari panggung sederhana dengan bayaran  kecil, mereka bertarung dengan saingan yang tentu berat seperti penyanyi dangdut yang sudah lama menjadi legenda atau bahkan penyanyi lain genre.
Penghasilan perbulan mereka dalam sekali manggung bisa mengalahkan gaji anggota DPR. Menurut beberapa sumber gaji mereka sekali manggung berkisar 15 juta sampai 50 juta, bahkan mencapai miliaran Rupiah perbulan. Fantastis!
Lirik dangdut koplo biasanya berisi tentang percintaan, drama kehidupan dan perekonomian masyarakat kelas menengah kebawah. Dapat dikatakan dangdut koplo juga turut andil dalam melestarikan bahasa daerah, karena sebagian besar liriknya campuran antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa ngoko.Â
Dari dangdut koplo sebenarnya kita dapat mengambil pelajaran tentang falsafah kehidupan melalui lirik-liriknya yang kadang menye-menye, nyeleneh bahkan sedikit nakal.
Misalnya pada lagu Jaran Goyang yang dinyanyikan biduan kelahiran Nganjuk; Â Nella Karisma, seperti pepatah lama mengatakan "cinta ditolak dukun bertindak" namun pada lagu jaran goyang beda kasus, "Putus cinta dukun campur tangan". Demi langgengnya hubungan pacaran dan menghindari galau tokoh dalam lagu ini menyerahkan urusan cintanya pada dukun.Â
Dukun bertindak, penuhi syaratnya, pacaran langgeng selamanya. Namun alangkah baiknya jika kita ganti pepatah tersebut dengan "cinta ditolak orang tua bertindak", "putus cinta orang tua bertindak" agar kita jauh dari godaan setan berupa syirik dan musyrik.
Pada intro lagu sayang yang sudah tentu semua orang tau. Lagu ini menceritakan rasa cinta yang amat dalam pada seseorang. Namun si tokoh ditinggal sang kekasih tanpa sebab. Si tokoh pun ingin kembali pada sang kekasih dan akan terus menunggu sampai kapanpun. Menurut saya secara pribadi jatuh cinta dan setia itu baik, namun alangkah baiknya seperti pada lagu dari Efek Rumah Kaca "Jatuh Cinta Itu Biasa Saja.."
Lain halnya pada lagu Bidadari Keseleo cipataan Erik Sukir  dengan lirik yang "jahat" dan "frontal" namun kontras dengan keadaan masa sekarang. Lirik dalam lagu ini mengandung sindiran kepada hidup orang zaman sekarang yang sudah sedikit banyak terpengaruh oleh budaya barat. Namun juga dalam lagu ini terdapat anjuran positif seperti jadilah diri sendiri dan jangan mudah terpengaruh oleh orang lain dan terus menjadi orang baik.
Lirik lagu dangdut koplo memang menggambarkan realitas kehidupan kita sehari-hari. Lirik lagu yang mudah dicerna segala usia memudahkan kita untuk mengerti maksud dan pesan dari lagu tersebut.Â
Mempelajari sisi lain kehidupan biduan koplo yang berjuang baik yang masih di pelosok daerah maupun skala nasional menjadikan kita bersyukur atas kehidupan yang kita miliki dan terus berjuang dalam kehidupan. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H